
JAKARTA - Ketidakpastian pasar ekspor batu bara global kembali menjadi tantangan yang harus dihadapi oleh pelaku industri pertambangan di Kalimantan Timur. Bukan kali pertama menghadapi situasi semacam ini, perusahaan-perusahaan tambang di wilayah tersebut telah menyiapkan langkah-langkah strategis agar operasional tetap berjalan stabil, khususnya dalam menjaga kelangsungan tenaga kerja.
Langkah-langkah antisipatif seperti pengurangan jam kerja karyawan hingga pengembangan fasilitas smelter batu bara menjadi alternatif yang tengah dijalankan. Strategi ini dinilai penting guna merespons fluktuasi permintaan ekspor dari negara-negara tujuan utama, serta menjaga agar dampak ekonomi lokal bisa diminimalisir.
Daevry Zulkani, selaku Pengelola Izin Usaha Pertambangan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kalimantan Timur, menyampaikan bahwa perusahaan tambang di daerah tersebut sejatinya telah cukup matang menghadapi dinamika ekspor yang tidak menentu. Dalam wawancara di salah satu televisi lokal, ia menegaskan bahwa kesiapan perusahaan bukan hanya pada aspek produksi, melainkan juga terhadap risiko sosial dan ekonomi, termasuk perlindungan terhadap karyawan.
Baca Juga
“Misalnya dulu bukan ke China, tapi ke Jepang. Ketika ada jeda atau perubahan pasar, mereka sudah siap. Saat terjadi kekosongan atau penurunan, mereka juga sudah punya langkah antisipasi. Yang paling harus disikapi adalah dampaknya terhadap tenaga kerja,” ujar Daevry.
Menurutnya, sejarah panjang ekspor batu bara dari Kalimantan Timur telah menjadikan pelaku usaha di sektor ini lebih adaptif terhadap perubahan pasar global. Diversifikasi tujuan ekspor hingga pengembangan nilai tambah melalui fasilitas hilirisasi adalah bagian dari strategi jangka menengah yang mulai digarap secara serius.
Fenomena menurunnya permintaan batu bara dari negara mitra seperti China dan India bukanlah hal yang mengejutkan. Dalam beberapa tahun terakhir, tren transisi energi global yang mendorong penggunaan energi terbarukan membuat komoditas batu bara semakin fluktuatif. Meski begitu, sektor tambang di Kalimantan Timur tetap memiliki posisi penting dalam struktur ekonomi daerah, sehingga kesiapsiagaan menjadi aspek krusial.
Di sisi lain, pemerintah daerah melalui Dinas ESDM juga mendorong perusahaan tambang untuk terus melakukan efisiensi operasional tanpa mengorbankan kesejahteraan pekerja. Daevry menekankan bahwa dalam setiap siklus penurunan permintaan, risiko PHK massal harus menjadi pertimbangan utama agar stabilitas sosial tetap terjaga.
“Yang menjadi perhatian kami di pemerintah adalah jangan sampai penurunan ekspor memicu gelombang pengangguran baru. Maka perusahaan harus bisa mengatur ulang skema kerja yang lebih efisien, tanpa harus langsung memangkas jumlah tenaga kerja,” tambahnya.
Selain itu, pengembangan smelter batu bara atau fasilitas pengolahan dan pemurnian dalam negeri menjadi langkah jangka menengah yang dinilai mampu mengurangi ketergantungan terhadap pasar ekspor. Dengan mengolah hasil tambang secara lokal, maka nilai tambah yang dihasilkan akan lebih besar serta membuka peluang kerja baru bagi masyarakat sekitar.
Daevry menegaskan, “Smelter batubara sedang didorong agar bisa menjadi solusi jangka menengah, sehingga ketika ekspor turun, tetap ada penyerapan hasil tambang secara lokal.”
Meski upaya diversifikasi telah dimulai, tantangan tetap ada, terutama dalam aspek pembiayaan dan infrastruktur pendukung. Oleh karena itu, kolaborasi antara pemerintah, swasta, dan lembaga keuangan menjadi penting untuk mempercepat realisasi hilirisasi.
Lebih lanjut, Daevry juga menekankan bahwa fluktuasi ekspor semestinya menjadi momentum bagi perusahaan untuk mengevaluasi model bisnis jangka panjang. Ia berharap agar pelaku industri tidak hanya terpaku pada pola ekspor bahan mentah, melainkan mulai serius menggarap rantai industri dalam negeri.
“Kalau hanya ekspor mentah, kita sangat bergantung pada pasar luar. Tapi kalau bisa mengolah sendiri, maka kita bisa mengatur harga, menyerap tenaga kerja, dan memperkuat ekonomi lokal,” tuturnya.
Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur juga terus memantau perkembangan ekspor batu bara dan dampaknya terhadap aktivitas pertambangan di lapangan. Dukungan dalam bentuk regulasi dan insentif bagi perusahaan yang melakukan hilirisasi pun mulai disiapkan.
Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan sektor pertambangan batu bara di Kalimantan Timur tidak hanya bertahan di tengah fluktuasi global, tetapi juga mampu tumbuh lebih berkelanjutan. Pelibatan masyarakat lokal, perlindungan tenaga kerja, serta keberlanjutan lingkungan akan menjadi indikator penting dalam transformasi industri energi ke depan.
Dalam konteks ekonomi nasional, apa yang terjadi di Kalimantan Timur merupakan cerminan dari tantangan yang lebih besar di sektor energi fosil. Di tengah tekanan transisi energi dan pasar global yang dinamis, ketangguhan perusahaan lokal dan kebijakan yang adaptif menjadi kunci keberhasilan menjaga ketahanan industri dan kesejahteraan masyarakat.

Mazroh Atul Jannah
Energika.id adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
Terpopuler
1.
KUR BNI 2025: Pinjaman UMKM Tanpa Agunan
- 21 Juli 2025
3.
BMKG: Curah Hujan Jabar Rendah di Juli
- 21 Juli 2025
4.
5 Rumah Murah di Batang Mulai Rp120 Juta
- 21 Juli 2025