JAKARTA - Aktivitas penambangan galian C di daerah Kali Noemuti, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), telah menimbulkan keresahan di kalangan petani setempat. Masyarakat mengeluhkan dampak buruk dari aktivitas tersebut yang mengakibatkan lahan persawahan mereka terancam dan terkikis banjir. Menanggapi keresahan ini, Polres TTU melalui Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) telah melakukan klarifikasi terhadap enam perusahaan tambang galian C yang sudah memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP).
Dikabarkan bahwa dampak dari aktivitas pertambangan ini sangat dirasakan oleh warga, terutama para petani di sekitar bantaran Kali Noemuti. Salah satu petani yang terkena dampak adalah Timotius Angket, warga RT 009, Desa Fatumuti. Sawah miliknya yang memiliki luas 40 are telah habis terkikis banjir. Timotius menyatakan, "Sebagian sawah tahun lalu dikikis. Tahun ini semua sudah dikikis habis tinggal batas saja," ujarnya.
Timotius melanjutkan, sawah yang kini telah hanyut merupakan warisan dari orang tuanya dan menjadi sumber penghidupan utama keluarganya. Dengan suara penuh keprihatinan, ia menambahkan, "Mereka (excavator) ambil pasir, batu," yang merujuk pada aktivitas alat berat dari perusahaan-perusahaan tambang yang setiap hari beroperasi di area tersebut.
IPDA Markus Wilco Mitang, Kepala Seksi Bagian Hubungan Masyarakat Polres TTU, menegaskan bahwa enam perusahaan tersebut telah diklarifikasi dan mereka memang memiliki IUP. "6 perusahaan yang melakukan klarifikasi sudah memiliki IUP," ujarnya. Namun, pihaknya juga mengajukan pertanyaan kepada Dinas ESDM Provinsi NTT untuk memastikan keabsahan izin beberapa perusahaan lain yang diduga beroperasi tanpa IUP.
Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) NTT telah diminta oleh Polres TTU untuk memberikan penjelasan dan verifikasi terkait operasi beberapa perusahaan yang dicurigai tidak memiliki izin resmi. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa semua aktivitas penambangan berjalan sesuai aturan dan tidak menimbulkan dampak merugikan bagi warga.
Situasi ini semakin memanas setelah aksi protes yang dilakukan oleh warga Desa Fatumuti bersama kepala desa dan perangkat desa setempat. Menurut Timotius, mereka mencoba menegur para penambang pasir tersebut, namun aksi protes ini justru diabaikan. "Kami sudah protes bersama kepala desa, tapi tidak dihiraukan," tambah Timotius saat ditemui di lokasi.
Keresahan masyarakat ini perlu ditanggapi dengan serius oleh pemerintah daerah dan pihak berwenang. Selain mengancam lahan pertanian, jika dibiarkan, kondisi ini berpotensi menimbulkan masalah lingkungan yang lebih besar seperti erosi tanah dan rusaknya ekosistem sungai. Dengan demikian, harapan warga adalah adanya tindakan tegas dari aparat penegak hukum untuk menghentikan operasi penambangan yang merusak.
Dampak dari aktivitas galian ini tidak hanya dirasakan oleh Timotius, tetapi juga banyak petani lain di sekitar kawasan tersebut. Sawah-sawah yang seharusnya bisa menjadi sumber penghidupan kini terancam punah karena penambangan liar yang tidak terkendali.
Sementara itu, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten TTU turut membeberkan data mengenai dampak cuaca ekstrem beberapa hari terakhir, yang memperparah situasi dengan meningkatkan debit banjir di Kali Noemuti. Cuaca buruk ini menambah tantangan yang dihadapi para petani selain ancaman dari aktivitas tambang.
Mengambil tindakan cepat sangatlah dibutuhkan untuk mencegah kerugian yang lebih besar bagi masyarakat. Upaya penyelidikan dan verifikasi yang dilakukan Polres TTU merupakan langkah awal yang perlu diikuti dengan tindakan konkret. Pemerintah daerah bersama instansi terkait harus segera mencari solusi terbaik demi menjaga kelestarian lingkungan dan menjamin keberlangsungan hidup para petani di wilayah tersebut. Dengan adanya koordinasi yang baik antara para pihak, diharapkan aktivitas penambangan yang merugikan dapat dicegah, dan kesejahteraan warga sekitar Kali Noemuti dapat terjamin.