Bank Dunia Tetapkan Rp1,5 Juta sebagai Batas Kemiskinan Indonesia

Senin, 16 Juni 2025 | 11:38:05 WIB
Bank Dunia Tetapkan Rp1,5 Juta sebagai Batas Kemiskinan Indonesia

JAKARTA — Bank Dunia (World Bank) mengungkapkan bahwa garis kemiskinan masyarakat Indonesia saat ini ditetapkan pada kisaran penghasilan sekitar Rp1,5 juta per bulan. Penetapan angka tersebut merupakan bagian dari standar baru yang digunakan untuk kelompok negara berpendapatan menengah atas atau upper middle-income country (UMIC), kategori yang resmi ditempati Indonesia sejak 2023.

Melalui laporan terbaru bertajuk The World Bank’s Updated Global Poverty Lines: Indonesia yang dirilis pada 13 Juni 2025, Bank Dunia memaparkan bahwa garis kemiskinan internasional mengalami penyesuaian seiring perubahan kondisi global dan standar hidup. Laporan itu menyebut bahwa dengan penghitungan garis kemiskinan yang baru, jumlah masyarakat Indonesia yang tergolong miskin mengalami peningkatan signifikan dibanding perhitungan sebelumnya.

“Garis kemiskinan internasional yang baru ditetapkan pada tingkat yang lebih tinggi dibanding tolok ukur sebelumnya,” tulis Bank Dunia dalam laporan tersebut.

Menurut data yang dipaparkan, sekitar 5,4 persen penduduk Indonesia tergolong miskin berdasarkan garis kemiskinan ekstrem internasional. Sementara itu, sebanyak 19,9 persen tergolong miskin jika mengikuti garis kemiskinan yang biasa digunakan untuk negara berpendapatan menengah ke bawah (LMIC). Namun angka melonjak menjadi 68,3 persen bila mengikuti garis kemiskinan untuk negara-negara berpendapatan menengah atas (UMIC), tempat Indonesia kini bernaung.

Kenaikan angka ini bukan semata-mata disebabkan oleh kemerosotan ekonomi, melainkan karena adanya penyesuaian standar penghitungan yang lebih tinggi. Sebelumnya, sekitar 60,3 persen atau 172 juta jiwa masyarakat Indonesia tergolong miskin, namun dengan standar baru meningkat menjadi 68,3 persen atau sekitar 195 juta jiwa.

Perubahan Standar Kemiskinan Global

Bank Dunia menjelaskan bahwa perubahan garis kemiskinan global ini muncul sebagai respons terhadap berbagai perkembangan, termasuk meningkatnya garis kemiskinan nasional yang ditetapkan oleh banyak pemerintah di seluruh dunia. Selain itu, perubahan global yang lebih rendah dalam biaya hidup juga menjadi faktor pendorong penyesuaian standar tersebut.

Dalam laporan tersebut dijelaskan, garis kemiskinan ekstrem internasional yang baru dipatok sebesar US$3,00 per hari, atau sekitar Rp546.400 per bulan setelah disesuaikan dengan tingkat harga di Indonesia. Selain itu, terdapat dua garis kemiskinan internasional lainnya yang digunakan sebagai referensi:

US$4,20 per hari (sekitar Rp765.000 per bulan) — sebagai standar untuk negara-negara LMIC.

US$8,30 per hari (sekitar Rp1.512.000 per bulan) — sebagai standar untuk negara-negara UMIC.

“Dua garis kemiskinan internasional lainnya ditetapkan sebagai nilai tipikal garis kemiskinan nasional di antara negara-negara LMIC dan UMIC,” tulis Bank Dunia dalam laporan tersebut.

Perbedaan Definisi Kemiskinan Nasional dan Internasional

Bank Dunia juga menegaskan bahwa definisi kemiskinan internasional berbeda dari garis kemiskinan nasional yang digunakan oleh masing-masing pemerintah. Perbedaan ini terjadi karena tujuan penghitungan yang berbeda. Garis kemiskinan nasional berfungsi sebagai acuan untuk penyusunan kebijakan domestik, seperti penyaluran bantuan sosial dan program perlindungan sosial lainnya, sedangkan garis kemiskinan internasional digunakan untuk membuat perbandingan antarnegara secara global.

“Garis kemiskinan nasional ditetapkan oleh pemerintah masing-masing dan disesuaikan dengan konteks unik suatu negara. Garis ini digunakan untuk merancang kebijakan nasional, seperti penyaluran bantuan kepada masyarakat miskin,” tulis Bank Dunia lebih lanjut.

Bank Dunia menambahkan bahwa ketiga garis kemiskinan internasional yang digunakan tetap relevan untuk mengukur kondisi kemiskinan di Indonesia, terutama mengingat Indonesia baru saja naik status menjadi UMIC sejak tahun lalu. Hal ini menjadi alasan mengapa perhatian lebih besar diarahkan kepada standar yang berlaku di UMIC.

“Setelah naik kelas menjadi UMIC pada 2023, Indonesia meninggalkan kategori pendapatan tertinggi di kelompok LMIC dan masuk ke kisaran terbawah UMIC,” jelas Bank Dunia.

Dampak Perubahan Standar pada Data Kemiskinan Indonesia

Masuknya Indonesia ke kategori UMIC membawa konsekuensi logis berupa peningkatan standar hidup minimum. Oleh karena itu, jika diukur menggunakan standar UMIC, jumlah masyarakat Indonesia yang diklasifikasikan sebagai miskin menjadi lebih besar dibandingkan jika menggunakan standar LMIC.

“Dengan demikian, lebih banyak orang Indonesia akan diklasifikasikan sebagai miskin jika menggunakan standar UMIC dibanding standar LMIC,” tulis laporan tersebut.

Sebagai catatan, kategori UMIC mencakup negara-negara dengan produk domestik bruto (PDB) per kapita hingga US$14.005, jauh lebih tinggi dari PDB per kapita Indonesia yang baru mencapai US$4.810 pada 2023. Artinya, Indonesia berada di bagian bawah kelompok negara-negara UMIC.

Bank Dunia juga mencatat bahwa dengan kategori UMIC yang lebih luas dan mencakup standar hidup yang lebih tinggi, Indonesia memiliki tantangan besar dalam mengejar ketertinggalan agar sejajar dengan negara-negara UMIC lain yang lebih mapan secara ekonomi.

Respons dan Tantangan ke Depan

Peningkatan angka kemiskinan Indonesia menurut standar internasional memberikan tantangan baru bagi pemerintah. Meski Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi yang cukup stabil — bahkan Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di angka 5,1 persen pada 2025 — persoalan ketimpangan dan standar hidup menjadi pekerjaan rumah yang tidak bisa diabaikan.

Selain itu, perubahan garis kemiskinan ini juga diharapkan menjadi masukan penting dalam menyusun kebijakan pengentasan kemiskinan dan program perlindungan sosial. Apalagi, standar kemiskinan internasional juga dapat dijadikan acuan untuk mengukur efektivitas berbagai kebijakan nasional dalam jangka panjang.

Dengan adanya pergeseran standar ini, pemerintah diharapkan bisa melakukan penyesuaian kebijakan yang lebih tepat sasaran, utamanya dalam program bantuan sosial dan pemberdayaan masyarakat miskin agar mampu keluar dari garis kemiskinan berdasarkan standar baru tersebut.

Terkini