JAKARTA - Cuaca ekstrem dan tak menentu yang melanda sejumlah wilayah di Indonesia saat ini mulai menimbulkan dampak serius terhadap sektor pertanian. Salah satu yang paling terdampak adalah para petani bawang merah di Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur. Kondisi cuaca yang sulit diprediksi membuat para petani berada dalam dilema untuk melanjutkan aktivitas bercocok tanam mereka.
Biasanya, para petani bawang merah di Kabupaten Probolinggo memiliki pola tanam yang terencana, baik saat musim kemarau maupun musim hujan. Namun, perubahan cuaca yang tiba-tiba, seperti hujan deras di luar musim atau suhu panas berlebihan, membuat banyak petani ragu untuk menanam bawang merah. Risiko kerugian finansial akibat gagal panen membuat sebagian besar petani akhirnya memutuskan untuk beralih ke tanaman lain yang dianggap lebih aman dari sisi hasil panen.
Kondisi tersebut disampaikan oleh Solihin (40), salah satu petani bawang merah asal Desa Sekarkare, Kecamatan Dringu, Kabupaten Probolinggo. Ia mengaku beberapa waktu lalu lahan pertaniannya sempat kebanjiran, padahal bawang merah yang ia tanam baru berusia sekitar 30 hari.
"Waktu Idul Adha, punya saya malah kebanjiran. Untung belum waktunya dipanen," ujar Solihin.
Menurutnya, setelah mengalami banjir, kondisi tanaman bawang merah miliknya menjadi layu. Meski masih bisa diperbaiki dengan mengeringkan tanah dan menambah pupuk, Solihin mengatakan bahwa proses panen akan mengalami keterlambatan. Biasanya, bawang merah bisa dipanen dalam waktu 60 hari, namun akibat kondisi tersebut, masa panen diperkirakan akan molor.
"Kemungkinan masih bisa diperbaiki, tapi waktu panennya molor," ujarnya.
Solihin menambahkan bahwa kondisi cuaca yang tidak bersahabat membuat banyak petani di desanya memilih untuk menanam komoditas lain, seperti jagung. Menurutnya, biaya produksi untuk bawang merah cukup tinggi, sehingga jika gagal panen, kerugian yang dialami bisa sangat besar.
"Banyak yang beralih ke jagung sekarang. Petani takut karena biayanya mahal," ungkapnya.
Minimnya Stok, Harga Bawang Merah Meroket
Perubahan tren pertanian ini berdampak langsung terhadap ketersediaan stok bawang merah di pasaran. Minimnya produksi membuat pasokan berkurang secara signifikan. Data terbaru menunjukkan bahwa stok bawang merah di Pasar Bawang Dringu, salah satu sentra perdagangan bawang merah di Kabupaten Probolinggo, semakin menipis. Hingga Jumat, 14 Juni 2025, stok bawang merah di pasar tersebut hanya sekitar 20 ton.
Minimnya pasokan ini menyebabkan harga bawang merah di pasar melonjak tajam dalam beberapa minggu terakhir. Sugiyono, Koordinator Pasar Bawang Dringu, mengonfirmasi bahwa harga bawang merah mengalami kenaikan cukup signifikan dibandingkan bulan sebelumnya.
"Sekarang sudah mulai naik harga bawang merah di Pasar Dringu," ujarnya.
Sebagai perbandingan, harga bawang merah super yang sebelumnya dipatok sekitar Rp35.000 per kilogram, kini telah melonjak menjadi Rp47.000 per kilogram. Kenaikan juga terjadi pada berbagai jenis bawang merah lainnya:
Bawang merah kecil: dari Rp15.000–Rp17.000 menjadi Rp20.000–Rp22.000 per kilogram.
Bawang tanggung kecil: dari Rp20.000–Rp22.000 menjadi Rp25.000–Rp27.000 per kilogram.
Bawang merah tanggung: dari Rp24.000–Rp26.000 menjadi Rp32.000–Rp34.000 per kilogram.
Bawang tanggung besar: dari Rp28.000–Rp30.000 menjadi Rp38.000–Rp40.000 per kilogram.
Bawang besar: dari Rp31.000–Rp33.000 menjadi Rp42.000–Rp44.000 per kilogram.
Bawang super: dari Rp35.000 menjadi Rp47.000 per kilogram.
Kenaikan harga yang cukup tajam ini sejalan dengan hukum ekonomi: ketika pasokan menurun dan permintaan tetap tinggi, harga akan mengalami lonjakan.
Harga Tinggi Tak Lantas Menggoda Petani
Meski harga bawang merah di pasaran sedang tinggi, tidak semua petani tergiur untuk kembali menanam bawang merah. Para petani tetap mempertimbangkan risiko cuaca dan biaya produksi yang tinggi sebelum memutuskan untuk menanam kembali.
"Kalau harganya seperti ini terus, ya menguntungkan. Tapi, dengan risiko tinggi ini, petani masih ragu. Terlebih takutnya setelah panen malah turun harganya," jelas Solihin.
Kekhawatiran petani terhadap fluktuasi harga pascapanen sangat wajar. Pengalaman sebelumnya menunjukkan bahwa harga bawang merah kerap kali anjlok saat panen raya tiba. Sementara untuk menanam bawang merah membutuhkan modal yang tidak sedikit, mulai dari pembelian bibit, pupuk, hingga tenaga kerja.
Ancaman Produksi Nasional
Situasi yang terjadi di Kabupaten Probolinggo ini bisa menjadi gambaran kondisi yang berpotensi terjadi di berbagai daerah sentra produksi bawang merah lainnya di Indonesia. Jika cuaca ekstrem terus berlanjut dan petani enggan menanam bawang merah, bukan tidak mungkin akan terjadi krisis pasokan bawang merah di tingkat nasional.
Probolinggo selama ini dikenal sebagai salah satu daerah penghasil bawang merah terbesar di Jawa Timur. Dengan semakin minimnya produksi dari wilayah tersebut, bukan tidak mungkin efek domino akan terasa pada harga bawang merah di pasar-pasar besar Indonesia, termasuk di Jakarta, Surabaya, hingga Medan.
Langkah Antisipasi
Pemerintah daerah dan dinas pertanian setempat diharapkan segera mengambil langkah-langkah preventif guna membantu petani bawang merah mengatasi tantangan yang ada. Salah satu solusi yang dapat dilakukan adalah memberikan subsidi bibit atau pupuk, pendampingan teknis pertanian adaptif terhadap perubahan cuaca, serta memastikan ketersediaan asuransi pertanian bagi para petani bawang.
Selain itu, pemerintah juga perlu memperluas program asuransi pertanian agar petani memiliki perlindungan terhadap potensi kerugian akibat gagal panen. Dengan begitu, petani tidak perlu khawatir menghadapi kerugian besar saat cuaca ekstrem melanda.