
JAKARTA - Di tengah dorongan global untuk menekan emisi karbon dan mempercepat transisi energi bersih, Indonesia mulai melirik gasifikasi batu bara sebagai solusi antara yang realistis. Meski batu bara kerap disebut sebagai energi kotor, pendekatan baru yang mengarah pada pemanfaatannya secara lebih bersih dan efisien mulai mendapatkan momentum. Dunia usaha, dalam hal ini sektor pertambangan, menyambut baik arah kebijakan tersebut, namun tetap menekankan pentingnya kejelasan dan dukungan konkret dari pemerintah.
Salah satu bentuk dukungan terhadap pengembangan energi baru terbarukan (EBT) melalui gasifikasi batu bara disampaikan oleh Direktur Eksekutif Indonesian Mining Association (IMA), Hendra Sinadia. Ia menegaskan bahwa hilirisasi energi nasional lewat teknologi gasifikasi merupakan langkah strategis yang selaras dengan upaya global dalam mengurangi emisi karbon akibat perubahan iklim.
"Gasifikasi batu bara merupakan bentuk EBT yang kami dorong, dan saat ini kami sebagai pelaku usaha pertambangan tinggal menanti arahan dan bimbingan dari pemerintah," ungkap Hendra dalam pernyataannya di acara Energi Mineral Festival 2025 yang digelar di Hutan Kota by Plataran,
Baca Juga
Menurut Hendra, arah kebijakan energi memang tidak berada di tangan pelaku industri, melainkan berada dalam kewenangan penuh pemerintah dan pembuat undang-undang. Oleh karena itu, ia menilai bahwa keterlibatan aktif pemerintah sangat penting untuk memastikan keberlanjutan pengembangan teknologi gasifikasi, termasuk penyediaan fasilitas pembiayaan yang selama ini menjadi tantangan utama bagi industri batu bara.
Apresiasi juga diberikan kepada pemerintah yang memberikan mandat kepada PT Danantara untuk melakukan studi kelayakan proyek gasifikasi batu bara. Menurut Hendra, langkah ini menunjukkan bahwa pemerintah memahami kondisi riil di lapangan, khususnya terkait kendala pembiayaan proyek energi berbasis batu bara yang kian sulit diakses, terlebih dalam iklim ekonomi global yang penuh tantangan.
"Mudah-mudahan ini menjadi angin segar di tengah kondisi ekonomi global yang cukup menantang. Akses pembiayaan bagi pelaku usaha tambang, terutama untuk proyek berbasis batu bara, memang tidak mudah," katanya.
Sementara itu, dari sisi regulator, pemerintah juga menegaskan bahwa batu bara tetap memiliki tempat dalam peta jalan transisi energi nasional. Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba), Tri Winarno, menekankan bahwa meskipun batu bara selama ini dicitrakan sebagai sumber energi dengan tingkat polusi tinggi, perannya tetap signifikan dalam menopang ekonomi dan energi nasional.
“Seolah-olah batu bara ini industri yang sangat kotor. Padahal jika kita melihat ke belakang, revolusi industri di Eropa justru tumbuh dari batubara,” jelas Tri.
Indonesia sendiri memiliki cadangan batu bara sebesar 31,5 miliar ton dan sumber daya lebih dari 90 miliar ton, menjadikan komoditas ini sebagai bagian penting dari ketahanan energi nasional. Saat ini, batu bara masih menyumbang sekitar 40% dalam bauran energi nasional. Tidak hanya untuk kebutuhan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), batu bara juga mulai diarahkan ke proses hilirisasi, seperti diubah menjadi dimethyl ether (DME) untuk menggantikan LPG impor.
Kendati demikian, proyek pengembangan DME sebelumnya sempat menghadapi hambatan dan dianggap belum berhasil. Namun pemerintah tetap membuka pintu untuk inisiatif baru dari sektor swasta yang menawarkan pendekatan investasi yang lebih realistis dan tidak membebani anggaran negara.
Salah satu perusahaan bahkan dikabarkan mampu menghasilkan tingkat pengembalian investasi (Internal Rate of Return/IRR) di atas 15 persen hanya dengan memanfaatkan batu bara berkalori rendah. Yang lebih menarik, proyek ini tidak bergantung pada dana APBN, suatu model yang dinilai lebih berkelanjutan oleh banyak pihak.
Dalam konteks ini, pemerintah juga menekankan pentingnya penggunaan teknologi ramah lingkungan, termasuk penerapan teknologi ultra-supercritical pada PLTU serta carbon capture and storage (CCS). Kedua pendekatan ini diharapkan dapat menekan emisi gas rumah kaca, sekaligus tetap memaksimalkan potensi batu bara yang dimiliki Indonesia.
“Yang ingin kita dorong adalah bagaimana memanfaatkan batu bara dengan emisi yang rendah, tanpa mengabaikan target-target energi bersih nasional,” tegas Tri.
Secara global, tren konsumsi batu bara masih tinggi. Angkanya diperkirakan mencapai 8,9 hingga 9,1 miliar ton per tahun. Dari jumlah itu, sekitar setengahnya diserap oleh China untuk memenuhi kebutuhan listrik dan industrinya. Ini menunjukkan bahwa batu bara masih akan memainkan peran penting dalam struktur energi dunia dalam beberapa dekade ke depan.
Di Indonesia, upaya untuk menyeimbangkan kebutuhan energi dengan komitmen terhadap dekarbonisasi terus dilakukan melalui pendekatan transisi yang bertahap dan realistis. Gasifikasi batu bara, yang mampu menghasilkan produk energi alternatif seperti DME secara lebih bersih, menjadi salah satu solusi yang dinilai relevan dalam konteks ini.
Dengan dukungan regulasi, insentif investasi, serta sinergi antara pemerintah dan pelaku usaha, transformasi energi nasional diharapkan dapat terus berlanjut tanpa mengorbankan stabilitas pasokan maupun daya saing ekonomi. Dunia usaha kini hanya menunggu tindak lanjut pemerintah dalam mewujudkan kebijakan yang mampu menjembatani kebutuhan industri dan tuntutan transisi energi bersih.

Mazroh Atul Jannah
Energika.id adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
Terpopuler
1.
Cara Backup WhatsApp di Android dan iPhone
- 01 Agustus 2025
2.
Daftar iPhone yang Dapat Update iOS 26
- 01 Agustus 2025
3.
Rekomendasi Tablet Samsung Murah Agustus 2025
- 01 Agustus 2025
4.
Harga BBM Agustus: Solar Naik, Bensin Turun
- 01 Agustus 2025
5.
Tarif Listrik Agustus 2025 Masih Stabil, Ini Daftarnya
- 01 Agustus 2025