Bursa Asia Positif, Kesepakatan Dagang Angkat Sentimen

Bursa Asia Positif, Kesepakatan Dagang Angkat Sentimen
Bursa Asia Positif, Kesepakatan Dagang Angkat Sentimen

JAKARTA - Optimisme investor mendominasi perdagangan bursa Asia pada Kamis, 3 Juli 2025 pagi, seiring fokus pelaku pasar pada rilis data ketenagakerjaan Amerika Serikat (AS) dan perkembangan terbaru kesepakatan perdagangan antara AS dengan Vietnam. Pergerakan indeks utama di Asia menunjukkan mayoritas menguat tipis, meski ada beberapa pengecualian.

Pukul 08.27 WIB, indeks Nikkei 225 tercatat naik 94,25 poin atau 0,24% ke posisi 39.855,78. Hang Seng di Hong Kong juga menguat 12,87 poin atau 0,05% ke 24.234,28, sedangkan Taiex di Taiwan melonjak 168,63 poin atau 0,75% ke level 22.747,71. Penguatan signifikan juga terlihat pada Kospi di Korea Selatan yang menanjak 32,61 poin atau 1,06% ke 3.107,41.

Di sisi lain, beberapa indeks regional mencatatkan koreksi, seperti ASX 200 di Australia yang turun 32,84 poin atau 0,38% ke level 8.564,90. FTSE Malaysia pun melemah 4,05 poin atau 0,26% ke posisi 1.546,40. Straits Times di Singapura bergerak hampir stagnan dengan kenaikan hanya 0,03 poin di 4.010,55.

Baca Juga

Harga Emas UBS dan Galeri24 Naik, Pembeli Diminta Waspada

Kenaikan mayoritas bursa Asia pagi ini terjadi setelah saham-saham AS kembali menyentuh rekor tertinggi. Sentimen positif terutama dipicu oleh pernyataan Presiden AS saat itu, Donald Trump, yang mengumumkan kesepakatan perdagangan dengan Vietnam, sebagaimana dilansir Bloomberg. Kesepakatan ini dianggap sebagai kabar baik bagi industri rantai pasokan, khususnya perusahaan-perusahaan di sektor pakaian jadi, termasuk Nike Inc. Harapan bahwa perjanjian tersebut akan menghindarkan gangguan besar pada rantai pasokan global membuat saham-saham terkait naik.

Mengutip Bloomberg, berita tentang kesepakatan dagang AS-Vietnam ini mendorong keyakinan bahwa potensi bencana rantai pasokan dapat dihindari. Kesepakatan tersebut dicapai setelah beberapa pekan perundingan antara AS dan Vietnam, yang akhirnya disimpulkan Trump dengan pengumuman bahwa Vietnam telah setuju mencabut semua pungutan terhadap impor barang dari AS.

Sebaliknya, AS tetap akan memberlakukan tarif sebesar 20% pada ekspor dari Vietnam ke AS, dan 40% pada barang apa pun yang dicurigai hanya “transit” melalui Vietnam untuk menghindari tarif pada produk dari negara lain. Kebijakan ini diyakini bisa menstabilkan ketegangan dagang kedua negara yang sebelumnya sempat meningkat akibat penerapan tarif impor yang tidak seimbang.

“Tarif yang diberlakukan memang cukup besar, tapi kesepakatan untuk penghapusan pungutan Vietnam atas barang-barang AS jelas menenangkan investor,” tulis Bloomberg dalam laporannya.

Tak hanya itu, pelaku pasar juga mengantisipasi rilis data nonfarm payrolls AS yang dijadwalkan keluar pada Kamis (3/7) waktu setempat. Data ini akan memberi gambaran tentang kondisi pasar tenaga kerja di tengah kebijakan perdagangan dan imigrasi yang agresif pada era pemerintahan Trump. Hasil laporan ketenagakerjaan ini diperkirakan akan memengaruhi arah kebijakan bank sentral AS, Federal Reserve (The Fed), khususnya terkait keputusan mempertahankan atau memangkas suku bunga.

Ketua The Fed Jerome Powell sebelumnya menegaskan bahwa kondisi pasar tenaga kerja masih solid. Menurut Powell, alasan The Fed menahan diri untuk tidak segera menurunkan suku bunga pada tahun ini adalah karena mereka ingin melihat sejauh mana kebijakan tarif berdampak pada inflasi dan lapangan kerja.

“Salah satu alasan mengapa The Fed mampu bersabar sebelum memangkas suku bunga adalah karena pasar tenaga kerja masih dalam kondisi yang baik. Jadi jika hal ini berubah, maka Fed mungkin akan dipaksa bertindak lebih awal dari yang mereka inginkan,” ungkap Chris Zaccarelli dari Northlight Asset Management, seperti dikutip Bloomberg.

Pernyataan itu memperjelas bahwa jika data tenaga kerja menunjukkan pelemahan signifikan, The Fed bisa saja mengubah kebijakan moneternya lebih cepat dari proyeksi pasar. Oleh sebab itu, data nonfarm payrolls menjadi perhatian utama investor, termasuk di Asia, karena dapat memengaruhi arus modal dan nilai tukar mata uang di negara berkembang.

Pergerakan bursa Asia pada Kamis pagi ini juga tak lepas dari sentimen positif lanjutan setelah reli di Wall Street. Saham-saham AS sebelumnya menguat, mengantarkan S&P 500 dan Nasdaq ke rekor tertinggi baru. Hal itu terjadi seiring keyakinan pasar terhadap prospek pertumbuhan ekonomi yang lebih stabil pasca pengumuman kesepakatan dagang AS-Vietnam.

Sementara itu, analis menilai penguatan bursa Asia masih berpotensi terbatas mengingat investor cenderung bersikap hati-hati menjelang kejelasan data tenaga kerja AS. Sentimen global lain, termasuk perkembangan tensi geopolitik dan prospek pemulihan ekonomi China, juga akan tetap menjadi perhatian investor di kawasan.

Bursa Asia yang menguat di tengah sentimen kehati-hatian ini menunjukkan bahwa investor masih cukup optimistis terhadap prospek jangka menengah, meski risiko dari kebijakan perdagangan global dan arah suku bunga AS tetap membayangi.

Mazroh Atul Jannah

Mazroh Atul Jannah

Energika.id adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.

Rekomendasi

Berita Lainnya

Pajak 10 Persen untuk Fasilitas Olahraga di Jakarta

Pajak 10 Persen untuk Fasilitas Olahraga di Jakarta

Bisnis Syariah Ustaz Khalid Basalamah, dari Kuliner hingga Media

Bisnis Syariah Ustaz Khalid Basalamah, dari Kuliner hingga Media

Harga Emas Antam Turun Tipis, Peluang Investasi Lebih Kompetitif di Awal Juli 2025

Harga Emas Antam Turun Tipis, Peluang Investasi Lebih Kompetitif di Awal Juli 2025

Saham Asia Bervariasi, IHSG Berpeluang Naik

Saham Asia Bervariasi, IHSG Berpeluang Naik

Rekening BNI Bisa Dibuka Online untuk BSU 2025, Ini Langkah Lengkapnya

Rekening BNI Bisa Dibuka Online untuk BSU 2025, Ini Langkah Lengkapnya