
JAKARTA - Wisata sejarah di Yogyakarta kembali menawarkan pengalaman baru bagi wisatawan dengan hadirnya Kampung Wisata Cokrodiningratan. Terletak di utara Tugu Yogyakarta, kampung pecinan ini menghadirkan kekayaan sejarah yang jarang terungkap ke publik, khususnya melalui Kelenteng Poncowinatan atau Kelenteng Kwan Tee Kiong yang telah berdiri sejak 1879.
Kampung Wisata Cokrodiningratan, yang mulai aktif menawarkan paket wisata sejak pertengahan 2025, menjadi destinasi alternatif bagi wisatawan yang ingin merasakan akulturasi budaya Tionghoa dan Jawa di pusat Kota Gudeg. Ketua Kampung Wisata Cokrodiningratan, Ambarwati, menyatakan bahwa paket-paket wisata yang ditawarkan difokuskan pada edukasi heritage dan eksplorasi kawasan pecinan yang kaya nilai sejarah.
“Saat ini ada beberapa paket wisata yang kami tawarkan, terutama untuk eksplorasi Kelenteng Poncowinatan yang memiliki nilai sejarah sangat penting bagi perkembangan masyarakat Tionghoa di Yogyakarta,” kata Ambarwati.
Baca Juga5 Gadget HP 256GB Terbaik di Bawah Rp3 Juta, Performa Kencang
Paket Wisata Edukasi dan Budaya
Salah satu paket wisata unggulan adalah Tour de Kasaningrat, yang mengajak wisatawan berjalan kaki atau bersepeda menjelajahi kampung. Wisatawan dapat menikmati suasana kampung pecinan sambil menyaksikan berbagai potensi akulturasi budaya. Pengunjung akan disuguhkan pertunjukan kesenian tradisional Jawa, barongsai Singo Mataram, hingga atraksi bregada (pasukan tradisional) yang menambah kesan magis dan historis.
Selain itu, ada paket wisata Kasawiyata yang menawarkan studi eksploratif dengan empat topik khusus: peran masyarakat dan manajemen kampung wisata, ketahanan pangan melalui budidaya lele, penanganan sampah dan pengelolaan lingkungan, serta mitigasi bencana berbasis komunitas. Paket ini banyak diminati oleh kelompok pelajar dan mahasiswa yang ingin mendalami manajemen kampung wisata berbasis budaya.
Wisata edukasi lainnya adalah Craftsaningrat, yakni pengalaman belajar membatik langsung di kampung ini. Paket ini menjadi daya tarik tersendiri, karena wisatawan bisa membawa pulang hasil karyanya sebagai oleh-oleh. Sementara itu, paket Dhahar Kembul mengajak wisatawan makan bersama kuliner khas kampung, mulai dari gudeg legendaris hingga kuliner kekinian khas berbagai daerah, dengan suasana kebersamaan menggunakan alas daun pisang.
Tradisi Mataram Hadir di Tengah Pecinan
Ambarwati menjelaskan bahwa paket wisata di Kampung Cokrodiningratan turut menggandeng berbagai komunitas seni tradisional yang masih aktif menjaga budaya Mataram. Hal ini diwujudkan dalam pertunjukan Tari Cakra Beksan, pawai Bergada Pasembaja, hingga tarian dari Sanggar Tari Sekar Kemuning.
“Kami ingin wisatawan tidak hanya melihat sisi pecinannya saja, tapi juga merasakan bagaimana tradisi Mataram masih hidup berdampingan dengan budaya Tionghoa di sini,” ujar Ambarwati.
Kelenteng Poncowinatan, Simbol Toleransi Sejak 1879
Dinas Pariwisata Kota Yogyakarta mencatat Kelenteng Kwan Tee Kiong dibangun pada 1879 di atas tanah hibah dari Sri Sultan Hamengku Buwono VII yang memerintah pada 1877-1921. Kelenteng ini menjadi bukti toleransi tinggi antara Keraton Yogyakarta dengan masyarakat Tionghoa.
"Sebagai bentuk penghormatan kepada Keraton, kelenteng ini pun dibangun menghadap ke selatan atau ke arah Keraton Yogyakarta," ungkap Ambarwati, menegaskan nilai simbolis yang masih dijaga hingga kini.
Keberadaan kelenteng yang berusia lebih dari satu abad ini menjadi daya tarik utama bagi wisatawan yang ingin mendalami sejarah komunitas Tionghoa di Yogyakarta. Arsitektur kelenteng yang masih orisinal dengan ornamen khas Tiongkok abad ke-19 juga menjadi spot favorit untuk fotografi sejarah.
Kampung Cokrodiningratan, Kawasan Toleransi dan Harmoni
Wali Kota Yogyakarta Hasto Wardoyo menyambut baik inisiatif kampung ini yang dinilai mampu memperkaya konten wisata sejarah di Yogyakarta. Menurutnya, wisata di Kampung Cokrodiningratan bukan hanya menghadirkan potensi ekonomi bagi masyarakat setempat, tetapi juga sarana edukasi tentang keberagaman budaya di Yogyakarta.
“Belajar sejarah dari Kampung Cokrodiningratan, wisatawan bisa melihat bagaimana perjalanan Kota Yogyakarta hingga tumbuh menjadi kota budaya dan kota toleransi, karena di sini beragam budaya hidup berdampingan,” kata Hasto.
Ia juga berharap agar paket wisata yang ditawarkan selalu diperbarui dengan konten seni budaya menarik, serta melibatkan masyarakat kampung agar manfaatnya dirasakan langsung oleh warga.
Mudah Dijangkau di Pusat Kota Yogyakarta
Lokasi Kampung Wisata Cokrodiningratan yang strategis, hanya sekitar 500 meter di utara Tugu Yogyakarta, memudahkan wisatawan yang ingin berkunjung. Selain itu, akses ke kampung ini juga didukung oleh transportasi publik seperti Trans Jogja, becak, hingga layanan ride hailing yang membuatnya semakin praktis dijangkau wisatawan domestik maupun mancanegara.
Dengan keunikan potensi sejarah dan budaya yang ditawarkan, Kampung Wisata Cokrodiningratan diharapkan dapat menjadi ikon wisata edukasi baru di Yogyakarta, sekaligus memperkuat citra Yogyakarta sebagai kota budaya dan kota toleransi.
Sinergi Budaya Jawa dan Tionghoa
Lebih jauh, Ambarwati menambahkan bahwa seluruh konten wisata dikembangkan bersama tokoh masyarakat, pengurus kelenteng, dan pelaku UMKM di kampung. Sinergi ini diharapkan tidak hanya menjaga keberlanjutan wisata, tetapi juga memperkuat kerukunan lintas budaya.
“Secara umum, paket wisata heritage dan wisata pecinan ini untuk melihat dari dekat bagaimana sejarah kampung pecinan bertumbuh bersama sejarah Yogyakarta,” pungkas Ambarwati.
Kini, bagi siapa saja yang ingin merasakan sejarah, budaya, dan kuliner dalam satu kunjungan, Kampung Wisata Cokrodiningratan hadir sebagai destinasi yang patut masuk dalam agenda liburan ke Yogyakarta.

Mazroh Atul Jannah
Energika.id adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.