Petani NTB Rasakan Manfaat Jagung Bioteknologi: Lebih Hemat Air dan Tahan Kering
- Jumat, 20 Juni 2025

JAKARTA — Penggunaan bibit jagung bioteknologi terus menunjukkan manfaat nyata bagi petani di berbagai daerah Indonesia. Salah satu petani dari Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB), Hamzan Wazi, mengungkapkan bahwa bibit jagung bioteknologi memberikan banyak keuntungan dibandingkan bibit konvensional. Tak hanya dari sisi efisiensi penggunaan pupuk dan air, bibit ini juga mampu menghasilkan produktivitas panen yang lebih baik.
Dalam acara Media Class 2025 bertajuk “The Science Behind: Food Security” yang digelar di Jakarta, Hamzan berbagi pengalamannya menggunakan bibit jagung bioteknologi DK95R. Ia menegaskan bahwa salah satu perbedaan paling menonjol antara bibit jagung biasa dengan bioteknologi terletak pada kebutuhan herbisida, yang berimbas langsung terhadap efisiensi biaya produksi.
“Setelah menggunakan bibit jagung bioteknologi DK95R hanya membutuhkan penyemprotan herbisida sebanyak satu kali sebelum dan sesudah penanaman,” ujar Hamzan di hadapan awak media.
Baca Juga
Sebelumnya, Hamzan biasa melakukan penyemprotan herbisida sebanyak dua hingga tiga kali dalam setiap siklus tanam, baik sebelum penanaman maupun setelah bibit mulai tumbuh. Dengan adanya varietas bioteknologi seperti DK95R, beban kerja dan biaya produksi pertanian pun semakin berkurang.
Toleransi Tinggi terhadap Herbisida
Salah satu keunggulan utama dari bibit jagung bioteknologi DK95R adalah kemampuannya yang memiliki toleransi tinggi terhadap herbisida. Hal ini berarti bahwa tanaman jagung tersebut tidak akan menyerap bahan kimia yang digunakan untuk membasmi gulma. Sebaliknya, bahan kimia herbisida justru diserap oleh gulma, membuat pertumbuhan gulma terhambat lebih lama, dan memberikan ruang lebih besar bagi tanaman jagung untuk tumbuh optimal tanpa gangguan.
“Bibit ini memang dirancang tidak menyerap bahan kimia herbisida, sehingga gulma yang menyerapnya secara maksimal. Ini membuat gulma mati lebih lama,” lanjut Hamzan.
Keunggulan ini tentu sangat membantu petani, terutama yang memiliki lahan cukup luas, untuk meminimalisasi biaya operasional dan meningkatkan efisiensi waktu perawatan tanaman.
Hemat Air, Cocok untuk Daerah Rawan Kekeringan
Tidak hanya hemat dalam penggunaan herbisida, jagung bioteknologi juga lebih efisien dalam penggunaan air. Keunggulan ini sangat dirasakan oleh Hamzan, mengingat wilayah tempat tinggalnya di Sumbawa sering mengalami kesulitan air. Meski belum sepenuhnya tahan terhadap kondisi kekeringan ekstrem, varietas ini sudah menunjukkan toleransi kering yang lebih tinggi dibandingkan bibit konvensional.
“Meski saat ini belum tahan pada kekeringan sepenuhnya, namun memiliki toleransi pada kering yang lebih tinggi,” kata Hamzan.
Ia menambahkan, selama beberapa hari tanaman jagung miliknya tetap dapat tumbuh normal meskipun tidak turun hujan. Kondisi ini tentu sangat menguntungkan petani yang berada di wilayah dengan curah hujan rendah atau mengalami musim kering berkepanjangan.
Hamzan berharap ke depannya akan lebih banyak lagi pengembangan bibit bioteknologi yang semakin adaptif terhadap kondisi kekeringan. Ini penting agar produktivitas pertanian di Indonesia bisa tetap terjaga, terutama di daerah-daerah yang kerap terdampak perubahan iklim ekstrem.
Efisiensi Biaya Produksi Hingga 20 Persen
Dampak penggunaan jagung bioteknologi tidak hanya dirasakan dari segi teknis pertanian, tetapi juga dari efisiensi biaya produksi secara keseluruhan. Hamzan menyebut bahwa penggunaan bibit bioteknologi mampu menekan biaya produksi hingga 20 persen dalam setiap siklus tanam.
“Karena lebih efisien dari penggunaan herbisida, air, penggunaan bibit jagung bioteknologi ini juga mengurangi biaya produksi hampir 20 persen dalam setiap siklus tanam,” tegas Hamzan.
Penurunan biaya produksi ini menjadi kabar baik bagi para petani yang selama ini sering kali menghadapi tantangan naiknya harga pupuk dan bahan pertanian lainnya.
Tantangan: Akses Benih dan Informasi
Meski manfaat bibit bioteknologi begitu nyata, perjalanan para petani untuk mengakses teknologi ini ternyata tidak selalu mudah. Hamzan mengungkapkan bahwa pada awal penggunaan, akses terhadap benih dan informasi terkait teknologi bioteknologi masih sangat terbatas.
“Dulu hampir nggak ada yang tahu kalau ada bibit jagung yang menguntungkan ini. Setelah tahu pun tetap susah dapatnya,” kenangnya.
Melihat kendala tersebut, Hamzan dan beberapa petani lainnya berinisiatif membentuk komunitas petani agar bisa mengakomodasi pembelian bibit langsung dari distributor besar atau kota-kota besar lainnya. Kini, setelah berbagai upaya dilakukan, akses terhadap benih bioteknologi mulai membaik, dan informasi terkait manfaatnya semakin banyak diketahui masyarakat tani.
Harapan Petani: Perluasan Akses dan Edukasi
Hamzan berharap pemerintah, produsen benih, dan pihak terkait dapat terus mendorong penyebaran informasi serta distribusi bibit bioteknologi agar semakin merata hingga ke pelosok desa. Ia menilai, jika lebih banyak petani mengetahui manfaat nyata dari teknologi ini, maka ketahanan pangan nasional juga akan semakin kuat.
“Kami berharap bibit bioteknologi lebih mudah didapat dan informasinya lebih luas, terutama untuk petani-petani di daerah yang aksesnya masih sulit,” ujar Hamzan.
Potensi Bioteknologi bagi Ketahanan Pangan Nasional
Kisah Hamzan Wazi merupakan gambaran nyata bagaimana inovasi bioteknologi pertanian dapat berperan besar dalam mendukung ketahanan pangan nasional. Apalagi di tengah tantangan perubahan iklim, ketersediaan lahan yang semakin terbatas, serta kebutuhan pangan yang terus meningkat, penggunaan bibit unggul seperti jagung bioteknologi bisa menjadi solusi konkret.
Pakar pertanian dan pengamat teknologi pangan juga menilai bahwa pengembangan varietas bioteknologi harus semakin didorong, khususnya untuk tanaman pangan utama seperti jagung, padi, dan kedelai.
Selain memberikan hasil yang lebih optimal, teknologi ini juga dapat mendukung keberlanjutan pertanian dengan penggunaan lahan, air, dan bahan kimia yang lebih efisien.
Dengan manfaat yang telah terbukti dari para petani di lapangan, penggunaan bibit jagung bioteknologi seperti DK95R menjadi langkah penting bagi Indonesia dalam menjawab tantangan ketahanan pangan sekaligus mendukung pertumbuhan ekonomi masyarakat pedesaan.
“Membantu petani dengan inovasi seperti ini artinya membantu masa depan pangan Indonesia,” tutup Hamzan optimistis.

Mazroh Atul Jannah
Energika.id adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.