
JAKARTA - Kondisi pasar tradisional di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, kembali menghadapi tantangan. Lonjakan harga kebutuhan pokok yang terjadi dalam beberapa pekan terakhir, terutama di Pasar Batangase, Kecamatan Mandai, menimbulkan kekhawatiran baik bagi pedagang maupun konsumen. Bawang merah, cabai, telur ayam, hingga tomat mengalami kenaikan signifikan yang berdampak langsung pada daya beli masyarakat.
Fenomena ini menjadi sorotan lantaran berlangsung cukup cepat. Hanya dalam waktu tiga pekan, sejumlah komoditas mencatatkan kenaikan harga yang mencolok. Para pedagang di lapangan menyebutkan bahwa faktor utama yang memicu lonjakan ini adalah terganggunya pasokan akibat cuaca buruk dan hambatan pengiriman dari daerah penghasil.
Dampak Cuaca dan Keterlambatan Distribusi
Baca Juga
Pedagang Pasar Batangase, Mitha Makmur, mengungkapkan bahwa keterlambatan pengiriman dari wilayah sentra produksi seperti Malino dan Enrekang sangat memengaruhi ketersediaan barang. Akibatnya, stok menjadi terbatas sementara permintaan dari masyarakat tetap tinggi.
“Pengiriman dari Malino dan Enrekang terlambat,” ujar Mitha saat ditemui di kiosnya.
Dampak dari situasi ini terasa nyata di lapangan. Harga bawang merah yang sebelumnya berkisar Rp25 ribu hingga Rp30 ribu per kilogram kini melonjak hingga Rp50 ribu. Sementara itu, cabai keriting yang sebelumnya dijual Rp25 ribu per kilogram kini naik menjadi Rp40 ribu, dan cabai rawit yang semula Rp30 ribu kini dibanderol Rp45 ribu.
“Cabai rawit juga ikut naik dari Rp30 ribu jadi Rp45 ribu,” beber Mitha.
Komoditas lain seperti telur ayam juga tidak luput dari kenaikan. Harga per rak kini berada di kisaran Rp50 ribu hingga Rp52 ribu, padahal sebelumnya hanya Rp40 ribu hingga Rp45 ribu, tergantung dari ukuran telurnya. Tomat pun mencatatkan kenaikan yang cukup drastis, dari Rp10 ribu menjadi Rp25 ribu per kilogram.
“Kami kesulitan dapat stok dari petani dan pengiriman terbatas,” tambah Mitha.
Daya Beli Melemah, Warga Kurangi Pembelian
Kondisi tersebut tidak hanya menyulitkan pedagang, tetapi juga membebani masyarakat sebagai konsumen. Salah satu warga, Erni, mengaku bahwa ia harus menyesuaikan pola belanjanya akibat lonjakan harga ini. Dulu ia mampu membeli satu kilogram bawang atau cabai, kini hanya setengahnya.
“Dulu bisa beli satu kilo, sekarang cuma sanggup setengah,” ucap Erni.
Ia menyampaikan harapannya agar harga segera kembali stabil. Bagi keluarga kecil seperti dirinya, kebutuhan dapur menjadi salah satu pengeluaran utama yang tidak bisa ditunda.
“Kami harus pilih-pilih dulu, mana yang paling penting dibeli,” lanjutnya.
Penurunan daya beli ini menjadi indikasi nyata bahwa kenaikan harga sembako telah menyentuh langsung kehidupan sehari-hari warga Maros, terutama mereka yang bergantung pada pendapatan harian atau tidak memiliki pendapatan tetap.
Langkah Pemerintah: Operasi Pasar Akan Digelar
Menanggapi kondisi yang terjadi, Bupati Maros, Chaidir Syam, menyatakan pihaknya tidak tinggal diam. Pemerintah Kabupaten Maros tengah menyiapkan langkah konkret dengan menggandeng instansi terkait untuk menggelar operasi pasar. Hal ini diharapkan bisa membantu menstabilkan harga dan memberikan akses bahan pokok dengan harga terjangkau bagi warga.
“Kami sudah minta Dinas Perdagangan dan Bulog untuk turun langsung ke lapangan. Dalam waktu dekat, kami akan gelar operasi pasar guna menekan harga dan meringankan beban masyarakat,” tegas Chaidir Syam.
Ia juga mengimbau warga agar tetap tenang dan tidak melakukan pembelian secara berlebihan. Menurutnya, kepanikan justru dapat memperparah situasi pasar dan mempercepat kelangkaan stok di lapangan.
“Kami minta masyarakat tidak panik dan tetap berbelanja secukupnya sesuai kebutuhan,” lanjut mantan Ketua DPRD Maros tersebut.
Rencana pelaksanaan operasi pasar tersebut akan difokuskan di titik-titik dengan aktivitas ekonomi tinggi, termasuk di Pasar Batangase sebagai salah satu pasar utama yang terdampak langsung oleh fluktuasi harga sembako.
Tantangan Musiman yang Berulang
Kondisi seperti ini bukan kali pertama terjadi di wilayah Maros. Setiap kali memasuki musim dengan cuaca ekstrem atau peralihan musim tanam, fluktuasi harga bahan pokok kerap kali menjadi tantangan utama bagi pengelolaan kebutuhan dasar masyarakat.
Permasalahan pasokan dari daerah penghasil kerap berulang akibat akses distribusi yang belum merata, terbatasnya fasilitas logistik, serta ketergantungan pada daerah sentra produksi tertentu. Jika tidak ditangani dengan strategi jangka panjang, situasi ini bisa terus membebani warga dan pelaku usaha kecil.
Upaya seperti operasi pasar memang menjadi langkah penting dalam jangka pendek, namun penguatan ketahanan pangan lokal serta diversifikasi pasokan menjadi pekerjaan rumah yang harus diseriusi ke depannya.
Harapan Warga dan Pedagang
Meskipun saat ini situasi masih sulit, baik pedagang maupun masyarakat tetap berharap adanya intervensi nyata dari pemerintah. Bagi pedagang seperti Mitha, kestabilan harga sangat penting untuk menjaga kelangsungan usaha. Sementara bagi warga seperti Erni, stabilitas harga adalah kunci agar kebutuhan pokok tetap bisa terpenuhi tanpa harus mengorbankan pos pengeluaran lain.
Dalam situasi seperti ini, komunikasi yang terbuka antara pemerintah dan pelaku pasar menjadi kunci penting dalam menjaga ketenangan dan distribusi barang tetap berjalan lancar.

Mazroh Atul Jannah
Energika.id adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
Terpopuler
1.
Edukasi Pasar Modal untuk ASN Badung
- 25 Juli 2025
2.
Harga iPhone 11 Pro Max Turun Tajam Agustus 2025
- 25 Juli 2025
3.
7 Wisata Alam Hits di Purbalingga
- 25 Juli 2025
4.
Film Baru Netflix Agustus 2025
- 25 Juli 2025
5.
BYD Atto 1: Dynamic vs Premium
- 25 Juli 2025