JAKARTA – Pemerintah Indonesia tengah bersiap untuk mengambil langkah signifikan dalam sektor perumahan dengan rencana penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) yang ditujukan bagi pembiayaan program tiga juta rumah. Bank Indonesia (BI) telah menyatakan komitmen untuk membeli SBN tersebut di pasar sekunder, sebuah langkah yang menuai beragam tanggapan dari ekonom terkemuka.
Langkah pemerintah ini dimaksudkan untuk mempercepat pembangunan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), sebuah inisiatif yang didukung penuh oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Dalam sebuah konferensi pers di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Sri Mulyani menyatakan, "Kami hari ini juga berdiskusi untuk meningkatkan kemampuan dalam mendukung MBR ini, dengan penerbitan surat berharga negara [SBN] perumahan."
Namun, penerbitan SBN Perumahan ini tidak terlepas dari risiko. Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk., Josua Pardede, menekankan adanya potensi risiko crowding out, yakni pengurangan investasi sektor swasta di sektor riil sebagai dampak dari langkah pemerintah ini. "Pembelian SBN ini berisiko mendorong crowding out para investor bila tidak dilaksanakan secara hati-hati," ucap Josua.
Risk premia obligasi juga menjadi salah satu faktor yang menjadi perhatian. Secara lebih lanjut, Josua menjelaskan bahwa komitmen pembelian SBN Perumahan oleh BI bertujuan untuk menjaga stabilitas risk premia obligasi domestik. Ini sangat relevan mengingat ketidakpastian global yang masih tinggi akibat risiko perang dagang. "[Saat ini] ketidakpastian global masih tinggi akibat risiko perang dagang," ingatnya.
Tidak hanya itu, Kepala Ekonom PT Bank Syariah Indonesia Tbk., Banjaran Surya Indrastomo, menekankan pentingnya diversifikasi skema pembiayaan yang digunakan oleh pemerintah. Menurutnya, ketergantungan hanya pada SBN Perumahan tidaklah cukup untuk mencapai target ambisius tersebut. "Mungkin perlu dikembangkan pola lain. Selain KPBU [Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha], ada DIRE [Dana Investasi Real Estat] misalnya," ungkap Banjaran.
KPBU sendiri adalah skema di mana pemerintah bekerja sama dengan swasta untuk membangun dan mengelola infrastruktur atau layanan publik, sementara DIRE menawarkan investor kepemilikan tidak langsung atas aset properti melalui pasar modal, baik berbasis ekuitas maupun utang.
Sejalan dengan itu, Menteri Sri Mulyani menjelaskan bahwa pembiayaan melalui penerbitan SBN perumahan ini merupakan modifikasi dari skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). Tujuannya adalah untuk meningkatkan jumlah penerima manfaat dari program perumahan ini. Saat ini, pemerintah telah memberikan dukungan kepada sekitar 220.000 rumah bagi MBR, namun target Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kementerian PKP) adalah mencapai tiga juta rumah per tahun. "Kami akan terus mengembangkan berbagai kreativitas financing [pembiayaan] bersama sehingga dari sisi APBN disiplin fiskalnya tetap terjaga namun responsif," jelas Sri Mulyani.
Dalam konteks ini, pembiayaan perumahan tidak sekadar soal menambah jumlah unit rumah, tapi juga meningkatkan aksesibilitas dan ketersediaan bagi kelompok yang benar-benar membutuhkan. Skema pembiayaan yang inovatif dan beragam diharapkan mampu menjawab tantangan ini, tanpa membebani anggaran negara dan menjaga keseimbangan fiskal.
Adapun penerbitan SBN Perumahan ini diharapkan akan menopang target ambisius dari pemerintah yang telah ditetapkan oleh Kementerian PKP, meskipun tantangan seperti risiko fiskal dan potensi penurunan investasi swasta tetap harus dieliminasi dengan perencanaan dan pelaksanaan yang matang.
Hari demi hari, langkah pemerintah untuk menciptakan lebih banyak akses rumah bagi masyarakat menengah bawah tampaknya semakin konkret. Namun, respons dan persiapan sektor keuangan harus dipastikan berjalan seiring agar program besar ini tidak hanya menjadi beban di satu sisi tetapi juga merangsang pertumbuhan ekonomi.
Dengan berbagai masukan dari pihak perbankan dan ekonomi, pemerintah diharapkan dapat mempertimbangkan segala risiko dan potensi manfaat dari penerbitan SBN perumahan ini dengan cermat, agar tujuan kolektif dalam menyediakan perumahan yang layak dan terjangkau bagi masyarakat Indonesia benar-benar bisa tercapai tanpa mengorbankan sektor lainnya.