Kadin Desak Pemerintah Berlakukan Relaksasi Perbankan bagi Perusahaan Terdampak Tarif Balasan Amerika Serikat

Selasa, 08 April 2025 | 09:28:41 WIB

JAKARTA - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mendesak pemerintah segera mengambil langkah konkret berupa pemberlakuan kebijakan relaksasi perbankan guna menyelamatkan perusahaan-perusahaan nasional yang tertekan akibat kebijakan tarif timbal balik yang diterapkan oleh Amerika Serikat. Kadin menilai, langkah ini sangat mendesak agar perusahaan yang terdampak tidak semakin terpuruk hingga mengalami gagal bayar atau default.

Desakan tersebut disampaikan langsung oleh Wakil Ketua Umum Bidang Analisis Kebijakan Makro-Mikro Ekonomi Kadin, Aviliani, yang menegaskan pentingnya peran pemerintah dalam menjaga stabilitas ekonomi nasional di tengah tekanan eksternal yang semakin berat.

"Jangan sampai nanti efeknya default (tidak bisa membayar pinjaman), jadi debiturnya yang sudah hancur tambah hancur," ujar Aviliani saat ditemui di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, usai menghadiri rapat koordinasi antar kementerian dan asosiasi usaha pada Senin, 7 April 2025.

Menurut Aviliani, penerapan tarif balasan oleh Amerika Serikat berpotensi menciptakan tekanan berat bagi pelaku usaha nasional, khususnya yang selama ini sangat bergantung pada pasar ekspor ke Negeri Paman Sam. Dengan adanya lonjakan bea masuk terhadap produk-produk Indonesia, daya saing pelaku usaha di pasar internasional otomatis menurun, sehingga berimbas langsung pada pendapatan perusahaan.

"Ketika pendapatan menurun, sementara beban biaya tetap tinggi, maka resiko gagal bayar terhadap kewajiban kredit semakin besar," tambahnya.

Tarif Balasan Amerika Ancam Sektor Ekspor Indonesia

Sebagaimana diketahui, ketegangan dagang antara Indonesia dan Amerika Serikat kembali memanas setelah Presiden AS Donald Trump memutuskan untuk menerapkan tarif timbal balik terhadap berbagai produk impor, termasuk yang berasal dari Indonesia. Kebijakan tersebut menargetkan sejumlah sektor unggulan Indonesia, seperti tekstil dan produk tekstil (TPT), alas kaki, produk elektronik, furnitur, serta berbagai produk agrikultur.

Kondisi ini tidak hanya berdampak pada penurunan volume ekspor, tetapi juga menciptakan tekanan likuiditas bagi perusahaan-perusahaan eksportir nasional. Mereka menghadapi tantangan besar dalam menjaga arus kas agar tetap sehat di tengah lonjakan biaya dan penurunan permintaan.

"Kita tahu bahwa banyak perusahaan yang sangat bergantung pada pasar Amerika Serikat. Saat kebijakan proteksionis diberlakukan, mereka tidak punya banyak pilihan selain menanggung kenaikan bea masuk tersebut," jelas Aviliani.

Pentingnya Relaksasi Perbankan sebagai Solusi

Menyikapi ancaman tersebut, Kadin menilai pemerintah perlu sigap memberikan dukungan, salah satunya dengan kebijakan relaksasi perbankan. Relaksasi ini bisa berbentuk penjadwalan ulang pembayaran kredit, pengurangan suku bunga kredit, atau bahkan restrukturisasi pinjaman agar pelaku usaha memiliki ruang napas yang lebih lega dalam menghadapi tekanan keuangan.

Aviliani mengingatkan, jika tidak segera dilakukan langkah-langkah konkret, gelombang default kredit di sektor usaha akan semakin membesar dan dapat berdampak pada stabilitas sistem keuangan nasional. Risiko ini menjadi lebih nyata jika perusahaan-perusahaan besar yang menjadi tulang punggung ekspor nasional terpuruk akibat beban utang yang tak tertangani.

"Ini soal menjaga kesinambungan usaha dan stabilitas ekonomi kita. Pemerintah perlu responsif, jangan sampai menunggu sampai perusahaan-perusahaan tersebut kolaps," tegas Aviliani.

Lebih lanjut, ia juga menyatakan bahwa dampak dari kebijakan tarif balasan ini tidak hanya dirasakan oleh eksportir besar saja, melainkan juga oleh pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) yang menjadi bagian dari rantai pasok industri ekspor.

"Jadi bukan hanya eksportir utama, tetapi juga UKM yang memasok bahan baku atau komponen untuk produk ekspor. Semua ikut merasakan tekanan ini," imbuhnya.

Koordinasi Antar Kementerian untuk Respons Krisis

Pernyataan Aviliani disampaikan usai menghadiri rapat koordinasi lintas kementerian yang membahas langkah strategis menghadapi kebijakan tarif Amerika Serikat tersebut. Rapat ini melibatkan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Perindustrian, Kementerian Keuangan, serta berbagai asosiasi usaha.

Dalam forum tersebut, Kadin mendorong agar pemerintah bersama perbankan nasional merumuskan paket kebijakan relaksasi yang komprehensif dan segera dieksekusi.

"Kami menyampaikan bahwa perlu ada sinergi antara pemerintah, otoritas perbankan, dan dunia usaha untuk menekan risiko yang timbul akibat kebijakan ini," terang Aviliani.

Selain mendorong relaksasi perbankan, Kadin juga meminta agar pemerintah mempercepat upaya diversifikasi pasar ekspor untuk mengurangi ketergantungan terhadap Amerika Serikat. Dengan demikian, pelaku usaha nasional tidak sepenuhnya bergantung pada satu pasar utama yang rawan terkena dampak kebijakan proteksionis.

Mendorong Diversifikasi Pasar Ekspor

Diversifikasi pasar menjadi salah satu strategi jangka menengah yang diyakini dapat membantu meredam dampak kebijakan proteksionis dari negara mitra dagang utama. Kadin menilai, negara-negara di kawasan Asia Tenggara, Timur Tengah, Afrika, dan Amerika Latin bisa menjadi alternatif yang potensial bagi ekspor produk Indonesia.

"Diversifikasi sangat penting agar kita tidak bergantung pada satu negara tujuan ekspor saja. Dengan memperluas pasar, kita juga memperbesar peluang untuk menjaga stabilitas pendapatan ekspor nasional," jelas Aviliani.

Pemerintah, lanjut Aviliani, diharapkan dapat memberikan insentif bagi perusahaan yang berhasil melakukan penetrasi ke pasar baru, termasuk dalam bentuk kemudahan akses pembiayaan, pembebasan bea ekspor, atau fasilitas promosi dagang.

Desakan Kadin agar pemerintah memberlakukan relaksasi perbankan mencerminkan urgensi langkah mitigasi yang perlu diambil dalam menghadapi eskalasi ketegangan dagang global. Dengan adanya relaksasi kredit, pelaku usaha nasional yang terdampak kebijakan tarif balasan Amerika Serikat diharapkan bisa bertahan melewati masa sulit ini.

“Relaksasi perbankan harus segera dilakukan agar perusahaan terdampak bisa bertahan dan tidak mengalami default yang semakin memperburuk kondisi ekonomi mereka," pungkas Aviliani.

Sinergi antara pemerintah, perbankan, dan pelaku usaha akan menjadi kunci penting dalam menjaga stabilitas perekonomian nasional. Langkah cepat dan tepat diperlukan agar badai perang dagang ini tidak menggoyahkan fondasi ekonomi Indonesia yang tengah berupaya bangkit dan tumbuh lebih kuat.

Terkini