JAKARATA – Majelis Ulama Indonesia (MUI) beberapa waktu lalu memutuskan untuk mengharamkan penggunaan hasil investasi dana setoran haji untuk membiayai ibadah jemaah lain. Keputusan ini tidak hanya menimbulkan pertanyaan di kalangan umat Muslim, tetapi juga menuntut klarifikasi dari berbagai pihak terkait. Menanggapi hal ini, Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar akhirnya bersuara dengan memberikan penjelasan rinci mengenai keputusan yang cukup kontroversial tersebut.
Nasaruddin Umar mengungkapkan bahwa keputusan MUI didasarkan pada perhitungan maslahat dan mudarat dari investasi dana haji. Menurutnya, penggunaan dana setoran haji yang tidak sesuai dengan prinsip syariah berpotensi membawa lebih banyak mudarat daripada manfaat. Keputusan ini tentu dibuat setelah mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan dana haji.
"Jika kita terlalu banyak membebani Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), itu bisa menjadi bom waktu yang pada akhirnya lebih banyak mudaratnya," ujar Nasaruddin Umar saat wawancara dengan sejumlah media di Jakarta. "Jadi kita tidak ingin menggunakan uang haram untuk memperoleh suatu martabat haji yang bagus," tambahnya. Pernyataan ini menegaskan pentingnya pengelolaan dana haji yang benar-benar mematuhi ketentuan syariah.
Dalam kehidupan umat Muslim, haji merupakan rukun Islam yang kelima dan menjadi impian setiap Muslim untuk bisa melaksanakannya dengan sempurna. Oleh karena itu, Nasaruddin menekankan pentingnya prinsip syariah dalam setiap langkah pengelolaan dana haji ini agar jemaah dapat melaksanakan ibadah dengan sah dan tenang. "Mudaratnya bisa bermacam-macam. Oleh karena itu, kami harus menghitung batas-batas yang bisa ditoleransi," jelas Nasaruddin Umar lebih lanjut.
Pria yang juga menjabat sebagai Imam Besar Masjid Istiqlal itu menambahkan bahwa dirinya bersyukur memiliki pengetahuan yang cukup dalam memahami seluk-beluk keuangan syariah meskipun bukan seorang pebisnis. "Saya bersyukur memiliki sedikit pengetahuan, sehingga kami tidak bisa melakukan opsi yang sebenarnya di luar batas syariah. Berhaji dengan uang haram kan nggak enak, nggak bagus, bahkan mardud itu kan," ungkapnya dengan tegas.
Menteri Agama juga mengingatkan bahwa setiap keputusan dan kebijakan yang diambil harus berlandaskan perhitungan yang matang. "Mau tidak mau kita juga harus memiliki perhitungan yang cermat," ucap Nasaruddin. Pernyataan ini mencerminkan tekad pemerintah untuk memastikan bahwa praktik keuangan dalam penyelenggaraan haji di Indonesia tetap berpegang teguh pada prinsip-prinsip syariah.
Fatwa pengharaman investasi setoran haji ini sebelumnya tertuang dalam Ijtima' Ulama Komisi Fatwa-se Indonesia VIII Nomor 09/Ijtima'Ulama/VIII/2024. Fatwa tersebut menyoroti pengelolaan dana hasil investasi setoran awal biaya haji (Bipih) yang tidak boleh digunakan untuk membiayai jemaah lain karena bertentangan dengan prinsip keuangan syariah.
Dalam konteks pengelolaan keuangan haji, BPKH sebagai badan yang bertanggung jawab juga telah memberikan tanggapan terkait keputusan MUI ini. Pihak BPKH menyatakan akan terus bekerja sama dengan berbagai lembaga terkait untuk memastikan bahwa pengelolaan dana haji berjalan sesuai dengan prinsip yang telah ditentukan dan memberikan jaminan keamanan serta keberlangsungan bagi seluruh calon jemaah.
Keputusan MUI dan tanggapan dari Menag tentunya menjadi bahan diskusi hangat di berbagai kalangan, terutama bagi mereka yang tengah bersiap untuk melaksanakan ibadah haji. Langkah ini dinilai sangat penting untuk menjaga integritas dan kepercayaan umat terhadap pengelolaan dana haji oleh pemerintah.
Kedepannya, diharapkan bahwa pengelolaan dana haji akan semakin transparan dan akuntabel dengan adanya panduan dari fatwa-fatwa MUI dan pengawasan ketat dari pihak pemerintah. Dengan demikian, umat Islam yang secara finansial telah mempersiapkan diri untuk berangkat haji dapat merasa tenang dan yakin bahwa dana yang mereka investasikan dikelola secara optimal dan sesuai dengan ketentuan syariah.
Menag Nasaruddin Umar menyatakan akan terus berkomunikasi dengan berbagai pihak untuk memastikan bahwa pelaksanaan ibadah haji di masa mendatang dapat berlangsung lebih baik dan sesuai dengan harapan umat. Hal ini juga sebagai bentuk komitmen pemerintah dalam mengawal dan memastikan pelayanan haji yang berkualitas serta memuliakan para jemaah yang datang dari berbagai penjuru tanah air.