JAKARTA - Mulai tanggal 8 April 2025, skema iuran BPJS Kesehatan akan tetap berlanjut sesuai dengan peraturan yang telah diterapkan sebelumnya, meskipun perubahan besar dijadwalkan terjadi pada bulan Juli 2025. Pemerintah Indonesia sedang mempersiapkan penerapan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS), yang akan menggantikan sistem iuran BPJS Kesehatan berbasis kelas, yakni Kelas 1, 2, dan 3. Perubahan besar ini sejalan dengan pengaturan yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Namun, meskipun ada peralihan skema, iuran BPJS Kesehatan untuk saat ini tetap mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2022, dengan rincian perhitungan iuran yang sudah berlaku sebelumnya.
Penting untuk dicatat bahwa meskipun aturan baru tentang Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) akan berlaku pada Juli 2025, besaran tarif iuran tersebut belum dipastikan. Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 103B Ayat (8) Perpres Nomor 59 Tahun 2024, Presiden Joko Widodo memberikan tenggat waktu hingga 1 Juli 2025 untuk menetapkan iuran, manfaat, dan tarif pelayanan kesehatan yang baru. Artinya, iuran untuk sistem kelas 1, 2, dan 3 tetap berlaku hingga sistem KRIS diterapkan, namun dengan beberapa ketentuan yang harus dipahami oleh peserta BPJS.
Salah satu elemen utama yang perlu diketahui oleh peserta adalah pembagian skema iuran yang berlaku saat ini, yang dibagi menjadi beberapa kategori. Pada peraturan ini, peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan adalah mereka yang iurannya dibayarkan langsung oleh Pemerintah. Hal ini berlaku untuk warga yang memang membutuhkan bantuan iuran karena keterbatasan ekonomi. Pihak pemerintah menanggung seluruh biaya iuran untuk peserta PBI, dan kategori ini memiliki skema yang tidak dibebankan pada peserta itu sendiri.
Selain itu, terdapat juga kelompok Pekerja Penerima Upah (PPU) yang bekerja pada Lembaga Pemerintahan, yang terdiri dari Pegawai Negeri Sipil (PNS), anggota TNI, Polri, pejabat negara, dan pegawai pemerintah non PNS. Untuk kategori ini, besaran iuran yang dibayarkan adalah 5% dari gaji atau upah per bulan. Pembayarannya dibagi antara pemberi kerja dan peserta, dengan 4% dibayar oleh pemberi kerja dan 1% dibayar oleh peserta. Ketentuan serupa juga berlaku bagi pekerja yang bekerja di Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), maupun perusahaan swasta, dengan pembagian yang sama, yaitu 4% oleh pemberi kerja dan 1% oleh peserta.
Ada juga kategori bagi keluarga tambahan dari peserta PPU, yang mencakup anak keempat dan seterusnya, serta ayah, ibu, dan mertua. Untuk kategori ini, besaran iuran yang harus dibayar oleh peserta adalah 1% dari gaji atau upah per orang per bulan. Hal ini juga berlaku bagi kerabat lain seperti saudara kandung, ipar, asisten rumah tangga, dan peserta lainnya yang termasuk dalam kategori pekerja bukan penerima upah (PBPU) dan iuran peserta bukan pekerja. Untuk kategori ini, iuran dihitung terpisah dan dapat berbeda-beda, tergantung pada kondisi dan status pekerjaan masing-masing.
Untuk kelas perawatan, peserta BPJS Kesehatan juga perlu mengetahui besaran iuran berdasarkan kelas perawatan yang dipilih. Berdasarkan ketentuan yang ada, kelas III memiliki tarif sebesar Rp 42.000 per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas III. Namun, khusus untuk kelas III, pada periode Juli hingga Desember 2020, peserta hanya membayar Rp 25.500, dengan sisa Rp 16.500 dibayar oleh pemerintah sebagai bantuan iuran. Sejak Januari 2021, iuran kelas III menjadi Rp 35.000, dengan pemerintah memberikan bantuan iuran sebesar Rp 7.000.
Bagi peserta yang memilih kelas II, tarif yang berlaku adalah Rp 100.000 per orang per bulan untuk pelayanan di ruang perawatan kelas II, sementara untuk kelas I, tarif yang dikenakan adalah Rp 150.000 per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas I. Besaran tarif ini dapat bervariasi tergantung pada ketentuan yang berlaku di setiap wilayah atau kebijakan pemerintah.
Selain itu, bagi veteran, perintis kemerdekaan, dan keluarga mereka, seperti janda, duda, atau anak yatim piatu, iuran ditetapkan sebesar 5% dari 45% gaji pokok Pegawai Negeri Sipil (PNS) golongan ruang III/a dengan masa kerja 14 tahun per bulan. Pemerintah menanggung biaya ini sepenuhnya.
Dalam hal pembayaran, iuran BPJS Kesehatan harus dibayar paling lambat tanggal 10 setiap bulan. Tidak ada denda keterlambatan pembayaran yang dikenakan hingga 1 Juli 2016, namun apabila terjadi keterlambatan lebih dari 45 hari sejak status kepesertaan diaktifkan kembali, peserta akan dikenakan denda pelayanan sebesar 5% dari biaya diagnosis awal pelayanan kesehatan rawat inap, yang dihitung berdasarkan jumlah bulan tertunggak, dengan ketentuan maksimal denda Rp 30.000.000. Denda ini ditanggung oleh pemberi kerja bagi peserta yang bekerja di perusahaan.
Perubahan sistem ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di seluruh Indonesia, seiring dengan penerapan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) yang rencananya mulai diterapkan pada Juli 2025. Namun, untuk sementara waktu, peserta BPJS Kesehatan masih mengikuti skema perhitungan iuran yang sama seperti yang diatur dalam Perpres Nomor 63 Tahun 2022.
Meskipun perubahan besar dalam sistem iuran BPJS Kesehatan akan terjadi pada Juli 2025, Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2024 memberikan tenggat waktu hingga 1 Juli 2025 untuk menyelesaikan penetapan tarif dan manfaat pelayanan. Oleh karena itu, peserta BPJS Kesehatan masih perlu mengikuti peraturan yang berlaku saat ini, sembari menunggu penerapan sistem KRIS yang lebih terstruktur dan lebih efisien dalam memberikan pelayanan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia.