
JAKARTA - Di tengah kondisi suku bunga acuan yang masih tinggi dan tekanan ekonomi global, tren pembelian rumah di Indonesia menunjukkan perubahan yang menarik. Meski secara umum porsi pembelian rumah menggunakan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) mengalami penurunan, segmen rumah mewah justru mencatatkan peningkatan dalam penggunaan fasilitas pembiayaan tersebut. Fenomena ini memperlihatkan adanya pergeseran perilaku konsumen kelas atas yang lebih fleksibel dalam menyikapi dinamika pasar properti.
Dalam data terbaru, pembelian rumah dengan skema KPR secara keseluruhan turun menjadi 70,68% pada kuartal pertama tahun ini, dibandingkan 76,25% pada periode yang sama tahun sebelumnya. Sebaliknya, porsi pembayaran secara tunai langsung naik menjadi 9,79%, dan tunai bertahap menjadi 19,53%. Penurunan ini disinyalir akibat suku bunga KPR yang belum kunjung turun serta makin ketatnya syarat pengajuan dari lembaga keuangan.
Namun di balik penurunan tersebut, terdapat ceruk pasar yang tetap aktif memanfaatkan fasilitas KPR, yakni kalangan pembeli rumah mewah. Mereka cenderung tetap percaya diri dalam menggunakan instrumen pembiayaan, terutama dengan skema yang disesuaikan secara strategis, seperti KPR dengan bunga tetap, tenor pendek, atau skema take-over antarbank yang menawarkan bunga lebih ringan.
Baca Juga
Kondisi ini mengindikasikan bahwa segmen menengah ke atas memiliki daya tahan lebih kuat terhadap gejolak ekonomi. Selain itu, rumah mewah dianggap sebagai aset investasi jangka panjang yang aman, terutama oleh konsumen berpendapatan tinggi yang menginginkan kestabilan portofolio mereka. Tak sedikit pula dari kalangan milenial mapan dan generasi baru yang mulai menempatkan properti mewah sebagai bagian dari perencanaan keuangan mereka.
Selain faktor daya beli, meningkatnya jumlah kelompok masyarakat dengan pendapatan tinggi juga turut mendorong pertumbuhan pasar rumah mewah. Para pengembang pun merespons dengan menghadirkan hunian-hunian eksklusif yang dipasarkan melalui pendekatan personal dan skema pembiayaan fleksibel. Mereka menyasar pembeli yang membutuhkan kenyamanan, keamanan, serta nilai tambah dari sisi desain dan lokasi strategis.
Salah satu tren menarik lainnya adalah semakin banyaknya pembeli rumah mewah yang memilih strategi pembiayaan KPR take-over. Melalui skema ini, nasabah memindahkan pinjaman KPR mereka dari satu bank ke bank lain untuk mendapatkan bunga lebih rendah atau tenor yang lebih sesuai. Take-over juga menjadi solusi bagi mereka yang sebelumnya mengambil KPR berbunga mengambang dan ingin mengunci cicilan tetap dalam jangka tertentu. Meski ada biaya penalti, langkah ini dinilai menguntungkan dalam jangka panjang.
Tak hanya itu, sebagian pembeli memanfaatkan kombinasi pembayaran tunai dengan KPR jangka pendek. Strategi ini memungkinkan mereka mengurangi total utang dan beban bunga, sambil tetap menjaga likuiditas. Mereka juga lebih cermat dalam menilai faktor-faktor seperti pengelolaan kawasan, potensi nilai tambah properti, hingga akses terhadap fasilitas umum dan transportasi.
Dalam beberapa kasus, pengembang juga menawarkan diskon harga, bebas biaya administrasi, atau bunga rendah selama periode tertentu untuk menarik minat segmen atas. Fasilitas ini menambah daya tarik rumah mewah sebagai opsi yang rasional bagi kalangan high-net-worth individual, terlebih di tengah fluktuasi nilai tukar dan ketidakpastian investasi di sektor lain.
Sementara itu, kelompok pembeli dari kalangan milenial dan generasi Z juga mulai menunjukkan minat terhadap properti, meski lebih dominan di segmen rumah tapak menengah ke bawah. Dalam laporan kuartal pertama tahun ini, lebih dari separuh transaksi properti berasal dari kelompok usia ini. Namun, keterbatasan modal membuat banyak dari mereka memilih skema pembayaran tunai bertahap, sementara hanya sebagian kecil yang mampu mengakses rumah mewah dengan KPR.
Untuk menjaga daya saing, lembaga keuangan kini dituntut untuk menawarkan produk KPR yang lebih adaptif, termasuk bunga kompetitif, proses persetujuan cepat, serta fleksibilitas dalam jangka waktu dan sistem pembayaran. Mereka juga mulai memanfaatkan teknologi digital untuk mempercepat proses pengajuan dan analisis kelayakan kredit.
Bagi konsumen, perencanaan matang menjadi kunci utama sebelum memutuskan pembelian rumah dengan KPR. Penting untuk memperhitungkan komitmen jangka panjang, bunga efektif, biaya tambahan seperti PPN, BPHTB, asuransi, dan biaya notaris, agar tidak terjadi beban keuangan berlebih di kemudian hari.
Secara keseluruhan, pasar properti Indonesia menunjukkan adanya dinamika menarik. Di saat pembelian rumah melalui KPR menurun secara umum, segmen rumah mewah justru menunjukkan ketahanan bahkan pertumbuhan. Kondisi ini mencerminkan perubahan perilaku konsumen kelas atas yang lebih terukur dan strategis dalam mengambil keputusan pembelian. Jika dikelola dengan baik, tren ini bisa menjadi pendorong stabilitas sektor properti di tengah tantangan ekonomi yang belum sepenuhnya pulih.

Mazroh Atul Jannah
Energika.id adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
Terpopuler
1.
Edukasi Pasar Modal untuk ASN Badung
- 25 Juli 2025
2.
Harga iPhone 11 Pro Max Turun Tajam Agustus 2025
- 25 Juli 2025
3.
7 Wisata Alam Hits di Purbalingga
- 25 Juli 2025
4.
Film Baru Netflix Agustus 2025
- 25 Juli 2025
5.
BYD Atto 1: Dynamic vs Premium
- 25 Juli 2025