Transportasi Jakarta sebagai Model Transformasi Sistemik untuk Daerah Lain
- Senin, 11 Agustus 2025

JAKARTA - Perbaikan transportasi umum di Jakarta bukan sekadar perubahan lokal, melainkan menjadi contoh berharga yang bisa diadopsi oleh daerah lain di Indonesia. Menurut Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), kunci keberhasilan pembenahan transportasi Jakarta terletak pada kesinambungan kebijakan yang berkelanjutan dan terintegrasi.
Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah MTI Pusat, Djoko Setijowarno, menegaskan bahwa keberhasilan transportasi umum membutuhkan waktu panjang. “Kesinambungan adalah kunci. Kebijakan transportasi membutuhkan waktu lebih 10 tahun untuk berbuah,” ujarnya.
Jakarta telah berhasil membangun layanan transportasi yang saling terhubung, mulai dari mikrotrans, bus, hingga kereta api, serta kolaborasi lintas daerah yang erat. Inovasi seperti layanan Transjakarta yang beroperasi 24 jam, trotoar yang ramah pejalan kaki, dan integrasi tarif antar moda menjadi bukti nyata dari keberlanjutan kebijakan yang dijalankan dari masa ke masa.
Baca JugaHarga Sembako Yogyakarta 11 Agustus 2025: Naik Turunnya Harga Cabai
Sejarah transformasi transportasi Jakarta dimulai pada era Gubernur Sutiyoso (2004–2007) dengan peluncuran koridor 1 Transjakarta, yang sekaligus menjadi sistem Bus Rapid Transit (BRT) pertama di Asia Tenggara. Sutiyoso juga meletakkan dasar hukum melalui Pola Transportasi Makro (PTM), yang menjadi cetak biru pengembangan transportasi Ibu Kota. Djoko menilai, “Tanpa terobosan ini, Jakarta mungkin masih terperangkap dalam kemacetan abadi.”
Kemudian pada masa Gubernur Fauzi Bowo (2007–2012), terjadi transformasi kelembagaan Transjakarta menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) yang memberi fleksibilitas operasional lebih baik. Sementara itu, di era Gubernur Joko Widodo (2012–2014), regulasi terkait penyelenggaraan BRT diterbitkan, menjamin alokasi anggaran jangka panjang, peremajaan armada, dan penerapan sistem kontrak operator berbasis Service Level Agreement (SLA).
Perhatian juga diberikan pada infrastruktur pendukung seperti trotoar dan jalur sepeda, yang membuat ruang publik menjadi lebih manusiawi. Kursi untuk pejalan kaki yang ingin beristirahat mulai dipasang di beberapa titik. Masa ini juga menyaksikan peluncuran MRT Jakarta fase 1 dengan rute Lebak Bulus – Bundaran HI sepanjang 15,8 kilometer.
Selanjutnya, pada era Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (2014–2017), integrasi angkot ke dalam sistem BRT sebagai layanan feeder memberikan akses lebih luas bagi warga pinggiran kota. Pembatasan kendaraan bermotor pribadi di kawasan utama seperti Jalan Jenderal Sudirman dan Thamrin juga mulai diterapkan. Djoko mengungkapkan, “Kebijakan ini menyatukan angkutan kecil dengan transportasi massal, sekaligus membuka akses bagi warga pinggiran.”
Jaringan Transjakarta pun semakin meluas dengan 13 koridor yang membentang dari Taman Mini hingga Kalideres, dan dari Lebak Bulus hingga Pulogadung. Perluasan ini membawa kemudahan mobilitas warga dalam kawasan yang padat.
Pada masa Gubernur Anies Baswedan (2017–2022), perbaikan infrastruktur terus berlanjut dengan pembangunan trotoar sepanjang 500 kilometer dan jalur sepeda permanen yang menghubungkan pusat kota. Kawasan integrasi antarmoda seperti Bundaran HI, CSW, dan Dukuh Atas pun disulap menjadi ruang hidup yang ramah bagi pejalan kaki dan pengguna transportasi umum. Puncaknya adalah layanan terpadu JakLingko yang menggabungkan berbagai moda transportasi seperti MRT, LRT, TransJakarta, dan KRL ke dalam satu kartu.
Era Penjabat Gubernur Heru Budi dan Gubernur Pramono Anung melanjutkan integrasi Jabodetabek sebagai satu ekosistem transportasi. Tarif regional yang terintegrasi menggunakan kartu JakLingko mempercepat dan memangkas biaya perpindahan antar moda. Pemerintah juga memberikan insentif fiskal kepada daerah penyangga yang mengembangkan BRT feeder dan memberikan layanan gratis untuk 15 golongan warga Jakarta menggunakan Bus Transjakarta.
Hasilnya nyata: volume kendaraan pribadi yang memasuki Jakarta turun sebesar 18 persen dalam periode 2023 hingga 2025, dan waktu tempuh rute Bekasi–Jakarta berkurang hingga 40 menit. Angkutan umum kini telah menjangkau 89,5 persen wilayah Jakarta, menjadikan kota ini bukan lagi yang termacet di Indonesia.
Berdasarkan Indeks TomTom Traffic 2024, posisi Jakarta berada di peringkat kelima nasional dan 90 dunia, sebuah pencapaian yang menunjukkan transformasi sistemik yang telah berjalan konsisten sejak 2004. Djoko menekankan, “Tidak ada kota yang gagal membangun transportasi umum karena kurang dana, melainkan karena kurang keberanian untuk melanjutkan.”
Pembenahan transportasi Jakarta ini menjadi pelajaran penting bagi kota-kota lain di Indonesia. Kesuksesan yang dicapai adalah hasil dari kebijakan berkelanjutan yang berani dijalankan dan disempurnakan dari waktu ke waktu, bukan sekadar proyek sesaat. Dengan mengambil contoh ini, daerah lain dapat mengembangkan sistem transportasi yang efektif, terintegrasi, dan berkelanjutan demi meningkatkan kualitas hidup warganya.

Mazroh Atul Jannah
Energika.id adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
Terpopuler
1.
2.
3.
Diskon Tambah Daya PLN 50 Persen Sambut Kemerdekaan
- 11 Agustus 2025
4.
Garuda Indonesia Masuk Daftar Maskapai Paling Tepat Waktu
- 11 Agustus 2025
5.
Tambah Perjalanan Kereta Api Sambut Libur Panjang HUT RI ke 80
- 11 Agustus 2025