JAKARTA - Perekonomian Indonesia pada tahun 2025 tengah menghadapi serangkaian tantangan yang memengaruhi stabilitas ekonomi nasional. Gejolak ekonomi domestik semakin terasa seiring dengan turunnya daya beli masyarakat dan ketidakpastian global yang dipicu oleh kebijakan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Menghadapi situasi tersebut, sektor perbankan Indonesia mulai mengambil langkah-langkah antisipasi untuk mengurangi dampak buruk dari ketidakpastian ekonomi yang melanda.
Menurut laporan terbaru dari Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia yang dirilis pada Maret 2025, terdapat gejala anomali konsumsi rumah tangga menjelang Lebaran, yang berimbas pada penurunan daya beli. Dalam laporan berjudul “CORE Insight: Awas Anomali Konsumsi Jelang Lebaran 2025,” CORE mencatat adanya tren deflasi yang signifikan pada awal tahun 2025. Badan Pusat Statistik (BPS) pun mencatat bahwa deflasi Februari 2025 tercatat sebesar -0,09 persen secara tahunan, -0,48 persen secara bulanan, dan -1,24 persen secara year-to-date.
Dampak Ketidakpastian Ekonomi Terhadap Konsumsi dan Daya Beli
Ketidakpastian ekonomi, baik yang bersumber dari domestik maupun global, telah menyebabkan penurunan daya beli yang cukup signifikan. Konsumsi rumah tangga, yang merupakan salah satu pilar utama perekonomian Indonesia, tertekan oleh berbagai faktor, termasuk dampak dari kebijakan moneter global yang ketat dan ketidakstabilan politik internasional. Keputusan Presiden AS, Donald Trump, untuk menunda kebijakan tarif impor yang semula direncanakan, juga turut memperburuk sentimen pasar dan memicu ketidakpastian ekonomi di berbagai negara, termasuk Indonesia.
“Deflasi yang terjadi pada awal tahun 2025 mencerminkan penurunan konsumsi masyarakat. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk penurunan daya beli yang dipicu oleh harga barang yang lebih rendah serta ketidakpastian ekonomi domestik dan global yang belum berakhir,” ujar Muhamad Faisal, Ekonom dari CORE Indonesia, dalam penjelasan terkait laporan tersebut.
Meskipun deflasi dapat memberikan dampak positif dalam bentuk penurunan harga barang, hal ini justru menandakan adanya penurunan permintaan barang dan jasa, yang menjadi indikator utama pelemahan konsumsi rumah tangga. Konsumsi rumah tangga yang menurun akan berdampak langsung pada sektor-sektor yang bergantung pada belanja konsumen, seperti sektor retail, makanan dan minuman, serta sektor transportasi.
Respons Sektor Perbankan terhadap Ketidakpastian Ekonomi
Untuk mengatasi dampak dari ketidakpastian ekonomi ini, sektor perbankan Indonesia pun mulai mengantisipasi dengan berbagai strategi dan langkah-langkah mitigasi. Sebagai lembaga yang berperan penting dalam menjaga stabilitas ekonomi, bank-bank di Indonesia menyiapkan sejumlah kebijakan untuk mendukung perekonomian, terutama dalam hal likuiditas dan penyaluran kredit.
Menurut Agus Martowardojo, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sektor perbankan saat ini sudah memperkuat pengawasan terhadap sektor-sektor yang rawan terdampak, seperti sektor ritel dan industri kecil. “Kami sudah melihat adanya penurunan daya beli di masyarakat, sehingga sektor perbankan perlu melakukan pengelolaan risiko yang lebih ketat, terutama dalam pemberian kredit kepada sektor yang lebih rentan,” ujar Agus dalam sebuah pernyataan resmi.
Lebih lanjut, OJK juga memastikan bahwa likuiditas di sektor perbankan Indonesia tetap terjaga dengan baik meskipun di tengah kondisi ekonomi yang penuh ketidakpastian. Untuk itu, OJK juga mendorong bank-bank untuk meningkatkan penyaluran kredit produktif yang lebih selektif dan berbasis pada analisis risiko yang lebih ketat.
Salah satu strategi yang diterapkan oleh perbankan adalah fokus pada penguatan sektor kredit yang lebih berorientasi pada produktivitas, seperti sektor infrastruktur dan sektor yang berorientasi ekspor. Sebagai contoh, beberapa bank besar Indonesia telah meningkatkan porsi kredit pada sektor konstruksi dan manufaktur, yang dianggap lebih tahan terhadap gejolak ekonomi dibandingkan dengan sektor konsumsi.
Selain itu, perbankan juga berupaya untuk meningkatkan digitalisasi layanan agar masyarakat tetap dapat mengakses layanan perbankan meskipun dalam situasi ekonomi yang sulit. Digital banking dan produk-produk finansial berbasis teknologi menjadi solusi bagi perbankan untuk tetap menjaga konektivitas dengan nasabah dan memastikan sistem keuangan tetap berjalan dengan baik.
Ketidakpastian Global Memicu Resiko Sistemik
Selain faktor domestik, ketidakpastian ekonomi global juga memberikan dampak yang signifikan terhadap perekonomian Indonesia. Ketegangan perdagangan internasional, khususnya yang melibatkan Amerika Serikat dan negara-negara besar lainnya, terus memberikan tekanan terhadap sektor-sektor yang bergantung pada perdagangan global. Hal ini, pada gilirannya, mempengaruhi stabilitas nilai tukar rupiah dan inflasi, yang menjadi tantangan tersendiri bagi sektor perbankan dalam menjaga stabilitas ekonomi domestik.
Ekonom senior, Prof. A. Hadiwidjaja, mengungkapkan bahwa ketidakpastian global saat ini menjadi salah satu faktor penting yang harus diwaspadai oleh sektor perbankan. “Perekonomian Indonesia saat ini tidak hanya dipengaruhi oleh kondisi domestik, tetapi juga oleh dinamika global yang dapat mempengaruhi daya tarik investasi asing serta stabilitas nilai tukar rupiah. Oleh karena itu, sektor perbankan harus memiliki ketahanan yang cukup kuat dalam menghadapi potensi dampak negatif dari ketidakpastian ini,” ujarnya dalam diskusi panel ekonomi yang digelar oleh Universitas Indonesia.
Untuk itu, sektor perbankan juga diminta untuk lebih proaktif dalam melindungi stabilitas sistem keuangan nasional. Salah satu langkah yang ditempuh adalah memperkuat kerjasama antar bank, baik dalam hal pengelolaan risiko sistemik maupun dalam hal likuiditas. Sektor perbankan juga disarankan untuk lebih fokus pada penguatan modal dan cadangan likuiditas untuk menghadapi ketidakpastian yang mungkin terjadi dalam jangka pendek.
Menghadapi ketidakpastian ekonomi yang disebabkan oleh anomali konsumsi domestik dan ketegangan global, sektor perbankan Indonesia harus meningkatkan kewaspadaan dan terus beradaptasi dengan situasi yang ada. Dalam upaya mengantisipasi dampak negatif dari ketidakpastian ini, perbankan perlu memperkuat pengelolaan risiko kredit, menjaga likuiditas, dan mengedepankan digitalisasi layanan agar dapat terus memberikan dukungan terhadap perekonomian nasional.
Dengan langkah-langkah mitigasi yang tepat dan pengawasan yang ketat, diharapkan sektor perbankan dapat bertahan melalui masa ketidakpastian ini dan tetap berfungsi sebagai salah satu pilar utama dalam menjaga stabilitas ekonomi Indonesia.