JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Kemenkop UKM) tengah mempersiapkan langkah besar dalam memperluas jangkauan perlindungan hukum dan pemberdayaan ekonomi terhadap kelompok pelaku usaha informal, termasuk pengemudi ojek online. Revisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM menjadi prioritas yang akan diajukan pada tahun 2026 mendatang, dengan fokus utama memasukkan pengemudi ojek online sebagai bagian dari kategori pengusaha mikro.
Langkah ini dinilai penting untuk memberikan payung hukum yang jelas bagi jutaan pengemudi ojek online di Indonesia, yang selama ini belum tercakup secara resmi dalam kebijakan pemberdayaan UMKM. Dalam konferensi pers yang digelar di Jakarta pada Selasa, 15 April 2025, Menteri Koperasi dan UKM Maman Abdurrahman menyampaikan bahwa rencana revisi ini merupakan hasil dari dialog intensif antara kementerian dan sejumlah asosiasi pengemudi ojek online.
“Kementerian UMKM akan memperlakukan ojek online sebagai pengusaha UMKM. Artinya, mereka akan berhak atas berbagai fasilitas dan insentif yang selama ini ditujukan bagi pengusaha UMKM,” ujar Menteri Maman.
Perlindungan Hukum dan Akses Insentif
Dengan memasukkan pengemudi ojek online ke dalam klasifikasi pelaku usaha mikro, mereka akan memperoleh akses terhadap berbagai program perlindungan dan pemberdayaan yang selama ini hanya diperuntukkan bagi UMKM konvensional. Menurut Menteri Maman, hal ini menjadi bentuk keberpihakan negara terhadap sektor informal yang kontribusinya signifikan dalam menopang perekonomian nasional.
Lebih lanjut, Menteri Maman menjelaskan lima bentuk fasilitas utama yang dapat diakses oleh pengemudi ojek online jika revisi UU UMKM ini diberlakukan:
Akses Subsidi BBM dan LPG 3 Kg
Pengemudi ojek online nantinya akan mendapatkan hak atas subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan LPG 3 kilogram sebagaimana yang diterima oleh pelaku UMKM lainnya. Ini diharapkan dapat meringankan beban operasional harian mereka, khususnya di tengah fluktuasi harga energi.
Kredit Usaha Rakyat (KUR) hingga Rp100 Juta Tanpa Agunan Tambahan
Akses terhadap pembiayaan menjadi fokus utama dalam pemberdayaan ojek online. Melalui program KUR, pengemudi ojek online bisa memperoleh pinjaman modal usaha hingga Rp100 juta dengan bunga rendah, yakni 6 persen per tahun, tanpa perlu menyerahkan agunan tambahan.
“Ini akan menjadi peluang besar bagi para pengemudi ojek online yang ingin meningkatkan kapasitas usaha atau mendiversifikasi penghasilan mereka. Mereka tidak hanya akan mendapat pengakuan, tapi juga akses yang konkret untuk berkembang,” terang Maman.
Insentif Tarif Pajak Penghasilan (PPh) Final
Pengemudi ojek online yang memiliki omzet di bawah Rp4,8 miliar per tahun akan dikenakan tarif PPh Final sebesar 0,5 persen, sesuai ketentuan yang berlaku untuk pelaku UMKM. Kebijakan ini diharapkan mendorong mereka untuk mendaftar dan tertib dalam aspek perpajakan.
Pelatihan dan Peningkatan Kapasitas Usaha
Kementerian UMKM juga menjanjikan akses terhadap pelatihan keterampilan, literasi keuangan, serta peningkatan kapasitas usaha bagi para mitra ojek online. Program ini akan dilakukan secara terstruktur bekerja sama dengan komunitas dan platform digital yang selama ini menjadi ekosistem utama mereka.
Kemudahan Administrasi dan Regulasi Khusus
Dalam naskah revisi yang sedang disusun, pemerintah juga tengah membahas kemungkinan kemudahan administrasi bagi pengemudi ojek online dalam hal perizinan usaha mikro, sertifikasi, hingga perlindungan jaminan sosial.
Tanggapan Soal Bonus Hari Raya
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Maman juga menanggapi pertanyaan soal pemberian bonus Hari Raya Idulfitri yang dilakukan sejumlah perusahaan e-commerce kepada mitra pengemudi ojek online. Ia menilai inisiatif tersebut sebagai bentuk apresiasi dan empati dari perusahaan terhadap kontribusi para mitra pengemudi.
“Karena ini sifatnya bonus dan bukan kewajiban hukum, kami kembalikan kepada masing-masing platform untuk memberikan apresiasi kepada para mitra pengemudi. Ini soal rasa dan empati terhadap para pekerja lapangan yang telah menopang keberlangsungan bisnis mereka,” ujar Menteri Maman.
Ia menegaskan bahwa meskipun belum menjadi kewajiban legal, pemerintah mendorong kolaborasi antara sektor swasta dan publik dalam menciptakan ekosistem kerja yang berkeadilan dan berkelanjutan bagi pekerja ekonomi digital.
Transformasi Regulasi UMKM
Revisi UU UMKM ini juga merupakan bagian dari langkah besar pemerintah dalam menyesuaikan regulasi dengan perkembangan ekonomi digital. Jumlah pengemudi ojek online di Indonesia diperkirakan mencapai lebih dari 5 juta orang, dan mayoritas bekerja dalam sistem kemitraan yang belum memiliki kejelasan status hukum yang pasti.
Transformasi digital yang semakin pesat membuat batas antara pekerja dan pengusaha semakin kabur. Karena itu, klasifikasi baru seperti yang diusulkan dalam revisi UU UMKM ini diharapkan dapat menjadi jawaban atas kekosongan hukum yang selama ini dirasakan oleh para pelaku ekonomi gig (gig economy).
Kementerian UMKM juga disebut akan berkoordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait lainnya, termasuk Kementerian Perhubungan dan Kementerian Keuangan, agar integrasi pengemudi ojek online ke dalam ekosistem UMKM berjalan secara sinergis.
Tahapan Selanjutnya
Rancangan revisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 ini dijadwalkan akan masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2026. Sebelum itu, Kemenkop UKM akan membuka ruang partisipasi publik, termasuk dari asosiasi pengemudi dan masyarakat sipil, guna menyempurnakan substansi revisi.
“Kami ingin regulasi ini tidak hanya legal formal, tapi juga menyentuh kebutuhan riil di lapangan. Kita ingin para pengemudi ojek online benar-benar merasa memiliki negara,” tutur Menteri Maman.
Kebijakan ini menjadi angin segar bagi jutaan pekerja ojek online yang selama ini merasa belum memiliki tempat dalam sistem perlindungan sosial dan ekonomi. Dengan pengakuan sebagai pelaku usaha mikro, mereka tidak hanya akan mendapatkan legitimasi hukum, tetapi juga akses terhadap kebijakan yang inklusif dan berpihak.