
JAKARTA - Pergeseran musim yang tidak lazim tengah terjadi di sebagian wilayah Jawa Barat. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengungkapkan bahwa musim kemarau di beberapa daerah berlangsung lebih singkat dari biasanya dan sebagian wilayah bahkan sudah mulai memasuki masa transisi ke musim hujan.
Fenomena ini menjadi perhatian khusus karena dapat memengaruhi berbagai sektor, mulai dari pertanian hingga kesiapsiagaan bencana. Prakirawan dan analis data dari Stasiun Klimatologi BMKG Jawa Barat, Amrya Khaerima, menyebut bahwa sejumlah wilayah, khususnya Garut selatan, Tasikmalaya, Pangandaran, Sukabumi utara, dan Bogor bagian selatan, mengalami periode kering yang relatif singkat.
"Terutama wilayah Garut selatan, Tasikmalaya, Pangandaran, Sukabumi utara dan Bogor bagian selatan," kata Amrya.
Baca Juga
Kemarau Baru Melanda Sebagian Wilayah
Hingga pertengahan Juli 2025, sekitar 34 persen wilayah Jawa Barat telah memasuki musim kemarau. Kawasan yang dimaksud mencakup wilayah-wilayah Pantura seperti Bekasi, Karawang, sebagian Subang bagian utara, serta Indramayu, Cirebon, Majalengka, dan Kuningan. Sementara itu, mayoritas wilayah atau sekitar 64 persen dari provinsi ini masih berada dalam periode musim hujan.
Beberapa area di bagian selatan Jawa Barat seperti Bandung, Garut, dan Cianjur juga sudah mencatat tanda-tanda memasuki musim kemarau, meskipun di sisi lain potensi hujan masih tetap tinggi. Menurut Amrya, pola curah hujan bisa berubah signifikan pada bulan Agustus dan September mendatang.
“Kita bisa melihat pola yang menarik saat Agustus dan September, di masa transisi itu musim hujannya bisa signifikan,” ujarnya.
Dinamika Atmosfer Masih Aktif
Sejak awal 2025, BMKG mencatat adanya dinamika atmosfer yang cukup kompleks. Fenomena ini menghasilkan berbagai anomali cuaca, termasuk hujan ekstrem di tengah musim kemarau. Bahkan, pada bulan Mei dan Juni—periode yang biasanya kering—tercatat masing-masing 12 dan 14 kejadian hujan dengan intensitas ekstrem yang mencapai lebih dari 150 milimeter per hari.
Fenomena cuaca semacam ini diperkirakan akan terus berlanjut pada periode 28 Juli hingga 3 Agustus 2025. Faktor-faktor seperti suhu muka laut yang hangat dan peningkatan aktivitas gelombang atmosfer turut memicu pembentukan awan konvektif yang berpotensi membawa hujan.
“Gelombang Rossby Ekuator menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan aktivitas konvektif aktif pada awal pekan di sekitar wilayah Jawa Barat,” jelas Leni Jantika, prakirawan Stasiun Klimatologi BMKG Jawa Barat dalam keterangan tertulis pada Ahad, 27 Juli 2025.
Potensi Hujan Lokal Masih Terbuka
Atmosfer di wilayah Jawa Barat, menurut Leni, berada dalam kondisi labil ringan hingga sedang. Ini artinya, peluang terbentuknya awan konvektif cukup besar, terutama pada skala lokal. BMKG memprediksi, potensi hujan sedang hingga lebat yang disertai petir akan terjadi pada Sabtu, 2 Agustus di wilayah Kabupaten Sukabumi.
Keesokan harinya, Minggu 3 Agustus, curah hujan diperkirakan meluas hingga mencakup Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Bandung Barat, dan Cianjur.
Situasi ini menjadi penanda bahwa meski kalender menunjukkan pertengahan musim kemarau, kenyataan di lapangan menunjukkan kondisi cuaca yang dinamis dan tidak dapat diprediksi secara kaku. Potensi hujan lokal dengan durasi singkat namun intensitas tinggi menjadi risiko yang patut diwaspadai masyarakat.
Mitigasi dan Kesiapsiagaan
Dengan adanya fenomena cuaca yang tidak stabil ini, BMKG mengimbau agar pemerintah daerah, instansi terkait, serta masyarakat luas meningkatkan kesiapsiagaan menghadapi berbagai potensi bencana hidrometeorologi, seperti banjir bandang, tanah longsor, hingga genangan.
Menurut Amrya, perhatian khusus perlu diberikan pada wilayah selatan Jawa Barat yang justru menunjukkan potensi hujan tinggi di tengah periode kemarau. Hal ini mengharuskan penyesuaian dalam berbagai sektor, termasuk pola tanam petani, strategi pengelolaan air, serta pengendalian potensi bencana.
“Musim kemarau kali ini tidak bisa disikapi seperti biasanya. Ada wilayah yang justru lebih cepat beralih ke musim hujan, dan itu harus jadi perhatian bersama,” ujarnya menekankan.
BMKG juga terus memantau dan memperbarui informasi cuaca secara berkala, dan mengajak masyarakat untuk lebih aktif memanfaatkan kanal-kanal informasi resmi, baik melalui aplikasi, situs web, maupun media sosial, guna mendapatkan data yang akurat dan terkini.
Fenomena Cuaca Global dan Pengaruhnya
Anomali iklim yang terjadi tahun ini, menurut beberapa analisis, juga berkaitan dengan fenomena global seperti El Niño dan pemanasan suhu permukaan laut yang berpengaruh terhadap pola cuaca regional.
Dampaknya terasa hingga ke wilayah Indonesia, termasuk Jawa Barat, di mana transisi musim berlangsung tidak seragam dan menimbulkan dinamika cuaca yang sulit diprediksi secara normal. Dalam kondisi seperti ini, langkah adaptif dan responsif dari seluruh elemen masyarakat menjadi sangat penting.
Dengan kemarau yang tidak sepenuhnya kering dan musim hujan yang bisa datang lebih cepat, masyarakat Jawa Barat dihadapkan pada tantangan baru dalam membaca dan merespons perubahan iklim. BMKG menekankan pentingnya kewaspadaan dalam menghadapi peralihan musim, agar berbagai potensi risiko bisa diminimalkan secara efektif.

Mazroh Atul Jannah
Energika.id adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
Terpopuler
1.
2.
MIND ID Perkuat Ketahanan Pangan Nasional
- 31 Juli 2025
3.
KPR BTN Gerakkan Ekonomi dan Perkuat Akses Rumah
- 31 Juli 2025
4.
BRI Fokus UMKM, Kredit Capai Rp1.416 Triliun
- 31 Juli 2025