Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia menguak kasus dugaan korupsi yang melibatkan PT Pertamina (Persero) terkait pengelolaan minyak mentah dan produk kilang selama periode 2018 hingga 2023. Penyelidikan ini memfokuskan pada tata kelola minyak bumi dan peran kontraktor kontrak kerjasama (KKKS) dalam memenuhi kebutuhan minyak dalam negeri.
Kasus ini mencuat setelah Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar menjelaskan dalam konferensi pers, bahwa permasalahan bermula dari penerbitan Peraturan Menteri ESDM Nomor 42 tahun 2018. Peraturan tersebut menekankan prioritas pemanfaatan minyak bumi untuk kebutuhan domestik, mewajibkan PT Pertamina mencari dan menggunakan minyak yang diproduksi dalam negeri, Selasa, 11 Februari 2025.
"Tujuan dari peraturan ini adalah agar PT Pertamina dapat memenuhi kebutuhan minyak dalam negeri dengan memanfaatkan minyak yang diproduksi di dalam negeri dan berkolaborasi dengan KKKS," ujar Harli Siregar.
Namun, perjalanan implementasi kebijakan ini tidak berjalan mulus. Menurut Harli, jika Pertamina menolak penawaran minyak dalam negeri dari pihak swasta, hal tersebut bisa menjadi dasar bagi perusahaan untuk mengajukan rekomendasi ekspor, sebagai salah satu syarat persetujuan ekspor.
Lebih lanjut, Harli mengungkapkan kejanggalan selama periode waktu ini, di mana KKKS swasta bersama Pertamina, yang diwakili oleh ISJ dan/atau PT KPI, diduga mencoba menghindari kesepakatan pemanfaatan minyak dalam negeri. Kejadian ini berlangsung dengan berbagai cara yang disinyalir melanggar aturan.
"Pada saat yang sama, terjadi pengurangan kapasitas intake produksi kilang dengan dalih penurunan produksi akibat Covid-19. Namun ironisnya, PT Pertamina malah melakukan impor minyak mentah untuk memenuhi kebutuhan kilang," jelas Harli.
Dalam proses penyelidikan ini, Kejagung melakukan penggeledahan intensif di beberapa lokasi terkait. Penggeledahan yang dimulai sekitar pukul 11.00 WIB dan berakhir sekitar pukul 18.00 WIB ini berhasil mengamankan barang-barang bukti penting. Penyidik menemukan lima kotak dokumen, 15 unit ponsel, satu unit laptop, dan empat soft file yang berisi data-data elektronik.
Kejagung berkomitmen mengusut tuntas kasus ini, dengan harapan bisa menyajikan bukti-bukti yang sahih dan mendukung dalam persidangan nantinya.
Di pihak lain, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menunjukkan sikap kooperatif terkait investigasi ini. Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama Kementerian ESDM, Chrisnawan Anditya menegaskan bahwa pihaknya menghormati proses hukum yang berjalan dan siap bekerja sama dengan Kejagung.
"Kami menghormati proses hukum ini dan siap bekerja sama dengan Kejagung, dengan tetap mengedepankan asas praduga tak bersalah," ujar Chrisnawan Anditya.
Kasus dugaan korupsi di PT Pertamina ini menyentak perhatian publik dan pelaku industri migas. Di tengah upaya pemulihan ekonomi pasca-pandemi, Indonesia dihadapkan pada tantangan besar dalam menjaga transparansi dan akuntabilitas pengelolaan sumber daya alamnya.
Melalui langkah tegas Kejagung, diharapkan kasus ini dapat menjadi pelajaran bagi perusahaan dan instansi terkait untuk lebih memahami serta mematuhi regulasi yang ada. Kejagung berjanji akan terus mengembangkan penyelidikan ini demi memperoleh keadilan dan mencegah terulangnya insiden serupa di masa depan.
Dengan pendekatan transparansi dan penegakan hukum yang konsisten, Indonesia dapat memperbaiki tata kelola industri minyaknya, sehingga dapat memberikan manfaat maksimal bagi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat.