Kemenkeu Luncurkan Tiga Langkah Reformasi Pajak untuk Dorong Kemudahan Berusaha dan Jaga Iklim Ekonomi
- Selasa, 08 April 2025

JAKARTA — Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terus menggenjot reformasi sistem perpajakan guna mendukung dunia usaha dan menjaga stabilitas ekonomi nasional. Penyempurnaan administrasi perpajakan dilakukan sebagai langkah strategis menghadapi ketidakpastian global, termasuk dampak dari kebijakan tarif timbal balik yang diberlakukan Presiden Amerika Serikat Donald Trump terhadap Indonesia.
Wakil Menteri Keuangan, Anggito Abimanyu, menegaskan bahwa pihaknya tidak akan mengeluarkan kebijakan fiskal baru sebagai respons langsung terhadap kebijakan dagang AS. Ia menekankan bahwa fokus pemerintah saat ini adalah meningkatkan efisiensi dan efektivitas administrasi perpajakan di dalam negeri.
"Kami tidak menawarkan kebijakan baru, tetapi berkomitmen pada langkah-langkah penyempurnaan administrasi," ujar Anggito di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat.
Baca JugaBatasi Transaksi Tunai, Pemerintah Dorong Digitalisasi Demi Tingkatkan Penerimaan Pajak
Reformasi Tiga Pilar
Langkah-langkah perbaikan tersebut dikemukakan secara rinci oleh Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu, Febrio Nathan Kacaribu. Ia menjelaskan bahwa reformasi administrasi pajak mencakup tiga pilar utama: pembaruan sistem inti administrasi perpajakan, percepatan proses pemeriksaan pajak, serta penyederhanaan proses restitusi pajak.
Pertama, Kemenkeu memperkenalkan penyempurnaan sistem inti administrasi perpajakan atau Coretax Administration System. Sistem ini dirancang untuk mempermudah wajib pajak dalam menjalankan kewajibannya, serta meningkatkan akurasi dan transparansi data perpajakan. Beberapa fitur unggulan dalam sistem ini mencakup pre-populated Surat Pemberitahuan (SPT), manajemen akun wajib pajak, serta sistem akuntansi penerimaan negara atau revenue accounting system yang lebih terintegrasi.
Kedua, percepatan pemeriksaan pajak diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 15/2025 yang telah berlaku sejak 10 Februari 2025. Regulasi ini secara signifikan mempersingkat waktu pemeriksaan pajak. Pemeriksaan reguler kini hanya memerlukan waktu 6 bulan dari sebelumnya 12 bulan. Sementara untuk pemeriksaan khusus seperti transfer pricing dan grup usaha, waktu pemeriksaan dipangkas dari 24 bulan menjadi hanya 10 bulan.
"Dengan ini, transparansi, kecepatan, dan efektivitas pemeriksaan pajak diharapkan meningkat," ungkap Febrio.
Ketiga, Kemenkeu menyederhanakan proses pengembalian lebih bayar pajak atau restitusi, sebagaimana diatur dalam PMK No. 119/2024. Dalam aturan ini, wajib pajak yang mengalami kelebihan pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) tidak lagi harus melalui proses pemeriksaan untuk memperoleh restitusi, asalkan memenuhi persyaratan tertentu.
Reformasi Kepabeanan Mendukung Ekspor-Impor
Selain sektor perpajakan, Kementerian Keuangan juga melakukan reformasi di bidang kepabeanan. Salah satu kebijakan terbaru adalah penerapan nilai kepabeanan berbasis price range. Kebijakan ini memberikan fleksibilitas kepada importir dalam menetapkan nilai transaksi, selama didukung dengan bukti yang valid. Langkah ini diharapkan mampu mempercepat proses impor dan mengurangi potensi sengketa kepabeanan.
Febrio menambahkan bahwa seluruh langkah reformasi ini bukan semata-mata sebagai respons terhadap kebijakan ekonomi Presiden Trump, tetapi merupakan bagian dari agenda jangka panjang pemerintah untuk menciptakan iklim usaha yang sehat dan kompetitif.
"Banyak reformasi struktural yang kami siapkan. Ini bukan semata respons terhadap Trump, tetapi bagian dari upaya berkelanjutan untuk meningkatkan kemudahan berusaha di Indonesia," tegas Febrio.
Menjaga Stabilitas, Menarik Investasi
Penyempurnaan sistem administrasi perpajakan ini dinilai penting untuk menjaga kepercayaan pelaku usaha dan investor terhadap stabilitas regulasi fiskal di Indonesia. Kebijakan ini juga sejalan dengan strategi pemerintah dalam menarik investasi langsung asing serta memperkuat posisi Indonesia dalam rantai pasok global.
Sebagai negara berkembang dengan ketergantungan tinggi pada investasi dan perdagangan internasional, Indonesia dinilai perlu menjaga kepastian hukum dan kemudahan berusaha. Dengan reformasi perpajakan yang lebih modern dan akuntabel, pemerintah berharap pertumbuhan ekonomi tetap terjaga di tengah tekanan eksternal.
Langkah-langkah reformasi perpajakan dan kepabeanan ini juga sejalan dengan target penerimaan pajak negara yang mulai menunjukkan tren positif. Berdasarkan data Badan Kebijakan Fiskal, penerimaan pajak hingga Maret 2025 telah mengalami pemulihan signifikan dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.
Kemenkeu pun mengimbau seluruh pelaku usaha untuk memanfaatkan berbagai kemudahan yang telah disediakan dalam sistem perpajakan terbaru ini. Pemerintah berkomitmen untuk terus menyempurnakan infrastruktur fiskal demi menciptakan lingkungan bisnis yang kondusif dan transparan.

Sindi
Energika.id adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.