Petani Sawit Swadaya di Ketapang Mantapkan Langkah Melawan Perubahan Iklim dengan Menjaga Hutan
- Rabu, 19 Februari 2025

JAKARTA - Dalam upaya mengatasi masalah lingkungan dan menjaga ekosistem lokal, para petani sawit swadaya di Kabupaten Ketapang meneguhkan komitmen mereka untuk memerangi perubahan iklim dengan menjaga kawasan hutan. Di tengah tekanan dari perkebunan kelapa sawit berskala besar, petani-petani ini menyebut hutan yang mereka lindungi sebagai "hutan larangan."
Pada Sabtu pagi, 14 Februari 2025, tim dari Pontianak Post bersama sejumlah jurnalis dan anggota Forum Petani Sawit Berkelanjutan Indonesia (Fortasbi) melakukan perjalanan ke kawasan hutan tersebut yang terletak di Kecamatan Manis Mata, Kabupaten Ketapang. Perjalanan ini bertujuan untuk melihat langsung upaya konservasi yang dilakukan oleh para petani setempat.
Perjalanan menuju lokasi tidaklah mudah. Meski jaraknya hanya sekitar 260 kilometer dari ibu kota Kabupaten Ketapang, atau membutuhkan waktu sekitar empat jam perjalanan jika menggunakan kendaraan bermotor, kondisi jalan yang buruk di sejumlah titik mengharuskan tim untuk memakan waktu sembilan jam. Melewati jalan berlubang dan kerusakan lainnya, perjalanan ini menjadi gambaran nyata tentang tantangan aksesibilitas yang dihadapi oleh masyarakat setempat.
Sesampainya di hutan larangan, terlihat bahwa wilayah tersebut masih terjaga dengan baik. Berada di tengah-tengah ancaman deforestasi yang meningkat akibat ekspansi perkebunan sawit besar, hutan ini menjadi benteng terakhir melawan keterpurukan ekosistem lokal dan meningkatnya perubahan iklim.
Petani Sawit sebagai Penjaga Lingkungan
Para petani sawit swadaya yang tergabung dalam Fortasbi, memiliki alasan kuat untuk melindungi hutan larangan ini. Salah seorang petani, Aminuddin, menjelaskan pentingnya keberadaan hutan bagi kehidupan masyarakat lokal. "Hutan ini bukan hanya sumber ekonomi alternatif bagi kami, tetapi juga pelindung bagi iklim dan ekosistem," ungkapnya dengan mantap.
Keberadaan hutan sangat penting bagi daerah ini, tidak saja dalam hal ekologis namun juga ekonomi. Dengan menjaga hutan, para petani berharap dapat mencegah banjir dan tanah longsor yang sering kali mengancam daerah perbukitan di sekitarnya. "Kami ingin generasi mendatang tetap dapat merasakan manfaat dari hutan ini," tambah Aminuddin.
Mengatasi Tantangan Ekonomi dan Lingkungan
Meskipun memiliki tujuan mulia, langkah para petani tidaklah mudah. Mereka menghadapi tekanan dari ekonomi yang sering kali memaksa masyarakat untuk membuka lahan hutan demi mendapatkan keuntungan jangka pendek. Belum lagi tawaran menggiurkan dari perusahaan besar yang siap mengganti lahan hutan dengan perkebunan sawit skala besar.
Namun demikian, para petani swadaya ini tidak gentar. Dengan dukungan dari berbagai organisasi, termasuk Fortasbi dan pemerintah setempat, mereka berusaha mencari jalan tengah yang berkelanjutan. Edukasi mengenai praktik pertanian yang ramah lingkungan dan dukungan alternatif ekonomi menjadi kunci dalam perjuangan ini.
"Kita perlu memikirkan dampak jangka panjang. Apa yang kita lakukan hari ini akan berdampak pada anak cucu kita," jelas Yuniarto, pengurus Fortasbi. Dia menekankan pentingnya mengadopsi metode pertanian yang dapat meningkatkan pendapatan tanpa harus merusak lingkungan.
Kolaborasi dan Dukungan Berkelanjutan
Kesuksesan inisiatif ini sangat bergantung pada kolaborasi yang kuat antara petani, pemerintah, dan organisasi non-pemerintah. Pemerintah daerah Ketapang, dalam keterangannya, mengungkapkan dukungannya terhadap upaya ini dan berencana untuk menyediakan bantuan fasilitas dan infrastruktur yang dapat membantu petani dalam kegiatan ekonomi yang ramah lingkungan.
Fortasbi, dengan dukungannya yang berkelanjutan, juga berperan penting dalam memberikan pelatihan tentang praktik bertani yang berkelanjutan serta mengadvokasi kebijakan yang mendukung konservasi hutan.
Para aktivis lingkungan mendukung langkah ini dengan pengawasan dan penyuluhan yang terus-menerus. "Hutan larangan ini adalah contoh nyata bagaimana masyarakat lokal bisa menjadi garda depan dalam menjaga lingkungan mereka," kata seorang aktivis lingkungan yang turut serta dalam kunjungan tersebut.
Visi Masa Depan
Dalam beberapa tahun ke depan, para petani sawit swadaya ini berharap bisa terus mempertahankan kearifan lokal mereka dalam menjaga hutan larangan. Mereka percaya bahwa melalui pendidikan, pengabdian, dan kerja sama, mereka dapat menciptakan keseimbangan antara kebutuhan ekonomi dan perlindungan lingkungan.
Dalam skala yang lebih besar, usaha ini dapat menjadi model bagi daerah lainnya di Indonesia yang menghadapi masalah serupa. Dengan semangat dan kerja keras, petani-petani ini menunjukkan bahwa menjaga hutan dan memerangi perubahan iklim bukan hanya tanggung jawab negara atau organisasi internasional, tetapi juga tanggung jawab setiap individu yang peduli dengan masa depan planet ini.
Komitmen petani sawit swadaya di Ketapang adalah langkah kecil dengan dampak besar. Dengan tekad bulat dan dedikasi untuk lingkungan, mereka menggambarkan sebuah visi akan masa depan di mana manusia dan alam dapat hidup berdampingan dengan harmonis. Ini adalah perjuangan yang layak untuk didukung oleh setiap orang yang peduli akan keberlanjutan bumi kita.

Aldi
Energika.id adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.