JAKARTA - Indonesia terus menunjukkan kekuatan di pasar nikel global dengan proyeksi nilai ekspor yang mencapai angka luar biasa pada tahun 2025. Berdasarkan data terbaru dari Kementerian Perdagangan Republik Indonesia (Kemendag RI), ekspor nikel diperkirakan mencapai US$ 7,9 miliar, menandai momentum penting bagi industri nikel nasional di tengah dinamika pasar komoditas global yang terus berubah.
Sementara itu, nilai impor nikel diperkirakan mengalami penurunan drastis pada 2025, turun menjadi US$ 93,45 juta dari US$ 108,83 juta pada tahun sebelumnya. Tren penurunan impor ini menjadi indikator bahwa Indonesia semakin mandiri dalam memenuhi kebutuhan nikel domestik sekaligus memperkuat posisi sebagai pemain utama di panggung ekspor nikel dunia.
Perwakilan Kemendag RI, Kahfi, menyampaikan data tersebut dalam forum evaluasi produksi nikel nasional semester I tahun 2025 serta proyeksi untuk semester kedua dan rencana produksi tahun 2026, yang diselenggarakan di Jakarta, Selasa, 1 Juli 2025. Dengan menggunakan metode forecasting berbasis data bulanan sejak 2020, Kahfi menegaskan bahwa ekspor nikel akan tetap kuat meski ada sedikit penurunan pada 2026, yakni menjadi sekitar US$ 7,85 miliar, dan diperkirakan stabil hingga 2027.
Penurunan nilai impor nikel yang cukup signifikan pada 2025 juga menunjukkan efisiensi yang semakin baik dalam rantai pasok industri nikel nasional. Meski demikian, Kahfi memperingatkan bahwa impor akan kembali naik pada 2026 dan 2027, dengan proyeksi masing-masing mencapai US$ 109,61 juta dan US$ 131,17 juta. Proyeksi tersebut didasarkan pada data historis dan belum memasukkan potensi pengaruh variabel eksternal seperti kondisi pasar global dan perubahan regulasi.
Dalam kesempatan yang sama, Kahfi menyoroti pembaruan regulasi ekspor dan impor nikel yang sangat berperan dalam mengatur dinamika perdagangan komoditas ini. Tiga peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) terbaru menegaskan ketentuan yang lebih rinci dan ketat terkait pengelolaan ekspor-impor nikel dan produk turunannya.
Salah satunya, Permendag No. 8 Tahun 2024, yang mengklasifikasikan produk sisa dan skrap nikel sebagai limbah non-B3, sehingga pengimporannya harus memenuhi persyaratan administratif seperti Tanda Pendaftaran Impor (TI) dan Laporan Surveyor (LS). Regulasi ini diharapkan meningkatkan pengawasan dan pengelolaan limbah nikel agar ramah lingkungan dan sesuai standar.
Di sisi ekspor, Permendag No. 20 Tahun 2024 menetapkan larangan ekspor untuk lima kategori produk nikel dengan kadar rendah, seperti Mixed Sulfate Precipitate (MSP) dengan kadar nikel kurang dari 45 persen, Matte nikel kurang dari 70 persen, serta nikel bubuk dan nikel tidak ditempa dengan kadar kurang dari 93 persen. Kebijakan ini bertujuan untuk mendorong pengolahan dan pemurnian nikel dalam negeri sehingga nilai tambah komoditas dapat optimal.
Lebih lanjut, Permendag No. 21 Tahun 2024 membagi produk nikel ke dalam tiga kategori ekspor dengan ketentuan berbeda:
Sisa, skrap, dan logam (HS 75030000) harus memiliki Persetujuan Ekspor (PE).
Produk hasil pengolahan dan pemurnian wajib menyertakan Laporan Surveyor (LS).
Ekspor kembali, riset, dan industri memerlukan PE dan LS.
Menurut Kahfi, pemerintah telah menelaah ribuan kode HS dalam ketiga Permendag tersebut, sehingga seluruh aturan ekspor-impor nikel sudah sangat detail dan sesuai dengan kebutuhan pengelolaan komoditas ini.
Melihat ke depan, Kemendag RI masih mengandalkan data historis dan regulasi yang ada untuk menyusun rencana produksi dan perdagangan nikel tahun 2026. Penyesuaian strategi dan kebijakan diperkirakan akan dilakukan dengan mempertimbangkan dinamika pasar global dan perkembangan hilirisasi industri logam di Indonesia.
Kegiatan evaluasi produksi nikel ini merupakan bagian dari upaya pemerintah menjaga keberlanjutan sektor nikel nasional, yang kini menjadi salah satu kontributor utama devisa negara sekaligus pendorong perkembangan industri manufaktur berbasis logam. Pengetatan regulasi ekspor-impor diharapkan mampu menjaga kualitas produk dan mengoptimalkan nilai tambah komoditas nikel.
Dengan posisi Indonesia sebagai produsen nikel terbesar dunia, strategi yang matang dan regulasi yang tepat akan memastikan keberlangsungan pertumbuhan industri ini di tengah tantangan pasar global dan kebutuhan akan keberlanjutan lingkungan.