JAKARAT - Pemerintah Indonesia tengah menghadapi tantangan besar dalam mengelola dan memastikan distribusi gas LPG 3 kg tepat sasaran. Meski dirancang sebagai subsidi untuk golongan masyarakat kurang mampu, praktik kecurangan di lapangan telah menyebabkan kerugian sangat besar bagi negara, mencapai angka fantastis hingga Rp13 triliun.
Berbagai pelanggaran dalam distribusi dan penggunaan gas LPG 3 kg diungkapkan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia pada acara Indonesia Economic Summit yang berlangsung di Hotel Shangri-La, Jakarta, Rabu, 19 Februari 2025. Dalam kesempatan tersebut, Bahlil menyatakan bahwa terdapat dua bentuk utama kecurangan yang saat ini berlangsung, yang berkontribusi signifikan terhadap kerugian negara.
Pelanggaran Harga dan Volume
Pertama, kenaikan harga yang melebihi batas harga eceran tertinggi (HET) menjadi salah satu isu utama. Pemerintah telah menetapkan HET untuk memastikan bahwa masyarakat kurang mampu dapat mengakses gas LPG 3 kg sesuai dengan kapasitas ekonominya. Namun di lapangan, praktik menaikkan harga di luar ketentuan ini kerap dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, baik di tingkat agen maupun pengecer.
Selain itu, praktik pengurangan volume isi tabung juga merajalela. "Pengurangan isi tabung ini benar-benar merugikan konsumen dan negara. Konsumen tidak mendapatkan gas sesuai dengan yang tertera, sementara negara dirugikan secara ekonomi karena subsidi tidak tepat sasaran," ungkap Bahlil Lahadalia.
Penyalahgunaan dalam Industri
Bahkan lebih memprihatinkan, lanjut Bahlil, adalah praktek ilegal di mana beberapa industri mencampurkan gas LPG 3 kg sebagai cara untuk memangkas biaya produksi. Penggunaan gas bersubsidi yang diperuntukkan untuk masyarakat miskin ini jelas melanggar aturan, dan sangat merugikan negara dari perspektif anggaran.
"Industri seharusnya menggunakan tabung gas nonsubsidi," tegas Bahlil. Ia juga menekankan bahwa penggunaan LPG bersubsidi untuk kepentingan industri adalah bentuk kecurangan yang harus segera ditindak.
Dampak Ekonomi dan Sosial
Kerugian Rp13 triliun tentunya bukan hanya sekadar angka. Dana tersebut seharusnya dapat dialokasikan untuk kepentingan masyarakat yang lebih membutuhkan. Oleh karena itu, perlu langkah konkret dari pemerintah dan semua pihak terkait untuk menghentikan praktik ini.
"Kerugian sebesar ini bisa digunakan untuk memperbaiki layanan publik seperti kesehatan atau pendidikan. Kita tidak bisa membiarkan ini berlanjut," tambah Bahlil, menggambarkan urgensi dari penanganan masalah ini.
Solusi dan Tindakan Pemerintah
Pemerintah, melalui Kementerian ESDM, berkomitmen untuk memperketat pengawasan distribusi LPG 3 kg. Selain penegakan hukum yang lebih tegas terhadap pelaku kecurangan, langkah-langkah preventif juga akan diambil.
Bahlil mengusulkan penggunaan teknologi untuk melacak dan memonitor distribusi LPG 3 kg agar lebih transparan dan efisien. "Dengan teknologi, kita bisa melacak ke mana perginya setiap tabung dan memastikan sampai ke tangan yang tepat," jelasnya.
Pentingnya Kerjasama Semua Pihak
Di sisi lain, Bahlil mengingatkan pentingnya kerjasama antara pemerintah, pelaku industri, dan masyarakat untuk mengatasi masalah ini. Edukasi kepada konsumen dan sosialisasi mengenai pentingnya menjaga integritas dalam penggunaan LPG bersubsidi menjadi sangat krusial.
"Kami butuh dukungan dari semua pihak. Masyarakat harus tahu pentingnya subsidi LPG ini dan melaporkan jika ada penyimpangan," ujar Bahlil.
Melalui langkah-langkah ini, diharapkan distribusi LPG 3 kg dapat lebih efektif dan tepat sasaran, sehingga subsidi benar-benar dinikmati oleh mereka yang berhak. Dengan demikian, anggaran negara dapat lebih dialokasikan untuk program-program kesejahteraan yang benar-benar mendukung masyarakat kurang mampu.
Pemerintah juga menargetkan revisi regulasi terkait distribusi dan penggunaan LPG 3 kg sebagai upaya jangka panjang untuk mengatasi masalah struktural ini. "Regulasi yang lebih tegas dan relevan adalah kunci untuk memperbaiki sistem ini secara berkala," pungkas Bahlil.