JAKARTA - Pergi ke dokter gigi bisa menjadi keputusan yang sulit bagi banyak orang Indonesia, bahkan ketika ada masalah kesehatan mulut yang membutuhkan perhatian. Fenomena ini tidak terbatas pada Indonesia saja, tetapi merupakan isu global. Menurut data yang disampaikan oleh drg Paulus Januar, anggota Pengurus Besar Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), kira-kira 20-30 persen orang di Indonesia mengaku takut untuk menjalani perawatan gigi.
Mengapa Takut?
Berbagai faktor berkontribusi pada rasa takut terhadap kunjungan ke dokter gigi. Salah satunya adalah ekspektasi terhadap rasa sakit yang sebenarnya belum tentu benar. Bayangan mengenai jarum, bur, tang, dan prosedur medis lainnya sering kali menghadirkan ketakutan yang kuat. "Gambaran mengenai jarum, bur, tang, rasa nyeri, serta prosedur perawatan gigi di dalam mulut dapat memicu rasa takut," ujar drg Paulus.
Selain itu, pengalaman traumatis dari kunjungan sebelumnya bisa memperparah rasa takut ini. Kesaksian atau cerita dari orang lain, maupun gambaran dalam media massa dan film yang menunjukkan dokter gigi sebagai sosok menakutkan, juga berperan besar. "Pengalaman traumatis dalam menjalani perawatan gigi dapat pula menjadi penyebab rasa takut," lanjut drg Paulus.
Pengaruh Budaya dan Stigma
Lebih lanjut, budaya dan stigma yang terkait dengan perawatan medis, terutama yang terkait dengan darah dan rasa tidak nyaman, turut mempengaruhi pandangan masyarakat terhadap perawatan gigi. Persepsi budaya yang menyebutkan bahwa semua prosedur medis berhubungan dengan rasa sakit juga berperan dalam menumbuhkan rasa takut ini.
Tidak hanya itu, orang yang memiliki masalah kecemasan umum lebih rentan terhadap ketakutan ini. Bagi sebagian orang, ketakutan tersebut mungkin hanya sebatas kecemasan ringan, namun bagi yang lain bisa berkembang menjadi rasa takut, bahkan fobia.
Tingkatan Ketakutan
Drg Paulus menjelaskan bahwa tingkat ketakutan terhadap dokter gigi dapat dikategorikan menjadi tiga level: kecemasan, rasa takut, dan fobia. Kecemasan adalah bentuk yang paling ringan, dan ini adalah pengalaman paling umum di masyarakat. Biasanya, kecemasan terhadap dokter gigi dapat diatasi seiring kebutuhan mendesak untuk pemeriksaan gigi, meskipun beberapa orang memutuskan untuk menghindari kunjungan hingga sakit gigi menjadi tak tertahankan.
Pada tingkatan rasa takut, individu mungkin mengalami perubahan fisik seperti peningkatan detak jantung, keringat dingin, dan rasa tidak nyaman yang nyata. "Rasa takut dapat menimbulkan sikap menghindari perawatan gigi, atau mungkin baru mengunjungi dokter gigi bila sakit giginya sudah tidak tertahankan lagi," jelas drg Paulus.
Sedangkan, pada tingkatan fobia, ketakutan menjadi tidak rasional dan ekstrem, sering kali menimbulkan panik dan tekanan mental yang hebat. Dalam kasus ini, pasien mungkin akan menolak secara total untuk menjalani perawatan gigi, walaupun kondisi gigi dan gusi sudah sangat memerlukan perhatian medis.
Dampak dari Ketakutan
Ketakutan ini tidak bisa dianggap remeh, karena dapat membawa dampak kesehatan yang serius. Orang-orang yang memilih menghindari dokter gigi akibat rasa takut ini sering kali baru mencari bantuan ketika kondisinya sudah parah. Hal ini bisa menyebabkan berbagai komplikasi seperti infeksi, kehilangan gigi, dan bahkan dalam kasus ekstrim, dapat mempengaruhi kesehatan umum seseorang.
Mengatasi Ketakutan
Untuk mengatasi ketakutan ini, pendekatan yang holistik diperlukan. Orang-orang yang mengalami kecemasan ringan mungkin bisa diatasi melalui pendidikan atau konsultasi pra-prosedur dengan dokter gigi. Sementara itu, bagi mereka yang menderita rasa takut atau bahkan fobia, perawatan lebih lanjut seperti terapi perilaku kognitif atau terapi psikologis mungkin diperlukan.
Pentingnya komunikasi antara pasien dan praktisi kesehatan juga sangat ditekankan. Dokter gigi perlu memastikan bahwa mereka menciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman, memberi penjelasan yang jelas mengenai setiap prosedur yang akan dilakukan, serta memberi jaminan bahwa rasa sakit atau ketidaknyamanan akan diminimalkan.
Dalam menyikapi isu ini, perlu ada kampanye pendidikan kesehatan gigi yang lebih gencar untuk masyarakat agar menyadari pentingnya pemeriksaan rutin dan tidak menunda kunjungan sampai masalah menjadi lebih serius. Dengan demikian, stigma dan ketakutan yang tidak mendasar bisa diatasi, memungkinkan kesehatan mulut yang lebih baik bagi semua orang.
Diharapkan, dengan pemahaman yang lebih baik dan dukungan yang tepat, semakin banyak orang Indonesia yang merasa nyaman untuk mengunjungi dokter gigi, menjaga kesehatan mulut mereka, dan mencegah komplikasi kesehatan yang lebih serius di masa depan.