Jakarta – Aliansi Jurnalis Independen, berkolaborasi dengan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH), mengadakan kampanye bertema "Sorotan PSN Pembangkit Listrik Tenaga Uap atau PLTU di Jawa Barat". Acara ini berlangsung di Gedung Indonesia Menggugat (GIM) di Kota Bandung dan mengundang perhatian sekitar 70 peserta yang berasal dari berbagai kalangan, termasuk masyarakat umum dan mahasiswa.
Kampanye ini memfokuskan perhatian pada dampak pembangunan PLTU di Jawa Barat yang menjadi bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN). Acara yang diprakarsai bersama dengan Yayasan Kurawal dan bermitra dengan Tempo Witness ini menampilkan diskusi dan talkshow yang diisi oleh empat narasumber berkaliber: Direktur LBH Bandung Heri Pramono, Direktur Walhi Jabar Wahyudin, akademisi Universitas Padjadjaran yang juga anggota Tim Kajian Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup Jawa Barat, Erri Megantara, serta Analis Ketahanan Energi Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Rabu, 5 Februari 2025.
Heart Pramono, Direktur LBH Bandung, menegaskan bahwa dari PLTU yang tersebar di Jawa Barat seperti PLTU Pelabuhan Ratu di Sukabumi, PLTU 1 Indramayu, serta PLTU 1 dan 2 di Cirebon, dua PLTU di Indramayu dan Tanjung Jati A belum beroperasi. "Kedua PLTU itu kami gugat terkait rencana keberadaan dan izin dampak lingkungannya. Sampai sekarang, pembangunannya belum bisa dilakukan," ujarnya.
LBH telah mengajukan gugatan hukum di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta, menuntut Menteri Energi Sumber Daya Mineral untuk mencabut PLTU Tanjung Jati dari Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL). Sebelumnya, gugatan juga dilayangkan pada PLTU 2 Indramayu dengan kapasitas 2.000 megawatt (MW). Menurut Heri Pramono, "pengeluaran izin tidak sesuai kewenangan dan tanpa adanya Surat Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup (SKKLH)". LBH juga menyoroti minimnya informasi dan partisipasi warga sekitar terhadap pengambilan keputusan pembangunan PLTU ini.
Menurut Direktur Walhi Jabar, Wahyudin, pembangunan PSN kerap mengabaikan hak-hak asasi manusia dan lingkungan sekitar. Ia mengatakan, "Kegiatan pembangunan ini sering dipaksakan pemerintah tanpa mempedulikan dampak lingkungan dan keselamatan manusia." Sebagai contoh, mata pencaharian nelayan terancam dengan akses ikan yang semakin jauh dan terbatas. Pada wilayah daratan, lahan produktif masyarakat diambil untuk pembangunan PLTU. Riset mengenai dampak kesehatan masyarakat Indramayu menunjukkan peningkatan penyakit infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) di kawasan tersebut.
Pembangunan PLTU juga menciptakan dilema kebijakan co-firing, yang menggabungkan batubara dengan biomassa untuk pembakaran. Walhi menemukan pelepasan emisi baru sebesar 26,48 juta ton akibat penggunaan Hutan Tanaman Energi dan Industri Sawdust di Jawa Barat. Sosialisasi yang tidak efektif dan tidak partisipatif menunjukkan banyak proyek yang gagal, seperti yang terjadi di Sukabumi, di mana penyemaian tanaman energi dilakukan hanya untuk ditinggalkan.
Erri Megantara, akademisi dan anggota Tim Kajian Lingkungan, menyatakan bahwa isu mendasar bukanlah proyek PSN, melainkan pengurusannya. "Permasalahan yang muncul membuat kehadiran negara seolah-olah tidak ada," katanya. Menurut Erri, jika proyek dilaksanakan dengan benar dari awal, warga tidak akan protes, khususnya jika kompensasi lebih menguntungkan. Ia berharap bahwa analisis dampak lingkungan (amdal) menjadi instrumen efektif dalam memastikan keberlanjutan proyek.
Analis Ketahanan Energi, Arnold Mateus, menjelaskan bahwa dinasnya tidak memiliki wewenang dalam pelaksanaan proyek berskala besar ini. "Proyek ini direncanakan sejak pemerintahan Jokowi pada 2016 untuk memenuhi proyeksi kebutuhan energi listrik di Jawa, Madura, dan Bali," katanya. Namun, seiring waktu proyeksi ini mungkin tidak sesuai dengan pertumbuhan konsumsi energi listrik.
Terkait teknologi carbon capture storage (CCS) yang diusulkan sebagai solusi emisi PLTU, Arnold menyebutkan bahwa, meskipun teoritis mungkin, implementasinya belum banyak terjadi karena biaya investasi yang relatif tinggi dan skema jual beli karbon yang kompleks. "Teknologi untuk mengendalikan emisi dari cerobong PLTU seharusnya bisa diterapkan lebih dulu," ujarnya menekankan pentingnya langkah-langkah awal dalam menangani emisi.
Melalui kampanye ini, peserta diajak untuk lebih kritis dan aktif dalam memahami serta ikut andil dalam menentukan keberlanjutan proyek-proyek energi di Indonesia. Kolaborasi antara LSM, lembaga hukum, dan akademisi menjadi langkah awal yang solid untuk memastikan pembangunan tidak hanya menguntungkan ekonomi tetapi juga mempertimbangkan aspek sosial dan lingkungan.