Rokok Elektronik Bukan Solusi Efektif Berhenti Merokok, Tegas Kemenkes

Jumat, 21 Februari 2025 | 13:32:48 WIB
Rokok Elektronik Bukan Solusi Efektif Berhenti Merokok, Tegas Kemenkes

JAKARTA - Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, melalui ketua Tim Kerja Pengendalian Penyakit Akibat Tembakau, dr. Benget Saragih, mengeluarkan pernyataan tegas mengenai penggunaan rokok elektronik sebagai upaya berhenti merokok. Dalam konferensi pers yang diadakan di Jakarta, dr. Benget menegaskan bahwa rokok elektronik, seperti vape atau pod, tidak dapat dianggap sebagai alternatif efektif untuk berhenti merokok.

Rokok elektronik kini menjadi tren di kalangan masyarakat, terutama generasi muda. Banyak anggapan bahwa beralih ke rokok elektronik lebih aman dibandingkan rokok konvensional. Namun, dr. Benget Saragih menyangkal klaim tersebut dan menjelaskan bahwa rokok elektronik tetap mengandung bahaya kesehatan yang serius.

"Di dalam satu batang rokok, ada nikotin yang menyebabkan adiksi," jelas dr. Benget dalam acara tersebut. "Kampanye atau iklan bahwa mengonsumsi rokok elektrik adalah upaya untuk berhenti merokok itu bohong. Nikotinnya lebih tinggi malah, dan justru mengandung cairan-cairan yang tidak boleh masuk ke dalam tubuh."

Nikotin adalah zat adiktif yang sulit untuk dihindari, dan bagi banyak perokok, beralih ke rokok elektronik tidak mengurangi paparan zat ini. Bahkan, beberapa produk rokok elektronik mengandung kadar nikotin yang lebih tinggi daripada rokok tradisional. Hal ini justru dapat memperburuk kecanduan pengguna dan menambah risiko gangguan kesehatan lainnya.

Menurut dr. Benget, perbedaan utama antara rokok konvensional dan rokok elektronik terletak pada kandungan TAR, zat karsinogenik yang ditemukan dalam asap rokok konvensional, tetapi tidak terdapat dalam rokok elektronik. Namun, ini tidak berarti rokok elektronik lebih aman. "Dari penelitian-penelitian yang ada sudah terbukti bahwa keduanya, rokok elektronik dan rokok konvensional, dapat mengganggu kesehatan, utamanya gangguan saluran pernapasan," tambahnya.

Paparan terus-menerus terhadap nikotin dan bahan kimia lainnya dalam rokok elektronik dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan. Beberapa penelitian menunjukkan hubungan antara penggunaan rokok elektronik dengan gangguan pernapasan, penyakit jantung, dan problem kesehatan lainnya.

Lebih lanjut, dr. Benget menyoroti bahwa banyak cairan yang digunakan dalam rokok elektronik mengandung bahan kimia berbahaya, termasuk bahan yang dapat menyebabkan kerusakan paru-paru. Meskipun ada anggapan bahwa rokok elektronik menawarkan pengalaman merokok yang lebih "bersih", kenyataannya dampak kesehatan jangka panjangnya belum sepenuhnya diketahui.

Menanggapi perbedaan antara persepsi publik dan fakta kesehatan ini, Kemenkes terus berupaya mengedukasi masyarakat mengenai bahaya rokok elektronik. Melalui berbagai kampanye dan program edukasi, Kemenkes bertujuan untuk meningkatkan kesadaran tentang risiko kesehatan yang ditimbulkan oleh semua jenis produk tembakau.

"Tujuan kami adalah untuk mengurangi prevalensi merokok di Indonesia, baik dengan rokok konvensional maupun rokok elektronik," kata dr. Benget. "Edukasi dan regulasi adalah kunci dalam mengatasi masalah ini dan melindungi generasi mendatang dari bahaya zat adiktif ini."

Sebagai bagian dari upaya ini, Kemenkes berkolaborasi dengan berbagai instansi dan organisasi kesehatan untuk menyusun strategi yang lebih efektif dalam mengontrol penggunaan produk tembakau. Di tengah meningkatnya penggunaan rokok elektronik, penting bagi regulasi dan kebijakan untuk mengimbangi tren ini dengan langkah-langkah yang tepat.

Kemenkes juga menegaskan kembali dukungan mereka terhadap program berhenti merokok yang berbasis bukti. Pendekatan seperti terapi penggantian nikotin, konseling, dan dukungan psikososial telah terbukti efektif dalam membantu individu menghentikan kebiasaan merokok. Melalui kolaborasi dengan penyedia layanan kesehatan, Kemenkes bertujuan untuk memfasilitasi akses yang lebih luas ke program-program ini bagi masyarakat.

Namun, keberhasilan upaya ini juga bergantung pada kemauan perokok untuk berubah. "Ini semua tentang kesadaran dan kemauan untuk membuat perubahan positif dalam hidup," tegas dr. Benget. "Kita perlu mendorong perokok untuk benar-benar berkomitmen untuk berhenti dan menyediakan dukungan yang mereka butuhkan."

Dalam konteks global, pernyataan Kemenkes Indonesia sejalan dengan pandangan banyak lembaga kesehatan internasional lainnya. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga telah menyatakan kekhawatiran terkait penggunaan rokok elektronik dan menekankan pentingnya regulasi dan pengawasan yang ketat terhadap produk ini.

Secara keseluruhan, pesan dari Kemenkes jelas dan konsisten: rokok elektronik bukanlah jawaban untuk berhenti merokok, dan pengguna harus waspada terhadap risiko kesehatan yang terkait dengan penggunaannya. Dengan meningkatkan pendidikan dan pengawasan, diharapkan Indonesia dapat mengurangi prevalensi merokok dan melindungi kesehatan masyarakat di masa depan.

Terkini