
JAKARTA - Harga batu bara global mengalami penguatan pada Senin, 25 Agustus 2025, didorong oleh kombinasi faktor permintaan dari China dan perubahan regulasi di Indonesia.Kenaikan ini mencerminkan sentimen positif pasar terhadap prospek energi fosil di tengah transisi menuju energi bersih.
Menurut data perdagangan, harga batu bara Newcastle untuk Agustus 2025 tetap di level US$ 111,3 per ton. Sementara itu, kontrak September 2025 naik US$ 1,5 menjadi US$ 100,35 per ton dan Oktober 2025 meningkat US$ 1,6 menjadi US$ 101,1 per ton. Di sisi lain, harga batu bara Rotterdam untuk Agustus 2025 naik US$ 0,55 menjadi US$ 100,4, kontrak September naik US$ 1,5 menjadi US$ 100,35, dan Oktober meningkat US$ 1,6 menjadi US$ 101,1.
Lonjakan Pembangunan Pembangkit Batu Bara di China
Baca Juga
Dikutip dari Reuters, China membangun 21 gigawatt (GW) kapasitas pembangkit listrik tenaga batu bara pada paruh pertama 2025, jumlah tertinggi sejak 2016. Laporan Centre for Research on Energy and Clean Air (CREA) yang berbasis di Helsinki mencatat, lonjakan pembangunan ini merupakan respons tertunda dari izin-izin pembangunan yang diberikan pada 2022–2023.
“Lonjakan pembangunan pada 2025 mencerminkan respons tertunda dari maraknya izin pembangunan pada 2022–2023,” tulis penulis laporan CREA. Peningkatan kapasitas ini sebagian besar dipicu oleh krisis listrik dan pemadaman pada 2021–2022, saat gangguan pasokan dan kenaikan harga batu bara bersamaan dengan pengetatan standar emisi, bertepatan dengan fase pemulihan ekonomi China dari pandemi.
Proyeksi dari China Electricity Council menunjukkan bahwa hingga 80 GW kapasitas pembangkit batu bara bisa selesai dibangun sepanjang 2025. Jika target ini tercapai, tahun ini akan menjadi periode penambahan kapasitas baru terbesar dalam satu dekade. Namun, persetujuan proyek baru pada paruh pertama 2025 tercatat sedikit menurun menjadi 25 GW dibandingkan beberapa tahun terakhir.
Kebijakan Indonesia Dorong Fleksibilitas Penjualan
Di sisi lain, Indonesia mencabut aturan penggunaan harga acuan pemerintah (HBA) sebagai dasar penjualan mineral dan batu bara, sebagaimana tertuang dalam keputusan Kementerian ESDM yang ditinjau Senin, 25 Agustus 2025. Dengan keputusan ini, perusahaan tambang kini dapat menjual batu bara di bawah harga acuan pemerintah, meski pungutan produksi dan kewajiban pajak tetap dihitung berdasarkan HBA.
Sebelumnya, Jakarta mewajibkan penggunaan HBA sejak 1 Maret 2025 untuk memperketat pengendalian nilai transaksi domestik dan ekspor. Namun, pasar lebih memilih menggunakan Indonesian Coal Index (ICI) karena harga acuan pemerintah dianggap kurang transparan, jarang diperbarui, dan relatif lebih mahal.
Selain batu bara, pemerintah juga menerbitkan harga acuan untuk produk tambang lain, termasuk nikel, tembaga, timah, kobalt, dan bauksit. Selama paruh pertama tahun ini, Indonesia mengekspor 238 juta ton batu bara termal, naik 20% dibanding periode yang sama tahun lalu, menunjukkan permintaan global yang tetap kuat.
Sentimen Positif dari Perdagangan dan Infrastruktur
Kenaikan harga batu bara juga didukung oleh optimisme pasar terkait permintaan energi dari sektor pembangkit listrik. Pembangunan kapasitas baru di China, salah satu konsumen terbesar batu bara dunia, memberikan sinyal permintaan yang stabil untuk komoditas ini.
Kombinasi faktor internasional dan domestik—dari pembangunan pembangkit listrik hingga fleksibilitas harga di Indonesia—menjadi katalis bagi penguatan harga batu bara. Pelaku pasar kini mencermati perkembangan kapasitas pembangkit China yang dapat mempengaruhi permintaan batu bara global sepanjang tahun ini.
Dampak Terhadap Ekspor dan Industri Batu Bara
Dengan pencabutan HBA, perusahaan tambang memiliki fleksibilitas lebih dalam menentukan harga jual, sehingga berpotensi meningkatkan daya saing ekspor. Volume ekspor yang meningkat sebesar 20% pada paruh pertama 2025 menegaskan bahwa pasar global masih menyerap produksi batu bara Indonesia secara signifikan.
Selain itu, sentimen positif juga tercermin dari kontrak-kontrak jangka pendek dan perdagangan spot yang menunjukkan peningkatan harga di pasar internasional. Hal ini diharapkan mendukung stabilitas industri batu bara domestik dan mendorong investasi dalam pembangunan infrastruktur energi.
Prospek ke Depan
Melihat tren saat ini, harga batu bara diperkirakan tetap didukung oleh permintaan dari pembangkit listrik di Asia, terutama China, serta fleksibilitas harga domestik di Indonesia. Lonjakan pembangunan kapasitas di China dan keputusan pemerintah Indonesia terkait HBA memberikan optimisme bagi industri batu bara, meski pasar global tetap harus waspada terhadap dinamika energi terbarukan dan kebijakan lingkungan yang lebih ketat.
Dengan adanya kombinasi sentimen positif dari sisi permintaan dan kebijakan, industri batu bara Indonesia memiliki peluang untuk memaksimalkan penjualan di pasar global dan domestik, sekaligus menjaga stabilitas harga di tengah fluktuasi ekonomi internasional.

Mazroh Atul Jannah
Energika.id adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
Terpopuler
1.
Rumah Murah di Pekanbaru, Mulai Rp123 Juta
- 26 Agustus 2025
2.
12 Perumahan Elit di Bandung: Hunian Mewah di Berbagai Kawasan
- 26 Agustus 2025
3.
Kementerian ESDM Pastikan Akses Listrik ke Setiap Desa
- 26 Agustus 2025
4.
Proyek Tol Probowangi, Motor Ekonomi Timur Jawa Timur
- 26 Agustus 2025
5.
Kereta Api Antar Kota: Surabaya ke Sidoarjo Praktis dan Nyaman
- 26 Agustus 2025