Industri Sepeda Motor Listrik di Indonesia Masih Menanti Kejelasan Insentif Pemerintah
- Rabu, 11 Juni 2025

JAKARTA - Industri sepeda motor listrik di Indonesia tengah berada dalam fase krusial. Setelah sempat mengalami lonjakan penjualan pada 2024 berkat program subsidi hingga Rp7 juta per unit dari pemerintah, kini pasar justru lesu. Penyebab utamanya adalah ketidakpastian mengenai kelanjutan insentif tersebut, yang membuat konsumen menahan diri untuk membeli.
Ketua Asosiasi Industri Sepeda Motor Listrik Indonesia (AISMOLI), Budi Setiyadi, mengungkapkan kondisi memprihatinkan yang terjadi di lapangan. Ia menyebutkan stok sepeda motor listrik kini menumpuk di berbagai dealer dan pabrikan. "Customer nunggu stop buying untuk menunggu insentif subsidi," ujar Budi.
Menurutnya, situasi diperparah dengan daya beli masyarakat yang memang tengah menurun. "Daya beli menurun juga kan. Penyebab utama masyarakat stop buying karena menunggu keputusan pemerintah," tegas Budi.
Baca JugaGoPay Resmi Jadi Metode Pembayaran di Lazada, Ada Promo Diskon hingga 50 Persen untuk Pengguna
Ketidakpastian Kebijakan Jadi Penghalang
Hingga saat ini, belum ada keputusan resmi mengenai kelanjutan program insentif, baik dari segi skema maupun besaran nominalnya. Hal ini menempatkan pelaku industri dalam posisi serba salah. Mereka sudah memproduksi, bahkan memasarkan produk, namun respons pasar tetap rendah karena publik memilih untuk menunggu kejelasan dari pemerintah.
"Insentif tetap dilanjutkan, cuma yang kita tunggu kepastian besarannya dan juga menyangkut skemanya," ungkap Budi.
Pada Januari 2025 lalu, laporan dari BukamataNews mencatat penjualan sepeda motor listrik tahun 2024 mengalami lonjakan tajam karena adanya subsidi. Namun memasuki awal 2025, tren itu anjlok tajam. Penjualan hanya mencapai sekitar 10 persen dari volume normal yang biasa dicapai.
Insentif Menjadi Kunci Pendorong Penjualan
Banyak pengamat menyoroti pentingnya insentif dalam mendorong transisi masyarakat ke kendaraan listrik. Direktur Eksekutif Energy Watch, Daymas Arangga Radiandra, berpendapat bahwa insentif tidak hanya sebatas subsidi harga kendaraan saja, tetapi harus dirancang lebih tepat sasaran. "Subsidi harus ditujukan langsung kepada konsumen agar lebih efisien," jelasnya.
Sementara itu, pengamat energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi, mengingatkan bahwa faktor harga hanyalah satu bagian dari tantangan adopsi kendaraan listrik. "Yang harus diperhatikan juga infrastruktur pengisian, ketersediaan bengkel, serta harga kendaraan bekas," kata Fahmy.
Regulasi Tinggal Tunggu Kepastian Resmi
Dalam laporan Listrik Indonesia, diketahui bahwa regulasi insentif masih dalam tahap perumusan oleh pemerintah. Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, dan kementerian terkait lainnya masih menyusun detail skema. Ketua AISMOLI berharap proses tersebut segera selesai. "Perlu percepatan supaya nggak menggantung seperti sekarang ini," tegas Budi Setiyadi.
Organisasi otomotif seperti Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO) juga menegaskan bahwa proses penyusunan kebijakan ini memang kompleks. Namun, dukungan penuh tetap diberikan oleh pelaku industri agar insentif tersebut dapat segera terealisasi.
Tantangan Rantai Pasok
Selain soal insentif, persoalan rantai pasok juga menjadi tantangan utama dalam pengembangan industri motor listrik di Indonesia. Budi Setiyadi menyebutkan bahwa ketersediaan suku cadang lokal masih terbatas. Oleh karena itu, ia berharap kebijakan insentif dapat dibarengi dengan upaya penguatan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).
Pakar dari Bloomberg Technoz, Novint, juga menambahkan bahwa skema insentif idealnya harus dikaitkan dengan TKDN agar dapat mendorong perkembangan industri dalam negeri. "Subsidi penuh bisa diberikan untuk kendaraan dengan TKDN tinggi, sehingga selain menumbuhkan pasar, kualitas produksi lokal juga ikut meningkat," paparnya.
Data dari Kementerian Perhubungan menunjukkan bahwa hingga September 2023, hanya sekitar 66.000 unit Sertifikat Registrasi Uji Tipe (SRUT) untuk sepeda motor listrik baru yang diterbitkan, dari target 200.000 unit. Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menilai rendahnya realisasi ini karena kurangnya kolaborasi lintas instansi terkait.
Insentif untuk Semua Jenis Kendaraan Listrik
Dalam upaya mempercepat elektrifikasi kendaraan, pemerintah juga mempertimbangkan skema insentif untuk semua jenis kendaraan listrik (electric vehicle/EV), baik roda dua maupun roda empat. Salah satu wacana yang muncul adalah memberikan insentif dalam bentuk persentase sesuai dengan capaian TKDN.
Menurut Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, insentif masih sangat diperlukan hingga akhir 2024, bahkan bisa berlanjut tergantung dinamika pasar dan kesiapan infrastruktur.
"Insentif masih dibutuhkan untuk meringankan beban konsumen sekaligus mendorong pertumbuhan industri EV nasional," ujarnya.
GAIKINDO juga menyatakan kesiapan menunggu implementasi kebijakan ini, seraya memastikan aktivitas manufaktur tetap berjalan normal. "Kami dukung penuh agar implementasi insentif dapat mendorong transisi ke kendaraan listrik," kata perwakilan GAIKINDO.
Industri Butuh Kejelasan dan Percepatan
Secara umum, ada tiga tantangan utama yang dihadapi industri sepeda motor listrik nasional:
Ketidakpastian regulasi insentif.
Keterbatasan infrastruktur pendukung.
Rantai pasok suku cadang lokal yang belum optimal.
Jika pemerintah dapat segera memberikan kepastian regulasi dengan skema insentif yang tepat sasaran serta mendukung penguatan industri lokal, maka momentum transisi ke kendaraan listrik bisa kembali meningkat.
"Kita butuh percepatan dan kejelasan dari pemerintah agar masyarakat mau kembali beli," pungkas Budi Setiyadi.
Dengan sinergi antara pemerintah, industri, dan masyarakat, harapan Indonesia untuk menjadi pemain utama dalam industri kendaraan listrik dapat terwujud.

Mazroh Atul Jannah
Energika.id adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.