
JAKARTA - Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes), kini semakin memperkuat langkah nyata dalam menanggulangi penyakit kusta yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di sejumlah daerah. Fokus utamanya: mengeliminasi penyakit yang sering kali dikaitkan dengan stigma sosial ini sepenuhnya pada tahun 2030.
Upaya itu terlihat dalam sejumlah kegiatan layanan kesehatan primer di daerah, seperti di Puskesmas Sirnajaya, Serang Baru, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, yang menjadi salah satu titik perhatian penanganan kusta. Seorang pasien kusta tampak sedang menjalani sesi konsultasi langsung dengan dokter. Momen ini menjadi gambaran dari kerja berkelanjutan yang dilakukan pemerintah dalam memastikan akses pengobatan kusta tetap tersedia bagi masyarakat yang membutuhkan.
Kemenkes tidak hanya menjalankan penanganan berbasis layanan kuratif, tapi juga memperkuat upaya eliminasi melalui pemetaan wilayah dengan prevalensi tinggi. Terdapat lima daerah yang hingga saat ini masih mencatat angka kasus kusta cukup tinggi, yaitu Kabupaten Brebes, Kabupaten Tangerang, Kabupaten Bekasi, Kota Jayapura, dan Kabupaten Sampang. Kelima wilayah tersebut masuk dalam prioritas intervensi nasional untuk mempercepat pencapaian target bebas kusta pada 2030.
Baca Juga
Kusta, atau lepra, merupakan penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae. Penyakit ini menyerang kulit, sistem saraf tepi, serta mukosa saluran pernapasan bagian atas. Jika tidak ditangani secara tepat dan dini, kusta dapat menimbulkan disabilitas permanen dan memicu beban psikososial yang berat, tidak hanya bagi penderita, tapi juga keluarganya.
Melalui target eliminasi tahun 2030, Kemenkes ingin memastikan Indonesia mampu mencapai angka kasus kusta kurang dari 1 per 10.000 penduduk, sebagaimana standar yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Untuk itu, diperlukan strategi terpadu mulai dari penguatan deteksi dini, pengobatan yang tepat, hingga penghapusan stigma sosial yang masih melekat kuat terhadap para penyintas kusta.
Kegiatan konsultasi rutin seperti yang dilakukan di Puskesmas Sirnajaya merupakan bagian dari implementasi program tersebut. Pasien kusta yang datang berkonsultasi tidak hanya menerima pengobatan medis, tapi juga pendampingan psikologis dan edukasi terkait pola hidup sehat serta kepatuhan berobat. Langkah ini menjadi penting untuk mencegah kecacatan lebih lanjut dan mengurangi angka putus berobat.
Salah satu tantangan besar dalam eliminasi kusta adalah rendahnya kesadaran masyarakat terhadap gejala awal penyakit ini. Banyak penderita datang berobat dalam kondisi sudah parah, karena malu atau takut dikucilkan. Hal inilah yang berupaya diubah oleh Kemenkes melalui pendekatan berbasis komunitas dan pelibatan kader kesehatan lokal.
Selain edukasi dan layanan langsung, pemerintah juga menyiapkan peningkatan kapasitas tenaga medis di daerah-daerah endemis. Petugas puskesmas dan rumah sakit diberikan pelatihan tentang tata laksana kusta yang sesuai standar WHO, agar mereka mampu memberikan pelayanan terbaik sesuai prosedur.
Tak hanya itu, Kemenkes bekerja sama dengan organisasi non-pemerintah dan lembaga internasional dalam memperkuat kampanye anti-diskriminasi. Program pemulihan sosial bagi pasien yang telah sembuh juga dikembangkan untuk membantu mereka kembali menjalani kehidupan normal tanpa stigma.
Kabupaten Bekasi, salah satu dari lima daerah dengan prevalensi tinggi kusta, menjadi contoh penting bagaimana komitmen daerah sangat dibutuhkan dalam mendukung program nasional. Dukungan dari dinas kesehatan setempat serta kerja sama lintas sektor sangat menentukan keberhasilan program ini.
Kota Jayapura dan Kabupaten Sampang pun masuk dalam daftar wilayah prioritas, mengingat kondisi geografis dan sosial yang cukup kompleks. Di wilayah seperti ini, Kemenkes menggandeng tokoh masyarakat dan pemuka agama untuk ikut serta menyuarakan pentingnya deteksi dini dan pengobatan kusta tanpa prasangka.
Target eliminasi kusta pada 2030 memang bukan hal mudah, namun dengan intervensi menyeluruh, pemerintah yakin Indonesia bisa keluar dari daftar negara dengan beban kusta tertinggi di kawasan Asia Tenggara. Saat ini, Indonesia masih tercatat sebagai salah satu dari tiga negara di dunia dengan jumlah kasus kusta baru terbanyak setiap tahunnya, bersama India dan Brasil.
Untuk itu, program eliminasi tidak bisa berjalan hanya dengan pendekatan kesehatan semata. Perlu ada kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, sektor swasta, dan media untuk membentuk ekosistem dukungan yang luas dan inklusif.
Penyakit kusta memang dapat disembuhkan secara medis melalui pengobatan multidrug therapy (MDT) yang disediakan gratis oleh pemerintah. Namun perjuangan untuk benar-benar menghilangkan penyakit ini dari Indonesia juga harus mencakup upaya menghapus diskriminasi dan mengembalikan martabat para penyintas.
Dengan semua langkah tersebut, harapan menuju Indonesia bebas kusta pada tahun 2030 bukanlah utopia. Itu adalah target yang dapat dicapai jika seluruh elemen bangsa bersatu menghadapinya—dimulai dari puskesmas kecil di pelosok desa, hingga ruang-ruang kebijakan di tingkat pusat.

Mazroh Atul Jannah
Energika.id adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
Terpopuler
1.
Edukasi Pasar Modal untuk ASN Badung
- 25 Juli 2025
2.
Harga iPhone 11 Pro Max Turun Tajam Agustus 2025
- 25 Juli 2025
3.
7 Wisata Alam Hits di Purbalingga
- 25 Juli 2025
4.
Film Baru Netflix Agustus 2025
- 25 Juli 2025
5.
BYD Atto 1: Dynamic vs Premium
- 25 Juli 2025