JAKARTA - Sebanyak tujuh perusahaan tambang di Kabupaten Sleman dilaporkan menunggak Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB), dengan tunggakan terpanjang tercatat sejak tahun 2019. Total tunggakan dari ketujuh perusahaan ini mencapai Rp140 juta, menimbulkan perhatian serius dari Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Kabupaten Sleman.
Kepala Bidang Pendaftaran Pendataan dan Penetapan Pajak Daerah BKAD Kabupaten Sleman, Rodentus Condrosulistyo, menyatakan bahwa mayoritas perusahaan tersebut secara sistematis menghindar dari kewajiban untuk membayar pajak. “Mayoritas perusahaan tambang memang tidak bersedia membayar pajak, ditambah lagi ada pemilik perusahaan yang meninggal dunia sehingga kewajiban pajak terhambat,” ujarnya.
BKAD Sleman tidak tinggal diam menghadapi situasi ini. Berbagai langkah telah diambil untuk memastikan pembayaran pajak dilakukan sesegera mungkin. Salah satu strategi yang diterapkan adalah dengan memanggil wajib pajak ke kantor BKAD untuk membahas kendala yang dihadapi serta merancang solusi pembayaran tunggakan.
Tidak hanya berhenti pada pertemuan formal, BKAD juga menerapkan pendekatan langsung dengan menyambangi lokasi perusahaan untuk melakukan penagihan. Upaya ini diperkuat dengan kolaborasi antara BKAD dan Kejaksaan Negeri Sleman, yang diharapkan dapat mendorong perusahaan untuk berinisiatif melunasi kewajibannya.
"Kalau kendala selama menagih untuk perusahaan yang menunggak Pajak MBLB itu mereka sulit dihubungi. Ada perusahaan sebagai wajib pajak juga kesulitan keuangan. Namun, kami tetap kirim surat tagihan sebagai bentuk penagihan formal,” tegas Muhammad Yunan Nurtrianto, Kepala Bidang Penagihan dan Pengembangan BKAD Sleman.
Tindakan tegas pun siap diterapkan. Setiap keterlambatan pembayaran pajak dikenakan sanksi administrasi sesuai aturan yang berlaku. Pajak dan penghitungannya mengikuti Peraturan Bupati Sleman No. 40.1 Tahun 2020, yang mengatur tata cara pelaporan, penghitungan, dan pembayaran Pajak MBLB.
Menurut peraturan ini, dasar pengenaan Pajak MBLB ditentukan berdasarkan nilai jual hasil pengambilan MBLB yang dihitung dari volume atau tonase hasil pengambilan MBLB dikalikan dengan harga patokan penjualan MBLB. Tarif pajak ditetapkan sebesar 15% dari nilai jual tersebut, menciptakan formula yang jelas untuk menentukan besaran pajak terutang.
Namun, pada kenyataannya, implementasi dari peraturan ini menghadapi tantangan. Data menunjukkan bahwa realisasi penerimaan Pajak MBLB di tahun 2024 hanya mencapai Rp1,6 miliar dari target sebesar Rp2,7 miliar. Ini berarti hanya 60,99% dari target yang berhasil dikumpulkan, menyoroti kesenjangan yang signifikan antara target dan realisasi pajak.
BKAD Sleman berkomitmen untuk terus meningkatkan pengawasan dan penegakan aturan pajak agar penerimaan daerah dapat dioptimalkan. Langkah-langkah seperti pemutakhiran data wajib pajak, penguatan koordinasi antar lembaga, serta peningkatan kesadaran pajak di kalangan pelaku usaha diharapkan dapat memperbaiki realisasi pajak di masa mendatang.
Dengan berbagai upaya intensif ini, BKAD Sleman berharap dapat mendorong peningkatan kesadaran dan kepatuhan para penambang terhadap kewajiban pajak, serta menyelesaikan tunggakan yang telah berlangsung lama. Hanya dengan penerimaan pajak yang optimal, pembangunan daerah dapat terus didorong untuk kemajuan bersama.
Di akhir, Yunan menyampaikan harapannya, “Kami berharap ada itikad baik dari para perusahaan untuk menyelesaikan tunggakan ini, karena pada dasarnya pajak merupakan wadah kita bersama untuk memajukan pembangunan daerah.”
Melalui berbagai upaya intensif yang dilakukan, BKAD Kabupaten Sleman optimis bahwa tantangan terkait tunggakan pajak ini dapat diatasi demi mendukung pembangunan yang berkelanjutan di wilayah Sleman.