Kenaikan PPN Jadi 12 Persen Picu Dampak pada Kredit Kendaraan Bermotor dan DPK Perbankan

Jumat, 03 Januari 2025 | 13:01:44 WIB
Kenaikan PPN Jadi 12 Persen Picu Dampak pada Kredit Kendaraan Bermotor dan DPK Perbankan

Jakarta - Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen mulai menorehkan dampak signifikan pada sektor perbankan, terutama dalam penyaluran kredit dan Dana Pihak Ketiga (DPK). 

Sektor yang paling terdampak adalah kredit kendaraan bermotor, mengingat barang tersebut tidak hanya dikenai PPN, tetapi juga besaran Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Ini berbeda dibandingkan dengan Kredit Multiguna dan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang terdampak lebih minimal, Jumat, 3 Januari 2025.

Menurut para analis, kenaikan PPN sebesar 12 persen menambah lapisan beban pajak pada kendaraan bermotor. Sebelumnya, terjadi pula peningkatan beban seiring dengan diterapkannya opsen Pajak Kendaraan Bermotor (PKB). Sementara itu, KPR masih lebih mampu bertahan dari guncangan ini berkat tenor panjang yang bisa mencapai hingga 20 tahun. Bahkan, meski ada potensi perlambatan penyaluran kredit, kenaikan PPN tersebut diproyeksikan tidak akan signifikan mempengaruhi pembiayaan yang sudah ada atau meningkatkan rasio kredit macet (Non-Performing Loan/NPL).

Dampak kenaikan PPN tersebut tidak hanya dirasakan dalam penyaluran kredit, tetapi juga mulai berpengaruh pada DPK di sektor perbankan. Menurunnya DPK tidak tercermin dari berkurangnya minat masyarakat untuk menabung, melainkan diakibatkan oleh semakin menipisnya penghasilan yang dapat disisihkan oleh masyarakat untuk menyimpan dana di bank.

Di tengah tantangan kenaikan PPN, Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) terus berupaya mencari solusi untuk menghadapi tantangan dalam sektor properti, khususnya terkait dengan program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). Menteri PKP, Maruarar Sirait, atau yang akrab disapa Ara, baru saja menggelar pertemuan penting dengan Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Muhammad Yusuf Ateh. Pertemuan itu bertujuan untuk membahas legalitas dan formulasi perubahan proporsi pembiayaan FLPP.

Dalam kesempatan tersebut, Ara mengusulkan perubahan komposisi anggaran FLPP. Semula, komposisi pembiayaan antara APBN dan perbankan adalah 75:25, namun diusulkan menjadi keseimbangan 50:50. "Dengan perubahan ini, kami berharap bisa mencapai penghematan tanpa terlalu membebani APBN, sekaligus meningkatkan penyaluran KPR FLPP dari 220 ribu unit menjadi lebih dari 300 ribu unit," tegas Ara.

Muhammad Yusuf Ateh, Kepala BPKP, menyatakan dukungannya terhadap proposal perubahan proporsi tersebut. Ia yakin bahwa langkah ini akan menambah kuota subsidi rumah tanpa memerlukan peningkatan alokasi dari APBN. "Perubahan ini harus direview terkait dampak bunga dan tenor angsuran sesuai aturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebelum kami melangkah lebih lanjut," kata Ateh.

Rencana lebih lanjut adalah mengadakan pertemuan lanjutan dengan pihak perbankan guna mengevaluasi dan memahami dampak serta implementasi dari perubahan kebijakan tersebut. Hal ini diharapkan agar setiap langkah yang dilakukan dapat berjalan sesuai dengan prosedur dan aturan yang ada. Pemerintah sangat berharap dengan adanya langkah-langkah ini, program KPR FLPP dapat lebih efisien dan dapat memperluas akses masyarakat terhadap kepemilikan rumah bersubsidi.

Kedua langkah kebijakan yang berjalan, baik kenaikan PPN maupun restrukturisasi FLPP, menunjukkan kompleksitas tantangan yang dihadapi sektor perbankan dan properti di Indonesia. Namun demikian, pemerintah optimistis bahwa lewat kolaborasi dan kebijakan yang tepat, masyarakat masih bisa diberikan akses terhadap pembiayaan yang terjangkau, meski ada tantangan pajak yang meningkat.

Kenaikan pajak dan upaya penyusunan ulang kebijakan pembiayaan ini menggambarkan betapa pentingnya mendukung sektor perbankan dan perumahan agar tetap kokoh di tengah perubahan kebijakan fiskal dan monetisasi. Dengan terus memantau dan menyesuaikan kebijakan, diharapkan mampu menjaga stabilitas ekonomi serta mendukung pertumbuhan sektor properti dan perbankan yang berkelanjutan.

Terkini