Menteri ESDM Instruksikan PLN Bangun Pembangkit Listrik Panas Bumi 40 MW di Maluku untuk Percepat Transisi Energi
- Selasa, 08 April 2025

JAKARTA – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Republik Indonesia, Bahlil Lahadalia, mengeluarkan instruksi tegas kepada PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) untuk segera membangun Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) di Provinsi Maluku. Instruksi ini diberikan guna mempercepat transisi energi nasional dan mendukung upaya pengurangan ketergantungan terhadap sumber energi fosil.
Bahlil menjelaskan bahwa PLN, sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN), memiliki tanggung jawab besar dalam memastikan ketersediaan listrik yang merata dan berkelanjutan bagi seluruh masyarakat Indonesia. Instruksi ini disampaikan langsung saat Bahlil melakukan kunjungan kerja ke Kota Ambon pada Sabtu, 5 April 2025, setelah meninjau Unit Pelaksana Penyaluran dan Pengaturan Beban (UP3B) di daerah tersebut.
"PLN memiliki peran strategis dalam memastikan ketersediaan listrik di seluruh Indonesia, terutama di wilayah yang memiliki potensi besar, seperti Provinsi Maluku. Saya instruksikan agar proyek PLTP segera dimulai karena potensi panas bumi di Maluku sangat besar, mencapai 40 MW, dan ini harus dimanfaatkan segera," tegas Bahlil.
Baca Juga
Proyek PLTP Wapsalit dan Tulehu Sebagai Langkah Menuju Energi Bersih
Bahlil mengungkapkan bahwa proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) yang dimaksud terdiri dari dua lokasi utama, yaitu PLTP Wapsalit di Pulau Buru dan PLTP Tulehu di Pulau Ambon. Proyek ini akan memiliki total kapasitas 40 MW, yang terbagi menjadi PLTP Wapsalit dengan kapasitas 20 MW dan PLTP Tulehu 2x10 MW.
PLTP Wapsalit, yang saat ini masih dalam tahap eksplorasi oleh pengembang swasta, diperkirakan akan mulai beroperasi secara komersial pada tahun 2028. Sementara itu, PLTP Tulehu yang saat ini sedang dalam tahap pengadaan oleh PLN, diproyeksikan akan mulai beroperasi pada 2031. Bahlil menambahkan bahwa proyek-proyek ini merupakan bagian dari Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN untuk periode 2025–2034, yang bertujuan untuk meningkatkan pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT) sebagai langkah penting dalam transisi menuju energi bersih.
"Proyek ini adalah bagian dari upaya kita untuk mengurangi ketergantungan pada energi fosil, seperti batu bara dan solar, yang selama ini mendominasi sistem kelistrikan kita. Dengan menggantikan pembangkit berbasis energi fosil yang sudah tua, kita berharap bisa mendukung transisi energi yang lebih ramah lingkungan," ujar Bahlil.
Potensi Energi Panas Bumi di Maluku dan Proyek Masa Depan
Selain dua proyek PLTP yang telah direncanakan, Bahlil juga mengungkapkan potensi energi panas bumi lain yang dapat dimanfaatkan di Maluku. Hasil survei dari Badan Geologi menunjukkan adanya potensi panas bumi di kawasan Banda Baru, Pulau Seram, dengan kapasitas yang bisa mencapai 25 MW. Potensi ini rencananya akan ditawarkan dalam forum market sounding oleh Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (Ditjen EBTKE) pada bulan April 2025.
"Potensi panas bumi di Maluku sangat besar. Ini adalah sumber energi yang sangat potensial untuk pengembangan jangka panjang. Kami akan terus memantau perkembangan dan mengeksplorasi potensi-potensi lain yang ada untuk mendukung transisi energi di Indonesia," lanjut Bahlil.
Ketergantungan pada Energi Fosil di Maluku
Saat ini, sistem kelistrikan di Provinsi Maluku masih sangat bergantung pada pembangkit listrik berbasis energi fosil. Berdasarkan data tahun 2024, total kapasitas pembangkit listrik di wilayah tersebut mencapai 409 MW, dengan hampir seluruhnya (99 persen) dihasilkan dari Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) serta pembangkit berbahan bakar gas dan uap (PLTG, PLTGU, dan PLTMG).
PLTD menjadi kontributor terbesar dalam sistem kelistrikan Maluku, dengan kapasitas mencapai 249 MW, yang setara dengan 61 persen dari total kapasitas. Sementara itu, pembangkit berbasis gas dan uap menyumbang kapasitas 157 MW, atau sekitar 38 persen.
Di sisi lain, kontribusi Energi Baru Terbarukan (EBT) di Maluku masih sangat terbatas, yakni hanya sekitar 3 MW, yang terdiri dari Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) sebesar 3 MW dan Pembangkit Listrik Tenaga Air atau Mikrohidro sebesar 0,1 MW. Ini menunjukkan bahwa ada kebutuhan mendesak untuk mempercepat pemanfaatan energi terbarukan di wilayah tersebut.
Transisi Energi Menuju Masa Depan yang Lebih Bersih
Instruksi Menteri ESDM ini menjadi langkah strategis dalam mendukung visi Indonesia untuk melakukan transisi energi dari ketergantungan pada sumber energi fosil ke pemanfaatan energi bersih dan terbarukan. Dengan menggantikan pembangkit listrik berbasis fosil yang telah usang dengan PLTP, pemerintah berharap dapat mengurangi emisi karbon dan mempromosikan keberlanjutan di sektor energi.
"Keberadaan PLTP di Maluku ini menjadi salah satu bagian penting dari strategi nasional untuk mempercepat transisi energi bersih di Indonesia. Kami berharap proyek ini dapat berjalan sesuai rencana dan memberi dampak positif bagi masyarakat dan lingkungan," ujar Bahlil, menutup keterangannya.
Dengan adanya pembangunan PLTP di Maluku, Indonesia semakin mantap melangkah menuju penggunaan energi yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan, sejalan dengan komitmen global untuk menghadapi perubahan iklim dan mencapai net zero emissions pada tahun 2060.

Herman
Energika.id adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.