JAKARTA - Pemerintah Indonesia terus memperkuat komitmennya dalam mendorong hilirisasi berbagai komoditas unggulan nasional. Salah satu yang kini menjadi prioritas adalah pengembangan industri rumput laut, sebagai langkah strategis untuk meningkatkan nilai tambah sekaligus mendukung kesejahteraan masyarakat pesisir.
Hal tersebut ditegaskan oleh Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala BKPM, Rosan Perkasa Roeslani, dalam acara International Conference on Infrastructure (ICI) 2025 yang digelar secara daring dan dipantau melalui akun YouTube Kementerian Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan.
“Jadi kita akan memfokuskan juga pada industri rumput laut,” ujar Rosan dalam paparannya.
Menurut Rosan, penguatan industri berbasis rumput laut merupakan bagian dari program hilirisasi yang digagas oleh pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif, khususnya bagi masyarakat yang menggantungkan hidup dari sektor perikanan dan kelautan.
Indonesia saat ini merupakan produsen rumput laut terbesar kedua di dunia, sehingga memiliki potensi besar untuk meningkatkan nilai tambah melalui pengembangan industri pengolahan berbasis bahan baku lokal.
“Indonesia ini punya potensi yang sangat besar di sektor kelautan, termasuk rumput laut. Kalau kita bisa hilirisasi dengan baik, nilai tambahnya akan jauh lebih besar dan manfaatnya bisa dirasakan oleh masyarakat pesisir,” kata Rosan.
Hilirisasi Jadi Kunci Pertumbuhan Ekonomi Berkelanjutan
Lebih lanjut, Rosan menuturkan bahwa Kementerian Investasi tidak hanya bertugas mendorong investasi baru, tetapi juga menjadi motor utama program hilirisasi industri di Indonesia. Tujuannya adalah menciptakan efek ganda (multiplier effect) terhadap perekonomian nasional, termasuk di sektor kelautan dan perikanan.
Selama ini, hilirisasi telah menunjukkan dampak positif di sektor pertambangan, terutama komoditas nikel, yang berhasil meningkatkan nilai ekspor Indonesia secara signifikan.
Sebagai informasi, Indonesia merupakan negara dengan cadangan nikel terbesar di dunia, mencapai 42 persen dari total cadangan global. Sebagian besar cadangan tersebut tersebar di Sulawesi dan Maluku, yang kini sedang dikembangkan menjadi pusat industri pengolahan nikel untuk memenuhi kebutuhan global, termasuk untuk produksi baterai kendaraan listrik.
“Hilirisasi nikel menjadi contoh nyata bagaimana kebijakan pemerintah mampu mendongkrak ekspor dan menciptakan lapangan kerja. Hal yang sama juga akan kita terapkan untuk rumput laut,” ujar Rosan.
Rumput Laut Nonhidrokoloid Jadi Andalan Diversifikasi Produk
Sementara itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) turut mendukung langkah pemerintah dalam memperkuat hilirisasi rumput laut. Fokus pengembangan diarahkan pada produk olahan nonhidrokoloid agar industri rumput laut tidak hanya terpaku pada produk konvensional seperti agar-agar atau karaginan.
Menurut Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP) KKP, Tornanda Syaifullah, potensi pasar global untuk produk olahan rumput laut nonhidrokoloid sangat besar, mencakup berbagai sektor seperti nutrisi kesehatan, pertanian, hingga industri ramah lingkungan.
“Diperlukan inovasi produk olahan rumput laut nonhidrokoloid seperti suplemen nutrisi, pakan, biostimulan, bioplastik, kosmetik, dan bahan kemasan ramah lingkungan. Dengan demikian, hilirisasi ini akan membuka peluang usaha yang menjanjikan,” tegas Tornanda.
Beberapa contoh produk yang potensial antara lain bioplastik sebagai solusi pengganti plastik konvensional, biostimulan untuk pertanian ramah lingkungan, serta pakan ternak berbahan dasar rumput laut yang kaya akan nutrisi.
Berdasarkan laporan Precedence Research, pasar global rumput laut nonhidrokoloid seperti biostimulan dan pakan ternak diproyeksikan memiliki nilai hingga 4,36 miliar dolar AS pada tahun 2024, bahkan diprediksi tumbuh menjadi 12,85 miliar dolar AS pada tahun 2034 dengan tingkat pertumbuhan tahunan (CAGR) sebesar 11,42 persen.
Selain itu, The World Bank juga memperkirakan bahwa pasar rumput laut untuk pakan ternak akan mencapai 1,2 miliar dolar AS pada 2030, dan terus meningkat menjadi 6,4 miliar dolar AS pada 2050, didorong oleh kebutuhan untuk praktik pertanian berkelanjutan dan pengurangan emisi karbon.
KKP Siapkan Peta Jalan Pengembangan Industri Rumput Laut 2025–2029
Melihat potensi besar tersebut, KKP menyatakan kesiapannya untuk berkontribusi dalam menyusun peta jalan dan rencana aksi nasional pengembangan industri rumput laut terpadu periode 2025–2029.
Langkah ini dinilai penting agar semua pihak terkait memiliki acuan yang jelas dalam mendorong pengembangan industri rumput laut, mulai dari peningkatan kapasitas produksi, pengembangan inovasi produk, hingga strategi pemasaran ke pasar internasional.
“KKP akan berkontribusi menyiapkan masukan peta jalan dan rencana aksi nasional pengembangan industri rumput laut terpadu 2025–2029,” tambah Tornanda.
Selain itu, KKP juga mendukung program riset dan pengembangan terkait budidaya rumput laut. Salah satunya melalui pembentukan bank benih rumput laut yang diinisiasi oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) untuk mengatasi kekurangan bibit unggul dan meningkatkan produktivitas.
Langkah ini juga diperkuat dengan inovasi ilmiah, seperti pengembangan bibit rumput laut adaptif yang tahan penyakit dan sesuai dengan berbagai kondisi lingkungan perairan di Indonesia.
Penguatan Hilirisasi untuk Kesejahteraan Petani Pesisir
Program hilirisasi industri rumput laut yang dicanangkan pemerintah bertujuan tidak hanya untuk mendorong pertumbuhan industri dalam negeri, tetapi juga untuk meningkatkan kesejahteraan para pembudidaya yang sebagian besar merupakan masyarakat pesisir.
Dengan masuknya investasi baru di sektor industri rumput laut, diharapkan akan terbuka peluang lapangan kerja baru, serta mendorong transfer teknologi kepada masyarakat lokal.
“Kita ingin agar masyarakat pesisir tidak hanya menjadi pemasok bahan mentah, tetapi bisa ikut menikmati nilai tambah dari industri yang berkembang,” ujar Rosan.
Komitmen Pemerintah Perkuat Sektor Kelautan
Pemerintah melalui berbagai kementerian dan lembaga akan terus mendorong agar hilirisasi rumput laut menjadi program prioritas nasional. Dengan potensi alam Indonesia yang sangat besar dan letaknya yang strategis sebagai negara kepulauan, sektor kelautan diproyeksikan akan menjadi salah satu pilar penting bagi pembangunan ekonomi berkelanjutan ke depan.
“Dengan fokus pada hilirisasi rumput laut dan komoditas lainnya, Indonesia tidak hanya menjadi negara penghasil bahan mentah, tetapi juga pemain penting dalam rantai pasok global produk berbasis kelautan,” pungkas Rosan.
Dengan langkah-langkah konkret seperti penyusunan peta jalan, pembentukan bank benih, hingga diversifikasi produk, hilirisasi rumput laut diharapkan akan menjadi penopang baru bagi perekonomian nasional, sekaligus membawa kesejahteraan nyata bagi masyarakat pesisir Indonesia.