JAKARTA - Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, telah menerapkan kebijakan tarif impor yang kontroversial, memicu gejolak signifikan di pasar keuangan global dan menimbulkan kekhawatiran akan kemungkinan resesi ekonomi.?
Penerapan Tarif Impor yang Mendalam
Pada tanggal 2 April 2025, yang disebut sebagai "Hari Pembebasan" oleh Trump, pemerintah AS memberlakukan tarif impor baru yang luas, termasuk tarif 10% pada semua barang impor, dengan tarif yang lebih tinggi untuk negara-negara tertentu seperti China, Uni Eropa, Vietnam, Thailand, Jepang, Kamboja, dan Taiwan.
Dampak Langsung terhadap Pasar Saham
Kebijakan ini segera berdampak negatif pada pasar saham global. Indeks S&P 500 AS turun 4%, sementara Nasdaq 100 turun hampir 5% pada hari pertama penerapan tarif, menghapus sekitar $3 triliun dari nilai pasar saham gabungan. Di Eropa, indeks FTSE 100 Inggris turun hampir 5%, mencapai level terendah dalam tiga bulan. Indeks DAX Jerman dan STOXX 600 Eropa juga mengalami penurunan signifikan. ?
Kekhawatiran atas Potensi Resesi Global
Kebijakan tarif ini menambah ketidakpastian ekonomi dan meningkatkan risiko resesi global. Goldman Sachs menaikkan probabilitas resesi AS menjadi 45%, mencatat bahwa tarif baru dapat menyebabkan pengetatan finansial dan ketidakpastian kebijakan yang lebih besar. JPMorgan Chase CEO, Jamie Dimon, memperingatkan bahwa tarif ini dapat memicu inflasi dan memperlambat pertumbuhan ekonomi, menekankan bahwa penyelesaian cepat atas ketidakpastian perdagangan ini sangat penting. ?
Tanggapan Internasional dan Aliansi yang Terganggu
Kebijakan tarif ini juga mengejutkan sekutu AS. Kanselir Jerman, Friedrich Merz, memperingatkan bahwa situasi ini dapat "memburuk lebih jauh", menunjukkan ketegangan dalam hubungan perdagangan transatlantik. Presiden Prancis, Emmanuel Macron, menyerukan Uni Eropa untuk mempersiapkan respons terhadap tarif AS, termasuk kemungkinan menargetkan sektor teknologi dan layanan AS. ?
Peringatan dari Organisasi Ekonomi Internasional
Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) memperingatkan bahwa perang dagang yang dipicu oleh tarif ini dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi global dan meningkatkan inflasi. OECD memproyeksikan pertumbuhan PDB AS melambat dari 2,8% pada 2024 menjadi 2,2% pada 2025, dan 1,6% pada 2026, dengan inflasi meningkat menjadi 2,8% pada 2025. ?
Pernyataan Presiden Trump dan Tanggapan Global
Presiden Trump membela kebijakan tarifnya, berpendapat bahwa langkah ini akan menguntungkan manufaktur AS dalam jangka panjang. Namun, kebijakan ini menghadapi kritik dari berbagai pihak, termasuk sekutu tradisional AS dan pemimpin bisnis. Beberapa investor dan pemimpin bisnis, seperti Bill Ackman dan Elon Musk, telah menyuarakan keprihatinan atas potensi dampak negatif dari tarif ini terhadap ekonomi. ?
Implikasi Jangka Panjang dan Ketidakpastian yang Berlanjut
Ketidakpastian yang ditimbulkan oleh kebijakan tarif ini menambah tantangan bagi pembuat kebijakan ekonomi, yang harus menavigasi antara upaya untuk melindungi industri domestik dan menjaga hubungan perdagangan internasional. Pasar keuangan global tetap rentan terhadap fluktuasi lebih lanjut seiring perkembangan situasi ini.