Indonesia Perkuat Industri Nikel Nasional, Hadapi Dominasi Perusahaan China

Indonesia Perkuat Industri Nikel Nasional, Hadapi Dominasi Perusahaan China
Indonesia Perkuat Industri Nikel Nasional, Hadapi Dominasi Perusahaan China

JAKARTA - Industri nikel Indonesia kini tengah berjuang mengurangi ketergantungannya terhadap investor asing, khususnya dari China, yang hingga kini masih mendominasi sektor pengolahan dan pemurnian. Data terbaru dari Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) mengungkapkan bahwa dari total 49 smelter nikel Rotary Klin-Electric Furnace (RKEF) dan 6 smelter High Pressure Acid Leaching (HPAL) yang telah beroperasi, hampir seluruhnya dikuasai oleh investor asing, terutama dari China.

Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran mengenai kemampuan Indonesia untuk mengontrol dan memaksimalkan manfaat ekonomi dari komoditas nikel yang menjadi kunci dalam pengembangan teknologi baterai dan kendaraan listrik. Laporan dari Center for Advanced Defense Studies (C4ADS), organisasi nirlaba asal Washington, menyebutkan bahwa perusahaan China menguasai sekitar 75 persen kapasitas pemurnian nikel di Indonesia. “Pengaruh asing yang signifikan ini dapat membatasi kemampuan Indonesia untuk mengendalikan dan membentuk industri demi keuntungannya sendiri,” demikian bunyi laporan C4ADS yang dikutip oleh Reuters.

Sebagai respons atas dominasi tersebut, beberapa konglomerat nasional mulai terjun ke bisnis smelter nikel. Salah satu langkah konkret datang dari Kalla Group yang melalui anak usahanya, PT Bumi Mineral Sulawesi Selatan (BMS), telah membangun smelter dengan target produksi awal sebesar 33.000 hingga 36.000 ton per tahun. Tak berhenti di situ, Kalla Group juga tengah menyelesaikan pembangunan pabrik kedua yang akan memproduksi nikel sulfat, bahan baku utama baterai kendaraan listrik. Proyek ini sudah mencapai progres pembangunan sebesar 40 persen dan ditargetkan mulai beroperasi pada akhir 2024.

Baca Juga

Mulai Rp150 Jutaan, 5 Rekomendasi Rumah Murah Subsidi di Kajen, Kabupaten Pekalongan

Langkah serupa dilakukan oleh PT Aneka Tambang Tbk (Antam), perusahaan tambang milik negara. Antam melalui anak usahanya, PT Gag Nikel, mengakuisisi 30 persen saham dari PT Jiu Long Metal Industry, anak perusahaan Tsingshan Holding Group dari China, dengan nilai transaksi sebesar 102 juta dolar AS. Langkah ini dinilai strategis untuk memastikan bahwa bijih nikel Indonesia diproses di dalam negeri, sejalan dengan kebijakan hilirisasi nasional.

Namun, diversifikasi kepemilikan industri nikel tidak berjalan tanpa tantangan. Salah satunya datang dari kebijakan Amerika Serikat melalui Undang-Undang Pengurangan Inflasi (Inflation Reduction Act/IRA), yang mensyaratkan agar baterai kendaraan listrik dan mineral penting tidak boleh bersumber dari entitas dengan kepemilikan China lebih dari 25 persen. Kebijakan yang akan berlaku mulai 2025 ini mendorong Indonesia untuk mempercepat pengurangan dominasi investor China di sektor nikel jika ingin tetap kompetitif di pasar global.

Sementara itu, China masih menjadi konsumen utama nikel dunia. Menurut Hendra Sinadia, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Indonesia, “Sejauh ini permintaan nikel terbesar masih berasal dari industri baja nirkarat, atau kurang lebih 65 persen dari permintaan global, dan pembeli nikel terbanyak masih dari China.”

Untuk mengatasi ketidakseimbangan struktur kepemilikan dan distribusi manfaat industri nikel, pemerintah Indonesia telah membentuk satuan tugas khusus guna mengembangkan sektor hilir mineral berbasis pendanaan dalam negeri. Inisiatif ini bertujuan “secara bertahap mengurangi persepsi bahwa pihak asing mendapatkan manfaat terbesar,” seperti disampaikan dalam laporan Reuters.

Secara keseluruhan, meskipun dominasi asing, khususnya dari China, dalam industri nikel Indonesia masih sangat kuat, upaya strategis dari sektor swasta nasional dan pemerintah menunjukkan arah yang jelas menuju penguatan kontrol domestik terhadap sumber daya strategis ini. Melalui investasi berkelanjutan, kebijakan pro-hilirisasi, serta sinergi antar pemangku kepentingan, Indonesia berharap mampu menjadikan industri nikel sebagai tulang punggung ekonomi nasional di masa depan.

Nathasya Zallianty

Nathasya Zallianty

Energika.id adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.

Rekomendasi

Berita Lainnya

Pertamina Resmi Turunkan Harga BBM Non Subsidi Awal Juni 2025, Ini Rincian Harga Pertamax, Pertamax Turbo, Dexlite, dan Pertamina Dex

Pertamina Resmi Turunkan Harga BBM Non Subsidi Awal Juni 2025, Ini Rincian Harga Pertamax, Pertamax Turbo, Dexlite, dan Pertamina Dex

Jelang Iduladha 2025, Pemkab Jepara Siapkan 114.000 Tabung Gas Elpiji untuk Pastikan Kebutuhan Masyarakat Terpenuhi

Jelang Iduladha 2025, Pemkab Jepara Siapkan 114.000 Tabung Gas Elpiji untuk Pastikan Kebutuhan Masyarakat Terpenuhi

Warga Kampung Menra di Sinjai Akhirnya Nikmati Listrik Setelah Puluhan Tahun Gelap Gulita

Warga Kampung Menra di Sinjai Akhirnya Nikmati Listrik Setelah Puluhan Tahun Gelap Gulita

Produk Lokal NTT Kini Lebih Mudah Tembus Pasar Nasional Berkat Akses Logistik yang Kian Membaik

Produk Lokal NTT Kini Lebih Mudah Tembus Pasar Nasional Berkat Akses Logistik yang Kian Membaik

Pengembang Perumahan di Banjarmasin Sambut Positif Kebijakan Pengurangan Luas Rumah Subsidi

Pengembang Perumahan di Banjarmasin Sambut Positif Kebijakan Pengurangan Luas Rumah Subsidi