BPJS Kesehatan Jadi Sorotan, 144 Penyakit Tak Ditanggung,Ini Penjelasannya
- Selasa, 10 Juni 2025

JAKARTA - Publik dibuat geger dengan beredarnya informasi mengenai 144 penyakit yang disebut-sebut tidak ditanggung oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Kabar ini menimbulkan kegelisahan di tengah masyarakat yang menggantungkan kebutuhan pelayanan kesehatan mereka pada program jaminan kesehatan nasional tersebut.
Informasi tersebut menjadi polemik setelah daftar tersebut viral di berbagai platform media sosial. Banyak pihak menganggap kebijakan ini sebagai bentuk "lempar tanggung jawab" dari negara terhadap rakyatnya yang membutuhkan perlindungan kesehatan.
Namun, BPJS Kesehatan segera memberikan klarifikasi terkait isu ini. Corporate Communication BPJS Kesehatan, Iqbal Anas Ma'ruf, menegaskan bahwa tidak benar ada 144 penyakit yang tidak ditanggung. Ia menjelaskan bahwa semua penyakit tersebut tetap dijamin dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), dengan catatan mengikuti prosedur berjenjang sesuai aturan yang berlaku.
Baca JugaTiket Kapal Pelni Diskon 50 Persen Selama Libur Sekolah Juni Sampai Juli 2025, Yuk Manfaatkan!
"Penyakit-penyakit itu tetap dijamin oleh Program JKN. Namun, penanganannya harus dilakukan terlebih dahulu di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP), seperti puskesmas atau klinik, sesuai ketentuan sistem rujukan berjenjang," ujar Iqbal.
Sistem berjenjang ini diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 28 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Program JKN. Tujuannya adalah agar layanan kesehatan lebih efisien, dan rumah sakit tidak dipenuhi oleh pasien dengan penyakit ringan yang seharusnya bisa diselesaikan di FKTP.
Namun, di lapangan, penerapan sistem ini kerap menuai kendala. Banyak fasilitas kesehatan tingkat pertama di berbagai daerah belum memiliki alat yang memadai atau tenaga medis spesialis yang mumpuni. Hal ini membuat pasien sering kali terjebak, harus bolak-balik dari FKTP tanpa mendapatkan solusi yang tepat.
"Kami tidak menutup mata terhadap fakta bahwa masih ada FKTP yang fasilitasnya belum memadai. Oleh karena itu, perlu ada sinergi dengan pemerintah daerah agar pelayanan di FKTP terus ditingkatkan," tambah Iqbal.
Realitas ini menimbulkan pertanyaan besar di kalangan masyarakat. Apakah sistem kesehatan Indonesia, khususnya FKTP, sudah cukup siap untuk menanggung beban sistem rujukan berjenjang ini? Terlebih jika menyangkut penyakit-penyakit kronis dan serius yang membutuhkan penanganan cepat dan alat medis canggih.
Sebagai perbandingan, layanan kesehatan gratis di luar negeri kerap dijadikan tolok ukur. Di Inggris, misalnya, National Health Service (NHS) memberikan layanan kesehatan gratis sepenuhnya di titik layanan. Semua pembiayaan berasal dari pajak, termasuk untuk tindakan lanjutan seperti operasi dan pemindaian. Meski demikian, NHS juga menghadapi tantangan berupa antrean panjang dan keterbatasan tenaga medis.
Di Amerika Serikat, sistemnya berbasis asuransi swasta, yang biayanya sangat mahal. Berdasarkan laporan Kaiser Family Foundation (KFF), premi tahunan untuk asuransi individu mencapai lebih dari US$8.000. Meski teknologinya maju, banyak warga yang tidak mampu membayar premi mahal.
Sementara itu, di Jerman, setiap warga wajib memiliki asuransi kesehatan, baik dari sistem statutory health insurance (SHI) atau private health insurance (PHI). Meski SHI bersifat universal, layanan kesehatan untuk pengguna PHI umumnya lebih cepat. Namun, sistem ini tetap menyediakan akses universal tanpa membatasi jenis penyakit di tingkat fasilitas kesehatan primer.
Di Indonesia, masalahnya bukan semata ada atau tidaknya jaminan, melainkan kesiapan fasilitas dan pelaksanaan sistem rujukan itu sendiri. Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan dan BPJS Kesehatan diharapkan tidak hanya menegakkan aturan, tetapi juga memastikan bahwa FKTP benar-benar siap menjadi garda terdepan pelayanan kesehatan.
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Indonesia, Dr. Erwin Kristanto, menilai bahwa langkah BPJS Kesehatan memperjelas kebijakan ini sudah tepat. Namun, ia menyoroti pentingnya pembenahan fasilitas dan sumber daya manusia di FKTP.
"Fasilitas kesehatan tingkat pertama harus dipastikan memiliki peralatan memadai dan dokter yang kompeten agar masyarakat tidak terjebak dalam birokrasi rujukan yang mempersulit mereka mendapatkan layanan lanjutan di rumah sakit," tegas Erwin.
Ia menambahkan bahwa kebijakan ini jangan sampai hanya menjadi instrumen untuk efisiensi anggaran tanpa mempertimbangkan kesiapan infrastruktur kesehatan yang ada. "Efisiensi boleh, tapi jangan sampai pelayanan publik justru menjadi korban," imbuhnya.
Di sisi lain, berbagai testimoni masyarakat menunjukkan adanya kesulitan nyata dalam mengakses pelayanan kesehatan. Keluhan seperti harus bolak-balik ke puskesmas karena tidak ada dokter atau ditolak rujukan ke rumah sakit masih sering terdengar.
Dalam kasus penyakit kronis, seperti penyakit jantung, ginjal, hingga gangguan neurologis, penanganan yang lambat justru bisa berujung fatal. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem berjenjang ini.
"Kami memahami kegelisahan masyarakat. Oleh sebab itu, BPJS Kesehatan akan terus berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan dan pemerintah daerah agar implementasi sistem berjenjang dapat berjalan dengan optimal," kata Iqbal.
Kesimpulannya, klaim bahwa ada 144 penyakit yang tidak ditanggung BPJS Kesehatan adalah tidak benar. Penyakit-penyakit tersebut tetap masuk dalam cakupan JKN, namun dengan prosedur yang mengikuti sistem berjenjang. Tantangannya kini adalah bagaimana memastikan FKTP benar-benar mampu memberikan layanan yang optimal sebelum pasien dirujuk ke rumah sakit.
Ke depan, pemerintah diharapkan lebih serius membenahi infrastruktur kesehatan, meningkatkan kualitas pelayanan di FKTP, serta memastikan hak masyarakat untuk mendapatkan layanan kesehatan yang layak tetap menjadi prioritas utama.
Dengan komitmen yang kuat dari seluruh pihak, sistem jaminan kesehatan nasional Indonesia dapat menjadi instrumen perlindungan yang adil dan merata bagi seluruh masyarakat.

Mazroh Atul Jannah
Energika.id adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
Rayakan Iduladha 1446H, PLN Salurkan Daging Kurban di Berbagai Daerah
- Minggu, 08 Juni 2025
PLN Sukses Hadirkan Listrik Andal di Laga Krusial Indonesia Lawan China
- Sabtu, 07 Juni 2025
Jelang Iduladha 1446 H, PLN Siaga Jaga Listrik Andal di Seluruh Tanah Air
- Kamis, 05 Juni 2025