Pelayanan Kesehatan untuk Disabilitas di Indonesia: Antara Harapan dan Realita

Pelayanan Kesehatan untuk Disabilitas di Indonesia: Antara Harapan dan Realita
Pelayanan Kesehatan untuk Disabilitas di Indonesia: Antara Harapan dan Realita

JAKARTA - Dalam upaya pemerintah Indonesia mencapai Cakupan Kesehatan Semesta (Universal Health Coverage) melalui Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), perhatian terhadap kelompok rentan seperti orang dengan disabilitas menjadi prioritas. Meskipun demikian, pelayanan kesehatan untuk disabilitas di Indonesia belum sepenuhnya optimal. Mengapa demikian?

Cakupan JKN dan Orang dengan Disabilitas

Pemerintah berambisi agar semua masyarakat, termasuk kelompok rentan seperti orang dengan disabilitas, dapat memanfaatkan layanan kesehatan berkualitas tanpa terkendala finansial. Data menunjukkan 67% orang disabilitas terdaftar dalam jaminan kesehatan, baik negeri maupun swasta. Namun, tantangan besar masih menghadang dalam memastikan layanan ini merespons kebutuhan khusus mereka.

"Banyak dari kami masih merasa terabaikan," ungkap seorang penyandang disabilitas di Yogyakarta. Meskipun mereka memiliki JKN, sekitar 41% resonden memilih mengobati diri sendiri karena merasa layanan kesehatan tidak menyediakan fasilitas yang memadai atau tidak diperlukan untuk kondisi mereka yang dianggap ringan.

Kerangka Regulasi dan Implementasi yang Belum Tepat Sasaran

UU No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan telah menekankan pentingnya pelayanan kesehatan inklusif, mencakup aspek preventif, promotif, kuratif, rehabilitatif, dan paliatif dengan mempertimbangkan kebutuhan khusus disabilitas. Namun, pelaksanaan di lapangan tampaknya belum sepenuhnya mencerminkan regulasi tersebut.

Dalam survei yang melibatkan 2,666 orang disabilitas di provinsi Yogyakarta, Nusa Tenggara Timur, dan Bali, terungkap bahwa banyak fasilitas kesehatan (faskes) masih jauh dari inklusif. Puskesmas misalnya, umumnya hanya menyediakan ram kursi roda menuju pintu masuk, sementara fasilitas lainnya seperti toilet dan kursi prioritas masih minim.

"Kami belum memiliki pedoman lengkap untuk fasilitas inklusif," kata perwakilan Dinas Kesehatan setempat, yang mengakui minimnya panduan berakibat pada pembangunan dan renovasi gedung yang tidak ramah disabilitas.

Edukasi Tenaga Kesehatan yang Belum Memadai

Baca Juga

Rekomendasi AC Praktis Tanpa Harus Dipasang di Dinding: Solusi Sejuk yang Fleksibel untuk Semua Ruangan

Masalah tidak berhenti pada infrastruktur. Edukasi terhadap tenaga kesehatan mengenai interaksi dan penanganan yang inklusif juga masih kurang. Hampir tidak ada tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan menggunakan bahasa isyarat atau metode komunikasi inklusif lainnya. Hal ini turut mengurangi motivasi penyandang disabilitas untuk mengakses layanan kesehatan.

Menurut UU No. 8 Tahun 2016 dan PP No. 28 Tahun 2024, tenaga kesehatan semestinya dibekali dengan pendidikan kompetensi khusus untuk menangani orang dengan disabilitas. Namun demikian, implementasinya di lapangan masih sporadis dan bergantung pada inisiatif dari individu nakes.

Alat Bantu dan Pelayanan Terapi yang Terbatas

Penyediaan alat bantu kesehatan dan layanan terapi menjadi PR besar lain yang dihadapi pemerintah. Hanya 2.45% orang disabilitas mendapat alat bantu dari JKN, sementara 45.32% lainnya harus membeli alat bantu mereka sendiri. Layanan terapi juga masih sulit diakses, terlebih di puskesmas, dan tidak sepenuhnya ditanggung oleh JKN.

"Kami akan berupaya menutupi kekurangan ini," janji seorang pejabat dari Kementerian Sosial, memberikan harapan bahwa kementeriannya akan menambah jumlah dan kualitas alat bantu sesuai kebutuhan.

Langkah Progresif yang Perlu Dilakukan

Untuk mendekatkan kebijakan dan pelaksanaannya, ada beberapa langkah yang mesti ditempuh:
1. Klarifikasi Peran Kemenkes dan Kemensos: Pembagian tugas antara Kemenkes dan Kemensos perlu diperjelas, khususnya terkait pendataan dan layanan yang menjadi tanggung jawab masing-masing.
2. Peningkatan Ketersediaan Data: Data yang akurat mengenai disabilitas sangat penting untuk pembuatan kebijakan yang tepat sasaran. Pengumpulan dan evaluasi data harus menjadi agenda berkelanjutan yang melibatkan berbagai pihak.
3. Proyeksi Biaya Pelayanan yang Jelas: Estimasi biaya total untuk pelayanan dari preventif hingga rehabilitatif perlu dikalkulasikan dengan matang guna memastikan anggaran yang mencukupi.
4. Pastikan Ketersediaan Infrastruktur dan Kompetensi Nakes: Pemerintah harus berkolaborasi dengan organisasi disabilitas dalam memastikan infrastruktur yang inklusif serta kompetensi tenaga medis yang andal.

Dengan menerapkan langkah-langkah konkret ini, diharapkan penyandang disabilitas dapat merasakan layanan kesehatan yang benar-benar inklusif dan berkualitas. Pelayanan kesehatan yang adil adalah hak setiap warga negara, termasuk mereka yang berada dalam kelompok disabilitas. Pemerataan layanan kesehatan adalah kunci untuk memastikan setiap orang, tanpa terkecuali, mendapatkan perawatan yang layak.

Zahra

Zahra

Energika.id adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.

Rekomendasi

Berita Lainnya

Rekomendasi Sunscreen Moisturizer yang Mampu Menjaga Kelembaban Kulit: Perlindungan dan Perawatan dalam Satu Langkah

Rekomendasi Sunscreen Moisturizer yang Mampu Menjaga Kelembaban Kulit: Perlindungan dan Perawatan dalam Satu Langkah

Mobil Listrik Kian Diminati, BYD dan Wuling Masuk Daftar 10 Teratas Dunia

Mobil Listrik Kian Diminati, BYD dan Wuling Masuk Daftar 10 Teratas Dunia

Viral di Sosmed,Ini Cara Main Roblox untuk Pemula Agar Cepat Jago

Viral di Sosmed,Ini Cara Main Roblox untuk Pemula Agar Cepat Jago

4 Rekomendasi HP Xiaomi Murah dengan Layar AMOLED, Cocok untuk Pengguna di Juni 2025

4 Rekomendasi HP Xiaomi Murah dengan Layar AMOLED, Cocok untuk Pengguna di Juni 2025

OPPO A5 Pro Masih Jadi Pilihan Favorit di 2025, Ini Spesifikasi Lengkapnya

OPPO A5 Pro Masih Jadi Pilihan Favorit di 2025, Ini Spesifikasi Lengkapnya