JAKARTA – Memasuki masa arus mudik Lebaran 2025, kereta api kembali menjadi salah satu moda transportasi favorit masyarakat Indonesia. Tingginya okupansi penumpang dari wilayah Jakarta, khususnya dari Stasiun Pasar Senen dan Stasiun Gambir, mencerminkan tingginya antusiasme warga untuk pulang kampung menggunakan transportasi berbasis rel tersebut.
Namun, di tengah keberhasilan penyelenggaraan layanan mudik, muncul catatan penting dari para penyandang disabilitas yang berharap agar fasilitas kereta api lebih ramah terhadap kebutuhan mereka, terutama dalam hal aksesibilitas dan kenyamanan selama perjalanan.
Okupansi Kereta Capai 103 Persen
PT Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi 1 (Daop 1) Jakarta mencatat lonjakan jumlah pemudik yang signifikan. Tercatat sebanyak 49.696 penumpang berangkat dari dua stasiun utama, yakni Stasiun Gambir dan Stasiun Pasar Senen. Jumlah tersebut berasal dari total 87 perjalanan kereta api, dengan tingkat okupansi mencapai 103 persen.
“Penumpang yang berangkat tercatat sebanyak 27.934 dengan okupansi sebesar 103 persen,” ungkap Manajer Humas PT KAI Daop 1 Jakarta, Ixfan Hendriwintoko, dalam keterangan resmi.
Ixfan menjelaskan bahwa dari Stasiun Pasar Senen tersedia 42 perjalanan kereta api dengan total kapasitas 27.156 tempat duduk, sementara dari Stasiun Gambir terdapat 21.762 penumpang dengan okupansi mencapai 102 persen.
Harapan Penyandang Disabilitas
Di balik kesuksesan pelayanan mudik tersebut, para penyandang disabilitas menyuarakan keprihatinan terkait minimnya fasilitas ramah disabilitas di dalam rangkaian kereta api.
Putri Windi Aulia, seorang karyawan swasta asal Tangerang Selatan dan pengguna kursi roda, menyampaikan pengalamannya saat mudik ke Kutoarjo menggunakan KA Sawunggalih dari Stasiun Pasar Senen.
“Toilet paling penting, kami pengguna kursi roda kalau naik kereta api itu enggak pernah ke toilet, karena susah dan agak ribet,” ujar Putri.
Putri menambahkan bahwa meski beberapa akses telah disediakan, kenyataan di lapangan masih menyulitkan pengguna kursi roda, mulai dari proses naik ke peron hingga penyimpanan kursi roda selama perjalanan.
“Saya kan naik kereta api enggak cuma pas mudik saja, jadi saya berharap supaya semakin ramah dan mudah aksesnya. Kadang ada kereta yang mau naik ke peronnya itu susah banget, terlalu tinggi, harus gotong-gotong. Jadi pas kursi roda mau masuk kadang enggak muat,” jelasnya.
Ia juga menyoroti pentingnya ketersediaan ruang khusus untuk kursi roda di dalam kereta. “Kemudian juga tempat untuk menyimpan kursi rodanya saat perjalanan perlu ada,” tambahnya.
Fasilitas Difabel Masih Terbatas
Meski PT KAI telah mulai menerapkan kereta dengan toilet difabel sejak awal 2000-an, penerapan secara menyeluruh masih belum optimal. Kereta dengan desain khusus untuk penyandang disabilitas baru tersedia dalam jumlah terbatas dan kerap hanya hadir dalam satu jenis kelas atau rangkaian tertentu.
Kereta-kereta seperti Menoreh, Jayabaya, Majapahit (sekarang Singasari), dan kereta ekonomi Premium tahun 2017 telah mengadopsi desain ramah disabilitas, termasuk toilet berukuran besar yang bisa diakses pengguna kursi roda. Namun, fasilitas ini belum tersedia di semua layanan kereta api.
Bahkan kereta wisata modern seperti kereta Panoramic, meskipun memiliki toilet yang cukup besar, belum sepenuhnya dirancang sebagai toilet khusus disabilitas.
Menurut Muhammad Subhan, staf kajian aksesibilitas dari Direktorat Jenderal Kereta Api Kementerian Perhubungan, belum ada standar teknis nasional yang mengatur toilet disabilitas di kereta api konvensional.
“Untuk kriteria toilet disabilitas di kereta belum ada spesifikasi teknisnya, yang baru ada toilet khusus disabilitas di Indonesia adalah kereta cepat,” ujarnya.
Tuntutan Akses yang Inklusif
Para pengguna kursi roda menginginkan akses penuh, bukan sekadar penyediaan ruang untuk kursi roda yang dilipat. Mereka membutuhkan rangkaian kereta yang dapat diakses langsung, tanpa perlu dipindahkan ke kursi penumpang biasa. Idealnya, ruang dalam kereta menyediakan tempat agar penumpang tetap bisa duduk di kursi roda mereka selama perjalanan.
Hingga saat ini, kebijakan PT KAI masih mengasumsikan bahwa pengguna kursi roda akan berpindah ke kursi biasa, sehingga kursi roda hanya disimpan di bagian ujung kereta.
Hal ini menunjukkan perlunya evaluasi dan pengembangan lebih lanjut dari sisi desain dan kebijakan penyediaan transportasi publik, khususnya bagi kelompok rentan seperti penyandang disabilitas.
Mudik adalah momen penting yang dinantikan masyarakat Indonesia setiap tahun. Namun, agar tradisi ini bisa dinikmati oleh semua lapisan masyarakat secara adil, sudah saatnya sistem transportasi publik, termasuk kereta api, memberikan perhatian lebih terhadap aksesibilitas dan kenyamanan bagi penyandang disabilitas.
Diharapkan PT KAI dan pemerintah dapat segera merumuskan standar teknis serta memperluas ketersediaan fasilitas ramah disabilitas, guna mewujudkan layanan transportasi yang inklusif dan setara bagi seluruh warga negara.