
JAKARTA - Persaingan harga yang makin intens di pasar otomotif Indonesia dinilai bisa mengancam stabilitas sektor industri yang selama ini menjadi andalan pertumbuhan ekonomi nasional. Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menyuarakan keprihatinan terkait tren tersebut, mengingat industri otomotif memiliki kontribusi strategis terhadap produk domestik bruto (PDB) serta menyerap tenaga kerja dalam skala besar.
"Ini adalah industri yang strategis dan sangat penting sekali. Indonesia menduduki posisi yang sangat penting, dan kita tak ingin (industri otomotif) ini menjadi medan perang harga. Kita harus menjadi lahan untuk menjadi basis produksi industri kendaraan bermotor di kawasan ASEAN," ungkap Sekretaris Umum Gaikindo Kukuh Kumara dalam acara Dialog Industri Otomotif Nasional di ajang GIIAS 2025, ICE-BSD City, Tangerang.
Menurut Kukuh, langkah jangka panjang yang perlu ditempuh bukanlah saling menjatuhkan harga, melainkan memperkuat fondasi industri agar lebih kompetitif secara regional dan global. Indonesia, yang saat ini masih menjadi pemimpin pasar otomotif di Asia Tenggara, punya modal kuat untuk menjadi pusat produksi kendaraan bermotor, bukan sekadar pasar tujuan ekspor.
Baca Juga
Sebagai informasi, industri otomotif dalam negeri tidak hanya melibatkan produsen utama atau tier 1, tapi juga menyentuh rantai pasok di level tier 2 dan tier 3 yang mencakup banyak pelaku usaha kecil dan menengah. Gaikindo mencatat, sektor ini menyerap tenaga kerja sekitar 1,5 juta orang di seluruh ekosistemnya.
Kukuh menekankan bahwa posisi Indonesia saat ini cukup unggul dibanding negara tetangga. "Malaysia naik kelas ke posisi kedua, yang biasa diisi Thailand. Thailand drop ke posisi ketiga dengan penjualan kisaran 500 ribu (per tahun)," ujarnya, menyoroti data penjualan regional yang menunjukkan bahwa Indonesia masih menjadi pasar terbesar untuk mobil secara domestik di kawasan.
Namun demikian, prestasi tersebut kini mulai dihadapkan dengan tantangan besar. Data menunjukkan bahwa penjualan mobil di Indonesia pada semester pertama 2025 mengalami penurunan. Penurunan wholesales tercatat sebesar 8,6% dibandingkan periode yang sama tahun 2024. Lebih lanjut, penjualan secara retail juga menurun lebih tajam, yakni 9,7%.
Salah satu faktor utama penurunan ini, menurut Kukuh, adalah melemahnya daya beli masyarakat kelas menengah. Kelompok ini merupakan target utama industri otomotif, namun selama beberapa tahun terakhir mengalami tekanan akibat pertumbuhan pendapatan yang tidak sebanding dengan kenaikan harga kendaraan.
"Kajian menunjukkan, kelas menengah yang jumlahnya 10-11 juta tadi, income-nya naiknya sekitar 3% satu tahun, namun harga mobil yang menjadi incaran utama naiknya sekitar 7%, jadi gapnya makin lama makin besar," jelas Kukuh.
Fenomena ini diperparah dengan munculnya strategi perang harga yang dipicu oleh masuknya merek-merek mobil dari China. Meski strategi tersebut sempat memicu peningkatan penjualan sesaat, banyak pihak mempertanyakan keberlanjutan pendekatan tersebut dalam jangka panjang. Strategi banting harga dinilai tidak mampu membangun ekosistem industri yang sehat dan berkelanjutan.
Gaikindo sendiri menyoroti bahwa industri otomotif Indonesia seharusnya diarahkan untuk menjadi kekuatan produksi regional, bukan hanya sekadar tempat distribusi. Dengan kekuatan pasar domestik yang besar dan posisi geografis strategis, Indonesia memiliki peluang besar untuk memperluas ekspor kendaraan ke kawasan Asia Tenggara dan bahkan global.
“Jangan sampai kita hanya menjadi pasar saja, sementara produksi dan inovasi industri justru dikuasai dari luar. Kita harus berpikir panjang ke depan,” tambah Kukuh.
Untuk mendukung keberlanjutan industri otomotif, diperlukan kebijakan yang mendukung daya beli masyarakat, stabilitas harga, serta iklim investasi yang kondusif bagi produsen otomotif di dalam negeri. Selain itu, penting juga adanya sinergi antara pemerintah, industri, dan sektor UMKM yang terlibat dalam rantai pasok agar bisa menghadapi tantangan pasar yang semakin kompetitif.
Dengan mempertimbangkan berbagai aspek tersebut, Kukuh berharap Indonesia dapat mempertahankan posisinya sebagai pemimpin pasar sekaligus meningkatkan kualitas produksi kendaraan yang mampu bersaing di luar negeri. Strategi jangka panjang ini juga diyakini akan lebih menjamin keberlangsungan industri otomotif secara menyeluruh.
Sebagai penutup, Kukuh mengingatkan bahwa pertarungan harga hanya akan menjadi bumerang jika tidak dibarengi dengan strategi produksi dan inovasi. Ia mengajak seluruh pelaku industri untuk berpikir lebih strategis dalam menyusun peta jalan industri otomotif ke depan.

Mazroh Atul Jannah
Energika.id adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
Terpopuler
1.
Cara Backup WhatsApp di Android dan iPhone
- 01 Agustus 2025
2.
Daftar iPhone yang Dapat Update iOS 26
- 01 Agustus 2025
3.
Rekomendasi Tablet Samsung Murah Agustus 2025
- 01 Agustus 2025
4.
Harga BBM Agustus: Solar Naik, Bensin Turun
- 01 Agustus 2025
5.
Tarif Listrik Agustus 2025 Masih Stabil, Ini Daftarnya
- 01 Agustus 2025