Pertamina Dorong Inovasi Energi Terbarukan dengan B50: Tantangan dan Prospek Masa Depan

Sabtu, 15 Februari 2025 | 08:51:03 WIB
Pertamina Dorong Inovasi Energi Terbarukan dengan B50: Tantangan dan Prospek Masa Depan

JAKARTA - Dalam upaya mendorong penggunaan energi terbarukan di Indonesia, pemerintah dan sektor swasta semakin gencar memperkenalkan biodiesel berkelanjutan. Salah satu langkah besar ini adalah pengembangan B50, campuran biodiesel yang menawarkan perspektif cerah bagi ketahanan energi nasional. Dalam Konferensi Internasional Kelapa Sawit dan Lingkungan (ICOPE) 2025 yang berlangsung di Bali pada 14 Februari 2025, Manajer Industrialisasi Sales Pertamina Patra Niaga, Samuel Hamonangan Lubis, mengungkapkan peran vital biodiesel dalam mengurangi ketergantungan Indonesia pada bahan bakar fosil.

Menurut Samuel, penggunaan bioenergi adalah bagian dari strategi keberlanjutan yang tidak hanya akan menjawab tantangan energi saat ini, tetapi juga mempersiapkan masa depan yang lebih mandiri dalam hal penyediaan energi. "Kini, kita berharap bisa melanjutkan ke B50 pada 2026, dan bahkan B100 di masa depan. Kita harus mempersiapkan ini untuk mendapatkan energi yang berkelanjutan," ujarnya dalam sesi konferensi tersebut.

Sejak diterapkan sejak 1 Januari 2025, program biodiesel B40 telah menjadi langkah konkrit menuju diversifikasi energi. Langkah ini mengkombinasikan 40% minyak sawit dengan 60% solar. Data terbaru menunjukkan bahwa penerapan biodiesel telah meningkat dari 9,4 juta kiloliter pada 2021 menjadi 15,61 juta kiloliter pada 2025. Pada 2026, penggunaan biodiesel diproyeksikan mencapai 19,52 juta kiloliter dengan nilai Rp 290 triliun, yang menandakan potensi pasar yang besar bagi petani dan produsen di sektor ini.

Meski prospek biodiesel tampak menjanjikan, banyak tantangan yang harus dihadapi. Samuel menyoroti dua masalah utama yang menghambat perkembangan ini, yakni skala ekonomi dan kendala teknis. "Pemerintah memberikan insentif positif bagi petani dan produsen, sehingga produksi biodiesel meningkat, tapi isu teknis tetap ada," katanya.

Satu tantangan utama yang kini dihadapi adalah mengenai harga biodiesel di pasaran. Harga biodiesel yang mencapai Rp 22.650 hingga Rp 22.900 per liter, tergolong lebih tinggi dibandingkan dengan diesel jenis Dexlite yang dijual Rp 14.600 per liter dan Pertamina Dex Rp 14.800 per liter. "Pelanggan mengeluh soal harga, dan produsen perlu menstabilkan harga agar tetap terjangkau oleh masyarakat. Jika tidak terjangkau, industri akan mati. Kita tidak bisa menunggu," terang Samuel.

Untuk mengatasi hal ini, Pertamina berkomitmen untuk meningkatkan efisiensi produksi dan terus bekerja sama dengan pemerintah guna merespons keluhan konsumen serta memperkuat daya saing harga biodiesel. Sementara itu, seiring dengan penerapan biodiesel, Pertamina juga berfokus pada pengurangan emisi karbon melalui pengembangan diesel HVO (hydrotreated vegetable oil) sebagai alternatif yang lebih ramah lingkungan.

Presiden Indonesia, Prabowo Subianto, telah memberikan dukungan penuh terhadap inisiatif ini dengan menegaskan pentingnya kemandirian energi nasional. “Presiden mengatakan kita tidak bisa lagi mengandalkan impor, kita harus mandiri,” ungkap Samuel menekankan pentingnya kerjasama antara semua pemangku kepentingan untuk mencapai target pengembangan biodiesel di Indonesia.

Melalui langkah-langkah strategis ini, pemerintah berupaya memastikan bahwa energi terbarukan tidak hanya menjadi solusi jangka pendek, tetapi juga investasi masa depan yang berkelanjutan. Seiring perjalanan Indonesia menuju energi yang lebih hijau, kolaborasi antara pemerintah, produsen, dan masyarakat akan menjadi kunci untuk mengatasi tantangan serta mencapai keberlanjutan energi di tanah air.

Terkini