JAKARTA — Di tengah gempuran ketidakpastian global akibat memanasnya tensi perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok, harga batu bara justru menunjukkan pergerakan yang tak terduga. Komoditas energi andalan Indonesia ini berhasil keluar dari tekanan, memutus tren penurunan harga yang telah terjadi selama tiga hari berturut-turut.
Mengacu pada data dari Refinitiv, per 7 April 2025, harga batu bara tercatat sebesar US$98,9 per ton. Angka ini mencerminkan kenaikan sebesar 0,92% dibandingkan penutupan sebelumnya pada 4 April 2025 yang hanya mencapai US$98 per ton. Kenaikan ini menjadi angin segar bagi pelaku industri dan pasar global yang selama beberapa hari terakhir terus dibayangi kekhawatiran akibat kebijakan tarif baru dari Presiden Amerika Serikat, Donald Trump.
Apresiasi harga batu bara ini memang cukup mengejutkan banyak pihak. Pasalnya, selama tiga hari sebelumnya, tren harga terus mengalami pelemahan seiring ketidakpastian global. Kenaikan ini tidak hanya sekadar angka, tetapi juga membawa pesan positif bagi negara-negara produsen batu bara, terutama Indonesia, yang selama ini menjadikan batu bara sebagai salah satu sumber devisa utama.
Kenaikan harga ini juga sekaligus mematahkan asumsi bahwa komoditas batu bara akan terus tertekan di bawah bayang-bayang kebijakan proteksionis AS. Presiden AS, Donald Trump, sebelumnya mengumumkan tarif impor tambahan yang menyasar produk-produk dari Tiongkok. Kebijakan ini sempat memicu ketegangan dan menekan harga berbagai komoditas energi, termasuk batu bara.
Namun, di luar dugaan, batu bara justru menunjukkan ketahanan yang luar biasa. Faktor utama yang mendorong penguatan harga batu bara kali ini adalah optimisme pelaku pasar terhadap prospek permintaan global, terutama dari negara-negara Asia seperti India dan Tiongkok. Kedua negara ini dikenal sebagai konsumen batu bara terbesar di dunia dan diperkirakan akan terus meningkatkan permintaan seiring dengan pertumbuhan kebutuhan energi dalam negeri.
Para analis pasar energi juga mencatat, meskipun tekanan eksternal dari kebijakan tarif Amerika Serikat masih membayangi, fundamental pasar batu bara tetap solid. Permintaan yang stabil dari sektor pembangkit listrik dan industri berat menjadi penopang utama bagi kestabilan harga komoditas ini.
"Pemulihan harga batu bara yang terjadi saat ini mencerminkan ketahanan pasar terhadap tekanan eksternal," ujar salah satu analis energi dari Refinitiv, dikutip dalam laporan harian mereka.
Menurut analis tersebut, tren positif ini juga dipengaruhi oleh adanya gangguan pasokan dari beberapa negara pengekspor batu bara seperti Australia, yang mengalami gangguan logistik akibat cuaca buruk dan hambatan infrastruktur. Kondisi ini secara otomatis mempersempit pasokan global dan memberikan ruang bagi harga untuk kembali menguat.
Selain itu, kebijakan energi di negara-negara konsumen utama juga turut mendorong permintaan batu bara tetap tinggi. India, misalnya, dalam beberapa bulan terakhir meningkatkan impor batu bara untuk memenuhi kebutuhan energi dalam negeri yang terus bertumbuh. Hal ini dilakukan guna mengatasi defisit pasokan domestik yang disebabkan oleh kendala produksi dalam negeri.
“India telah memperlihatkan lonjakan permintaan batu bara yang signifikan. Ini menjadi pendorong utama stabilitas harga global, termasuk batu bara Indonesia,” ujar analis energi tersebut.
Sementara itu, dari sisi domestik, kenaikan harga batu bara ini tentu disambut positif oleh para pelaku usaha di sektor pertambangan. Kenaikan ini diharapkan mampu memperkuat kontribusi sektor batu bara terhadap perekonomian nasional, khususnya dalam hal penerimaan negara dari ekspor dan royalti.
Pemerintah Indonesia sendiri terus memantau perkembangan harga batu bara global dengan cermat. Melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), pemerintah memastikan bahwa sektor batu bara tetap menjadi salah satu pilar ketahanan energi nasional, sembari berupaya untuk menyeimbangkan antara kebutuhan ekspor dan pemenuhan kebutuhan dalam negeri.
"Stabilitas harga batu bara global memberikan harapan positif bagi industri pertambangan nasional. Kami berharap momentum ini bisa terus berlanjut sehingga memberikan kontribusi optimal bagi pertumbuhan ekonomi," ungkap pejabat ESDM yang tidak disebutkan namanya dalam pernyataan resminya.
Di sisi lain, para eksportir batu bara di Indonesia melihat peluang untuk meningkatkan volume ekspor dalam beberapa bulan ke depan. Dengan harga yang mulai menguat, mereka optimistis dapat memaksimalkan pendapatan sekaligus menjaga daya saing di pasar internasional.
Namun demikian, mereka juga mengingatkan agar pemerintah terus memperkuat diplomasi dagang guna memastikan akses pasar tetap terbuka, terutama di tengah dinamika kebijakan proteksionis yang sedang berlangsung.
"Kami berharap pemerintah terus memperkuat hubungan dagang dengan negara-negara tujuan ekspor utama, agar akses pasar batu bara kita tidak terganggu," ujar salah satu eksportir batu bara yang enggan disebutkan namanya.
Sejalan dengan itu, pengamat ekonomi energi dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Abra Talattov, menilai bahwa kenaikan harga batu bara ini akan memberikan dampak ganda bagi perekonomian Indonesia.
"Selain meningkatkan pendapatan ekspor, kenaikan harga batu bara juga berpotensi meningkatkan penerimaan negara dari royalti dan pajak. Ini tentu kabar baik di tengah upaya pemerintah menggenjot penerimaan negara," jelas Abra.
Namun, Abra juga mengingatkan pentingnya diversifikasi ekonomi agar Indonesia tidak terlalu bergantung pada komoditas batu bara. Menurutnya, pemerintah harus tetap waspada terhadap fluktuasi harga komoditas global dan terus mendorong hilirisasi untuk menciptakan nilai tambah di dalam negeri.
Sebagai kesimpulan, di tengah gempuran perang dagang dan tekanan eksternal, batu bara berhasil mencatatkan kemenangan tak terduga. Momentum positif ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebaik mungkin oleh pemerintah dan pelaku industri untuk memperkuat sektor energi nasional sekaligus menjaga stabilitas ekonomi.
Dengan permintaan yang tetap tinggi dan potensi gangguan pasokan dari negara pesaing, peluang bagi batu bara untuk terus bersinar di pasar global tampaknya masih terbuka lebar. Saat ini, harapan besar tertuju pada langkah strategis pemerintah dan sinergi seluruh pemangku kepentingan agar potensi tersebut dapat diwujudkan secara optimal.