Prediksi Harga Emas Naik Hingga Empat Ribu Dolar

Senin, 23 Juni 2025 | 10:49:46 WIB
Prediksi Harga Emas Naik Hingga Empat Ribu Dolar

JAKARTA - Harga emas dunia diproyeksikan terus menanjak tajam dalam waktu dekat. Analis di Bank of America (BofA) memprediksi harga emas bisa menyentuh angka US$4.000 per ons dalam kurun waktu satu tahun mendatang. Prediksi ini didasarkan bukan semata karena ketegangan geopolitik global, melainkan akibat lonjakan utang fiskal Amerika Serikat (AS) yang semakin membengkak.

Para analis BofA menjelaskan bahwa kekhawatiran atas kondisi fiskal AS saat ini menjadi faktor utama yang mendorong kenaikan harga logam mulia tersebut.

"Dengan demikian, lintasan negosiasi anggaran AS akan menjadi kritis, dan jika kekurangan fiskal tidak menurun, dampak dari hal itu ditambah volatilitas pasar dapat menarik lebih banyak pembeli," tulis para analis BofA.

Ketegangan Geopolitik Bukan Faktor Utama

Meskipun situasi geopolitik global sedang memanas, para analis menegaskan bahwa faktor-faktor seperti perang dan konflik jarang menjadi pendorong utama pertumbuhan harga emas dalam jangka panjang.

Tahun ini, harga emas memang telah mengalami kenaikan hampir 30%, terutama akibat ketegangan perdagangan global dan meningkatnya risiko geopolitik, termasuk eskalasi konflik di Timur Tengah. Bahkan pada April 2025, harga emas sempat melonjak ke US$3.500 per ons, mencetak rekor tertinggi sepanjang masa, didorong oleh perang tarif yang dipicu AS dan belum adanya penyelesaian konflik antara AS dan Ukraina.

Namun, analis BofA berpandangan bahwa lonjakan berikutnya yang diproyeksikan akan menembus US$4.000 per ons lebih berkaitan dengan masalah domestik AS, terutama lonjakan defisit fiskal dan kebijakan belanja pemerintah.

"Meskipun perang antara Israel dan Iran selalu dapat meningkat, konflik biasanya bukan pendorong harga yang berkelanjutan," tulis analis BofA.

Defisit AS dan Dampaknya pada Pasar Emas

Salah satu faktor yang turut mendorong harga emas ke level yang lebih tinggi adalah pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) pajak dan pengeluaran besar-besaran oleh pemerintahan Presiden AS Donald Trump yang sedang bergulir di Kongres. Jika disahkan, paket kebijakan fiskal tersebut diperkirakan akan menambah defisit triliunan dolar dalam beberapa tahun ke depan.

Kondisi ini memunculkan kekhawatiran serius tentang keberlanjutan utang AS dalam jangka panjang dan memperlemah kepercayaan global terhadap kekuatan dolar AS sebagai mata uang cadangan dunia.

"Kekhawatiran yang berkelanjutan atas perdagangan dan defisit fiskal AS mungkin akan mengalihkan lebih banyak pembelian bank sentral dari Obligasi Negara AS ke emas," ungkap para analis BofA.

Bank Sentral Beralih ke Emas

Fenomena pergeseran cadangan devisa dunia dari aset berbasis dolar menuju emas semakin nyata. Dalam laporannya, BofA menyoroti tren bank sentral global yang mulai mengurangi kepemilikan obligasi pemerintah AS dan meningkatkan cadangan emas.

Saat ini, kepemilikan emas oleh bank sentral global diperkirakan telah mencapai sekitar 18% dari total utang publik AS yang beredar. Angka tersebut meningkat dari 13% satu dekade lalu. Tren ini menunjukkan adanya perubahan signifikan dalam strategi cadangan devisa bank sentral di seluruh dunia.

"Jumlah itu seharusnya menjadi peringatan bagi para pembuat kebijakan AS," tegas analis BofA.

Berdasarkan survei terbaru yang dilakukan oleh World Gold Council, mayoritas bank sentral di seluruh dunia menyatakan berniat meningkatkan porsi emas dalam cadangan mereka dalam 12 bulan ke depan. Ini menjadi indikasi kuat bahwa emas semakin menjadi pilihan utama dibandingkan dolar AS.

Laporan terpisah dari Bank Sentral Eropa bahkan menempatkan emas sebagai aset cadangan resmi terbesar kedua setelah dolar, melampaui euro. Pada akhir tahun 2024, emas diperkirakan menyumbang sekitar 20% dari total cadangan devisa global. Sementara itu, porsi dolar tercatat masih mendominasi dengan angka 46%, namun tren penurunannya terus berlanjut.

Harga Emas Dipengaruhi Ketidakpastian Global

Di tengah tingginya ketegangan geopolitik, termasuk konflik Israel-Iran serta ketidakpastian ekonomi global lainnya, emas semakin dilirik sebagai aset safe haven. Ketika kondisi politik dan ekonomi dunia penuh ketidakpastian, emas menjadi pelarian utama bagi investor global untuk melindungi nilai kekayaan mereka.

Namun, para analis menilai bahwa lonjakan harga emas kali ini lebih dipicu oleh fundamental ekonomi AS sendiri, terutama ketidakpastian fiskal dan melemahnya kepercayaan terhadap dolar AS.

"Perang dan ketegangan memang mendorong harga emas, tapi yang menjadi ancaman besar saat ini adalah ketidakpastian utang Amerika," jelas laporan BofA.

Bahkan, potensi depresiasi dolar terhadap emas semakin besar seiring bertambahnya jumlah negara yang memilih emas sebagai cadangan utama.

Potensi Kenaikan Harga Masih Terbuka Lebar

Dengan tren yang terjadi saat ini, para analis BofA menegaskan bahwa target US$4.000 per ons bukanlah sesuatu yang mustahil. Jika ketidakpastian kebijakan fiskal AS terus berlanjut, emas bisa menjadi primadona dalam portofolio investasi global.

Selain itu, kombinasi dari peningkatan permintaan bank sentral, ketidakpastian geopolitik, serta melemahnya kekuatan fiskal AS akan menjadi pendorong utama menuju target harga tersebut.

Dengan kondisi defisit fiskal AS yang semakin parah, kebijakan pengeluaran pemerintah yang agresif, serta pergeseran cadangan devisa bank sentral global ke emas, prospek kenaikan harga emas menuju US$4.000 per ons semakin kuat.

Investor global disarankan untuk terus memantau perkembangan kebijakan fiskal AS dan tren akumulasi emas oleh bank sentral, karena faktor-faktor inilah yang kini menjadi penentu utama arah harga emas dunia ke depan.

Terkini