Energi Bersih Wajib Berdampak Nyata

Energi Bersih Wajib Berdampak Nyata
Energi Bersih Wajib Berdampak Nyata

JAKARTA - Transisi energi tidak hanya soal mengganti sumber daya fosil dengan energi terbarukan, tetapi juga harus menghasilkan manfaat konkret, terutama dalam hal penciptaan lapangan kerja. Hal ini menjadi penekanan utama Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Kementerian ESDM, Prahoro Yulijanto Nurtjahyo, dalam paparannya di Energi Mineral Festival 2025 yang digelar di Hutan Kota by Plataran, Jakarta.

Menurut Prahoro, diskursus mengenai transisi energi sering kali terjebak dalam retorika yang menarik secara konsep, namun minim dalam pelaksanaan nyata. Ia menegaskan bahwa keberhasilan transisi energi tidak bisa hanya dinilai dari seberapa ambisius narasi yang dibangun, tetapi dari seberapa besar proyek-proyek konkret yang dijalankan dan mampu menyerap tenaga kerja.

“Kalau tidak ada proyek, ya tidak ada pekerjaan. Sesederhana itu. Kita boleh saja membuat narasi seindah apa pun, tetapi kalau ujungnya tidak menghasilkan proyek nyata, maka tidak akan tercipta pekerjaan. Kuncinya adalah menciptakan nilai (create value) yang menghasilkan pekerjaan,” ujarnya.

Baca Juga

Green Avtur dari Minyak Jelantah Mulai Diproduksi

Salah satu contoh nyata yang disampaikan adalah proyek pembangunan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) oleh perusahaan New Wheel. Proyek ini sebenarnya memiliki potensi besar menyerap tenaga kerja, khususnya untuk instalasi panel surya. Namun kenyataannya, proses perekrutan tenaga kerja di lapangan justru terkendala oleh minimnya sumber daya manusia yang memiliki kompetensi sesuai kebutuhan.

“Faktanya di lapangan, mencari tenaga kerja yang kompeten untuk instalasi panel surya tidak mudah. Artinya, kompetensinya belum siap, dan proyek pun akhirnya tidak jalan,” lanjut Prahoro.

Ia menyoroti bahwa kesiapan SDM kini menjadi tantangan utama dalam proses transisi energi. Bukan hanya pada aspek teknologi dan investasi, melainkan juga pada kualitas tenaga kerja yang bisa langsung terjun ke proyek-proyek energi baru dan terbarukan (EBT).

Kondisi ini mendorong perlunya kerja sama multisektor yang melibatkan dunia pendidikan, industri, pemerintah, hingga media. Kolaborasi lintas sektor ini dinilai penting untuk mempercepat pemahaman publik terhadap urgensi transisi energi sekaligus mempersiapkan tenaga kerja yang adaptif.

Berdasarkan data yang dipaparkan dalam Human Capital Summit sektor energi yang berlangsung Juli lalu, BPSDM ESDM telah mengidentifikasi 3.764 jenis pekerjaan di sektor energi, termasuk yang berada di subsektor hijau. Menariknya, hanya sekitar 487 jenis pekerjaan yang benar-benar tergolong baru. Sisanya merupakan pekerjaan lama yang kini membutuhkan penyesuaian kompetensi seiring dengan berkembangnya kebutuhan sektor EBT.

“Kita sedang berada dalam masa demographic window yang sempit. Puncaknya adalah 2030, tinggal 5 tahun lagi. Kalau tidak disiapkan dari sekarang, peluang ini akan lewat begitu saja,” ungkap Prahoro mengingatkan.

Kondisi tenaga kerja Indonesia saat ini juga belum sepenuhnya menguntungkan bagi percepatan transisi energi. Dari sekitar 140 juta angkatan kerja nasional, hanya 34 juta yang memiliki latar belakang pendidikan vokasi. Lebih sedikit lagi, hanya sekitar 15 juta yang merupakan lulusan pendidikan tinggi strata satu ke atas.

Prahoro menilai bahwa angka ini menunjukkan masih lemahnya kesiapan struktural tenaga kerja untuk masuk ke dalam sektor energi masa depan. Menurutnya, pendidikan formal dan pelatihan vokasi harus mulai merespons dengan cepat perubahan kebutuhan di sektor EBT.

Ia pun mendorong agar perguruan tinggi dan lembaga pendidikan lainnya segera berbenah, terutama dalam menyusun kurikulum yang kontekstual dan relevan. Langkah ini harus ditopang oleh sistem sertifikasi kompetensi yang tepat guna menjamin bahwa lulusan pendidikan dapat langsung terserap ke dalam dunia kerja, khususnya di sektor energi berkelanjutan.

“Kita sudah punya peta jenis pekerjaan dan kompetensinya. Tinggal bagaimana itu bisa di-pickup oleh universitas dan lembaga pendidikan lainnya. Semua elemen harus bergerak bersama, karena waktu kita tinggal lima tahun,” tutup Prahoro.

Pernyataan ini menjadi pengingat bahwa transisi energi bukan semata soal keberlanjutan lingkungan, tetapi juga tentang menciptakan sistem ekonomi baru yang inklusif dan berdaya saing. Dengan arah kebijakan yang tepat dan koordinasi lintas sektor yang kuat, Indonesia berpeluang besar menjadi pusat pertumbuhan ekonomi hijau sekaligus meningkatkan kualitas tenaga kerja domestik.

Mazroh Atul Jannah

Mazroh Atul Jannah

Energika.id adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.

Rekomendasi

Berita Lainnya

Tarif Listrik Agustus 2025 Masih Stabil, Ini Daftarnya

Tarif Listrik Agustus 2025 Masih Stabil, Ini Daftarnya

Batu Bara Diolah untuk Energi Bersih Nasional

Batu Bara Diolah untuk Energi Bersih Nasional

Daftar Rumah Murah Wara Timur, Harga dari Rp 156 Juta

Daftar Rumah Murah Wara Timur, Harga dari Rp 156 Juta

Perumahan Murah di Muna, Harga Mulai Rp 124 Juta

Perumahan Murah di Muna, Harga Mulai Rp 124 Juta

Update Harga BBM per 31 Juli 2025

Update Harga BBM per 31 Juli 2025