JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai lembaga yang mengawasi perilaku usaha jasa keuangan, turut serta aktif dalam menangani pengaduan konsumen. Menurut laporan yang disampaikan oleh Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen OJK, Frederica Widyasari Dewi, terdapat peningkatan aduan oleh masyarakat Indonesia terkait tindak-tanduk debt collector yang dianggap tidak sesuai. Sejak periode 1 Januari 2024 hingga 22 Januari 2025, sebanyak 13.007 dari total 36.873 pengaduan mengangkat isu perilaku petugas penagihan ini.
Dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi XI DPR RI yang digelar pada Rabu, 19 Februari 2025, Frederica yang dikenal dengan panggilan akrab Kiki menyatakan bahwa masyarakat merasa perlu menyuarakan ketidakpuasan mereka terhadap metode penagihan yang sering kali dinilai menyalahi ketentuan. "Perilaku petugas penagihan atau debt collector ini sangat menjadi hal yang banyak diadukan dari masyarakat kita," tegas Kiki.
Kiki menegaskan bahwa OJK serius menangani setiap pengaduan yang diterima dengan memverifikasi kebenarannya dan memberikan sanksi kepada pihak-pihak yang terbukti melanggar. Dalam beberapa kasus, Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) turut dilibatkan dalam proses verifikasi 4.734 aduan yang terkait ketidakakuratan data konsumen. Hal ini mencakup kasus-kasus konsumen yang merasa tidak pernah melakukan pinjaman namun terdaftar memiliki tunggakan atau catatan negatif di SLIK. "Misalnya orang merasa tidak pernah memiliki pinjaman, tapi kemudian dia ada catatan macet di SLIK, seperti itu adalah kebocoran data konsumen dan sebagainya," tambahnya dalam rapat tersebut.
Selain isu debt collector, pengaduan terkait penipuan juga menjadi perhatian dengan jumlah 3.077 aduan. Beragam metode penipuan menggunakan skema high-tech seperti pembobolan rekening, skimming, phishing, serta rekayasa sosial (social engineering) dilaporkan oleh masyarakat. Terhadap masalah ini, OJK berfokus pada upaya edukasi dan proteksi konsumen agar kejadian serupa dapat diminimalisir.
Secara spesifik, kesulitan klaim asuransi juga menambah daftar pengaduan dengan 1.333 laporan. Masalah klaim dalam sektor asuransi kerap menjadi keluhan klasik yang terus ditindaklanjuti oleh OJK untuk memastikan kepentingan konsumen tetap terjaga. "Kita juga sudah terus dampingi konsumen-konsumen yang kesulitan dalam klaim ketika terjadi sesuatu kepada mereka dalam klaim namun tidak dibayarkan klaimnya," ujar Kiki, merujuk pada penanganan aduan ini.
Tak kalah penting, aduan mengenai agunan dan jaminan berjumlah 1.071 juga disoroti oleh OJK. Laporan ini sebagian besar berasal dari sektor perbankan dan pembiayaan, menekankan pentingnya kejelasan serta pemenuhan kewajiban kedua belah pihak dalam perjanjian kredit.
Secara keseluruhan, layanan pengaduan konsumen OJK menerima total 459.730 interaksi sejak 1 Januari 2024 hingga 22 Januari 2025, yang mayoritas berupa pertanyaan dari 342.111 pelanggan yang ditangani melalui kanal kontak 157 milik OJK. Dari aduan yang diterima, sebanyak 8% atau 36.873 pengaduan disertai indikasi pelanggaran, menjadikannya sasaran utama pengawasan OJK.
"Mayoritas merupakan pertanyaan sebanyak 342.111 pelanggan yang ditangani oleh tim kontak 157, sementara sekitar 8% atau 36.873 merupakan pengaduan, di mana 1.896 di antaranya berindikasi pelanggaran," paparnya.
Melihat situasi ini, OJK berkomitmen untuk terus memperkuat upaya edukasi kepada masyarakat mengenai hak-hak mereka sebagai konsumen dan langkah-langkah yang bisa diambil ketika menghadapi permasalahan dengan jasa keuangan. Sinergi dengan berbagai lembaga dan peningkatan kolaborasi antar-stakeholder juga digalakkan untuk memperkuat perlindungan terhadap konsumen.
Melalui langkah-langkah ini, diharapkan tidak hanya penegakan hukum terhadap pelanggaran dapat dilaksanakan secara konsisten, namun juga dapat membangun ekosistem jasa keuangan yang lebih sehat, aman, dan terpercaya. OJK terus mengajak masyarakat untuk tidak ragu melaporkan setiap bentuk penyimpangan melalui kanal resmi yang disediakan, memastikan mereka merasa terlindungi dalam setiap transaksi maupun interaksi dengan lembaga jasa keuangan.
Dengan fokus pada peningkatan layanan publik dan penegakan aturan, OJK berharap dapat mendorong industri keuangan Indonesia menuju praktik bisnis yang lebih etis dan berintegritas. Kiki menyimpulkan, "Langkah ini bukan hanya tentang menegakkan aturan, tetapi juga membangun kepercayaan dan melindungi hak-hak konsumen agar industri keuangan kita dapat berkembang dengan cara yang benar dan berkelanjutan."