
JAKARTA - Upaya menciptakan sistem perlindungan sosial yang inklusif semakin gencar dilakukan BPJS Ketenagakerjaan. Salah satu langkah strategisnya adalah memperluas cakupan Program Jaminan Pensiun, yang tidak hanya menyasar pekerja formal, tetapi juga menyentuh segmen pekerja informal atau bukan penerima upah.
Langkah ini menandai komitmen lembaga tersebut dalam menciptakan pemerataan perlindungan hari tua bagi seluruh kalangan pekerja, tanpa memandang latar belakang sektor kerja. Hal itu disampaikan langsung oleh Direktur Pelayanan BPJS Ketenagakerjaan, Roswita Nilakurnia, dalam sebuah seminar bertajuk "Menjamin Keberlanjutan Hari Tua yang Sejahtera" yang digelar di Plaza BPJAMSOSTEK.
“Semua segmen termasuk pekerja bukan penerima upah perlu dijangkau. Walaupun mereka bisa ikut dalam Program Jaminan Pensiun, besaran iuran mereka harus ditentukan secara tepat. Ini penting sebagai dasar untuk memperluas cakupan ke depan,” ujar Roswita.
Baca JugaProgram Lisdes Kementerian ESDM Percepat Pemerataan Akses Listrik PLN di Papua
Ia menekankan bahwa pekerja informal memegang peran signifikan dalam struktur ketenagakerjaan nasional. Oleh karena itu, kehadiran mereka dalam sistem perlindungan sosial seperti Jaminan Pensiun menjadi krusial. Langkah inklusif ini juga diyakini akan memperkuat fondasi ketahanan sosial di Indonesia.
Namun demikian, Roswita mengingatkan bahwa pendekatan untuk memperluas kepesertaan tidak bisa dilakukan secara parsial. Ia menyebut bahwa Program Jaminan Pensiun tidak dapat berdiri sendiri, melainkan harus disertai kepesertaan dalam program jaminan sosial lainnya seperti Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), dan Jaminan Kematian (JKM).
“Kepesertaan Program Jaminan Pensiun itu tidak berdiri sendiri. Harus jadi satu paket dengan program lain. Maka strategi kami menyasar baik sektor formal maupun informal,” tegasnya.
Tahun 2025 menjadi momentum penting bagi program ini. Satu dekade sejak diluncurkan pada 1 Juli 2015, Program Jaminan Pensiun telah berkembang menjadi salah satu pilar utama dalam sistem perlindungan sosial ketenagakerjaan di Indonesia. Dengan jumlah peserta aktif mencapai 14,9 juta pekerja, program ini juga telah memberikan manfaat kepada lebih dari 214 ribu peserta atau ahli waris dengan total nilai manfaat sebesar Rp1,59 triliun.
Roswita menjelaskan bahwa hingga kini, sebagian besar manfaat berkala dari program ini masih dinikmati oleh ahli waris peserta. Namun ke depan, akan ada pergeseran besar dalam distribusi manfaat, seiring dengan semakin banyaknya peserta yang memasuki usia pensiun.
“Mulai tahun 2030 jumlah penerima manfaat berkala akan meningkat signifikan karena angkatan pertama peserta memasuki usia pensiun,” ungkap Roswita.
Kondisi ini mendorong perlunya antisipasi dari sisi kebijakan dan teknis pelaksanaan. Salah satu hal yang menjadi perhatian adalah keberlanjutan pendanaan program dan nilai manfaat yang diterima peserta. Ia menyoroti bahwa manfaat berkala saat ini masih sekitar Rp400 ribu per bulan, angka yang masih berada di bawah garis kemiskinan nasional.
“Ini akan menjadi PR tersendiri untuk penyesuaian regulasi batas minimum manfaat yang didapatkan,” tambahnya.
Roswita juga menyampaikan bahwa untuk menjamin keberlanjutan jangka panjang, diperlukan penguatan regulasi yang menjadikan kepesertaan Jaminan Pensiun sebagai sebuah kewajiban bagi seluruh segmen pekerja. Ini menjadi langkah penting agar perlindungan sosial benar-benar dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat, bukan hanya pekerja formal.
Senada dengan Roswita, sejumlah pemangku kepentingan seperti Kementerian Ketenagakerjaan juga telah menyuarakan pentingnya pendekatan inklusif dan inovatif untuk memperluas cakupan peserta Jaminan Pensiun.
BPJS Ketenagakerjaan sendiri telah menyiapkan berbagai skema kolaboratif dan strategi komunikasi untuk menjangkau pekerja informal. Salah satunya melalui kemitraan dengan komunitas, pelaku UMKM, serta asosiasi profesi. Pendekatan ini diyakini mampu meningkatkan kesadaran serta mendorong partisipasi aktif dari pekerja di sektor non-formal.
Lebih jauh, BPJS Ketenagakerjaan menegaskan bahwa perluasan cakupan ini bukan hanya soal angka kepesertaan, tapi juga bagian dari upaya memperkuat sistem ketahanan sosial nasional. Melalui sinergi kebijakan, dukungan lintas sektor, dan pemahaman bersama tentang pentingnya perlindungan hari tua, lembaga ini ingin memastikan bahwa seluruh pekerja Indonesia—baik formal maupun informal—memiliki masa depan yang aman dan sejahtera.
Dengan visi menuju Indonesia Emas 2045, langkah ini dianggap sebagai bagian dari pembangunan jangka panjang yang inklusif. BPJS Ketenagakerjaan berharap bahwa strategi dan kebijakan yang mereka dorong saat ini akan menghasilkan perubahan signifikan terhadap kesejahteraan pekerja di masa depan.
Program Jaminan Pensiun, yang awalnya diperuntukkan bagi pekerja sektor formal, kini diarahkan untuk menjadi program perlindungan universal yang mencakup seluruh pekerja Indonesia. Dengan modal pengalaman satu dekade dan semangat kolaborasi lintas sektor, BPJS Ketenagakerjaan optimistis dapat terus memperluas jangkauan dan memperkuat manfaat dari program ini ke depan.
Langkah ini juga menjadi bentuk konkret dari komitmen negara dalam menjamin kesejahteraan warga negaranya, tak hanya saat mereka produktif bekerja, tetapi juga ketika memasuki masa pensiun. Karena itu, sinergi antara BPJS Ketenagakerjaan, regulator, pelaku usaha, dan masyarakat luas sangat dibutuhkan untuk memastikan sistem jaminan sosial ini benar-benar berdampak.

Mazroh Atul Jannah
Energika.id adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
Hutama Karya: Tol Padang Sicincin Akan Bertarif, Patuhi Batas Kecepatan
- Jumat, 25 Juli 2025
Terpopuler
1.
Edukasi Pasar Modal untuk ASN Badung
- 25 Juli 2025
2.
Harga iPhone 11 Pro Max Turun Tajam Agustus 2025
- 25 Juli 2025
3.
7 Wisata Alam Hits di Purbalingga
- 25 Juli 2025
4.
Film Baru Netflix Agustus 2025
- 25 Juli 2025
5.
BYD Atto 1: Dynamic vs Premium
- 25 Juli 2025