Jakarta - Pada Selasa, 4 Februari 2025, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia secara resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara (RUU BUMN) menjadi Undang-Undang. Pengesahan ini mengatur berbagai aspek penting termasuk pembentukan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara).
Menteri Badan Usaha Milik Negara, Erick Thohir, dalam Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, mengumumkan pembentukan BPI Danantara. "Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara secara resmi didirikan dan dibentuk," ujarnya menegaskan komitmen pemerintah dalam rangka konsolidasi pengelolaan BUMN dan optimalisasi dividen serta investasi, Rabu, 5 Februari 2025.
RUU BUMN ini sudah ditunggu-tunggu, karena dinilai mampu memberikan kerangka kebijakan yang lebih kuat dalam mengelola aset-aset negara dan meningkatkan transparansi operasi BUMN. Erick Thohir menekankan, "Penegasan terkait pengelolaan aset BUMN sesuai prinsip tata kelola perusahaan yang baik dilakukan secara akuntabilitas dan sesuai peraturan perundang-undangan."
Terobosan ini mendapat apresiasi dari banyak pihak, termasuk kalangan akademisi. Ekonom STIE YKP Yogyakarta, Aditya Hera Nurmoko, memandang regulasi ini sebagai langkah maju dalam meningkatkan tata kelola dan daya saing BUMN. Menurutnya, RUU BUMN dapat meningkatkan kepastian hukum pengelolaan aset negara serta menambah transparansi operasional BUMN. "Pemisahan fungsi regulasi dan operator dalam RUU ini adalah salah satu langkah meningkatkan efisiensi dan menghindari konflik kepentingan di dalam BUMN," ujar Aditya dalam keterangannya, Rabu, 5 Februari 2025.
Lebih lanjut, Aditya menyoroti keberadaan BPI Danantara sebagai kunci peningkatan akuntabilitas dalam pengelolaan aset BUMN. "Sehingga tidak hanya menjadi beban, tetapi justru menjadi sumber pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan," tambahnya. Ini sejalan dengan upaya pemerintah memposisikan BUMN sebagai salah satu pilar utama pembangunan ekonomi nasional.
Salah satu aspek menonjol dari RUU BUMN adalah kewajiban BUMN untuk mendorong pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) serta koperasi. Menurut Aditya, ketentuan ini berpotensi memberikan efek positif signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi lokal dan pemberdayaan masyarakat. Namun, dia mengingatkan bahwa implementasi RUU ini bergantung pada komitmen kuat dan pengawasan dari berbagai pihak terkait.
Pengembangan BPI Danantara dijelaskan sebagai inisiatif untuk menciptakan sebuah superholding BUMN yang dapat mengelola kekayaan negara dengan lebih optimal dan efisien. Diperkirakan, total aset awal yang akan dikelola mencapai Rp 9.085 triliun atau sekitar US$ 605 miliar, yang akan digunakan untuk mendukung pendanaan proyek strategis pemerintah di luar Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
BPI Danantara ditargetkan untuk mengoordinasi aset dari Indonesia Investment Authority (INA) dan tujuh BUMN besar, yaitu Bank Mandiri, BRI, PLN, Pertamina, BNI, Telkom Indonesia, dan MIND ID. Dalam jangka pendek, badan ini memiliki beberapa peluang signifikan, termasuk model yang mirip dengan Temasek dari Singapura, yang dapat menarik investor strategis global, serta penawaran pendanaan alternatif untuk proyek-proyek strategis seperti hilirisasi industri dan infrastruktur yang menjadi fokus pemerintah.
Namun, ada tantangan yang harus dihadapi sebelum BPI Danantara dapat mulai beroperasi, yaitu belum adanya payung hukum yang jelas dan tantangan dalam tata kelola yang harus diselesaikan secepatnya. Secara keseluruhan, dengan berbagai pengaturan baru dalam RUU BUMN, diharapkan bahwa perusahaan milik negara dapat beroperasi lebih profesional, transparan, dan kompetitif di pasar global.
Keseluruhan kebijakan ini diharapkan dapat memacu investasi asing lebih lanjut dan memperkuat peran BUMN dalam pembangunan nasional ke depan. BPI Danantara berpotensi menjadi ujung tombak dalam inovasi pengelolaan kekayaan negara, mengundang perhatian investor, dan mempercepat pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.