ALFI Soroti Tekanan Ekonomi 2025, Usulkan 5 Rekomendasi Strategis untuk Perkuat Sektor Logistik Nasional

ALFI Soroti Tekanan Ekonomi 2025, Usulkan 5 Rekomendasi Strategis untuk Perkuat Sektor Logistik Nasional
ALFI Soroti Tekanan Ekonomi 2025, Usulkan 5 Rekomendasi Strategis untuk Perkuat Sektor Logistik Nasional

JAKARTA - Perekonomian Indonesia pada kuartal pertama 2025 terus dihadapkan pada berbagai tekanan ekonomi, baik dari faktor global maupun domestik. Menyikapi kondisi tersebut, Institut Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI Institute) menyampaikan lima rekomendasi strategis kepada pemerintah guna menjaga stabilitas dan pertumbuhan ekonomi nasional.

Ketua ALFI Institute dan pengusaha senior, Yukki Nugrahawan Hanafi, menyampaikan bahwa tantangan ekonomi pada tahun ini tidak ringan. Di tengah ketidakpastian global akibat belum turunnya suku bunga acuan Amerika Serikat (The Fed), Indonesia juga menghadapi dampak dari pelemahan nilai tukar rupiah serta ancaman defisit perdagangan akibat kebijakan tarif dagang baru dari Amerika Serikat (AS).

"Tarif perdagangan yang dikenakan AS ke berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia, ujungnya akan memperlambat pertumbuhan ekonomi nasional, khususnya dari kontribusi porsi ekspor," kata Yukki.

Baca Juga

Harga BBM di Apau Kayan Tembus Rp 60 Ribu per Liter, Pertamina: Itu Ulah Pengecer

Sebagaimana diketahui, Pemerintah AS telah memberlakukan tarif dagang sebesar 32 persen terhadap sejumlah produk ekspor dari negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Kebijakan ini langsung berdampak terhadap ekspor nasional, terutama ke AS yang selama ini menyumbang sekitar 10 persen dari total ekspor Indonesia.

Yukki menambahkan bahwa tekanan ekonomi Indonesia bahkan telah terjadi sebelum tarif tersebut diberlakukan. Sejumlah indikator domestik seperti gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), pelemahan nilai tukar rupiah, dan capital outflow atau keluarnya dana asing dari pasar keuangan dalam negeri, telah menekan perekonomian sejak awal tahun.

"Sebelum tarif dagang berlaku, tekanan terhadap ekonomi Indonesia sudah terjadi akibat berbagai faktor internal seperti gelombang PHK, pelemahan nilai tukar, atau capital outflow," ungkapnya.

Konsumsi Domestik Melemah, Perlu Perhatian Serius

Lebih lanjut, Yukki mengungkapkan bahwa konsumsi domestik—yang selama ini menjadi andalan dan menyumbang lebih dari 50 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional—juga menunjukkan pelemahan. Hal ini tercermin dari tren deflasi yang terjadi pada Januari dan Februari 2025 serta penurunan daya beli masyarakat.

Padahal, dalam struktur perekonomian Indonesia, sektor konsumsi domestik memegang peranan vital. Jika sektor ini tidak segera diperkuat, maka dikhawatirkan akan terjadi perlambatan pertumbuhan ekonomi secara menyeluruh.

"Padahal konsumsi domestik mengambil porsi lebih dari 50 persen terhadap pertumbuhan ekonomi nasional," tegas Yukki.

Pemerintah Diminta Segera Ambil Langkah Strategis

Melihat kondisi yang kompleks dan penuh tantangan ini, ALFI mendorong pemerintah untuk mengambil sejumlah langkah strategis guna melindungi dan memperkuat ekonomi nasional. Setidaknya ada lima rekomendasi utama yang disampaikan ALFI untuk dijadikan acuan kebijakan.

1. Penguatan Diplomasi Ekonomi Internasional

Yukki menekankan pentingnya penguatan hubungan bilateral dengan Amerika Serikat, termasuk penunjukan Duta Besar Indonesia untuk AS yang berpengaruh dan mampu menjalin komunikasi intensif dalam mengatasi ketegangan perdagangan.

Selain itu, pemerintah diminta untuk mempercepat pembukaan pangsa pasar baru ke negara-negara non-konvensional, serta menyelesaikan Free Trade Agreement (FTA) dengan Uni Eropa dalam kerangka EU-CEPA.

"Diplomasi ekonomi perlu diperkuat, termasuk menyelesaikan perjanjian perdagangan bebas dengan Uni Eropa dan membuka alternatif pasar ekspor baru," tutur Yukki.

2. Deregulasi dan Peningkatan Daya Saing Nasional

Rekomendasi kedua ALFI adalah mendorong deregulasi, terutama pada sektor perizinan usaha. Langkah ini penting untuk menarik relokasi industri dari negara-negara yang kini dikenai tarif lebih tinggi dari Indonesia, seperti Vietnam, Kamboja, dan Laos.

"Kita perlu membuat sistem perizinan yang lebih efisien agar menjadi destinasi relokasi industri global," ujarnya.

3. Kebijakan Fiskal yang Efektif dan Tepat Sasaran

Yukki juga menyarankan agar pemerintah mengevaluasi program-program belanja negara yang kurang mendesak dan tidak berdampak langsung pada kestabilan fiskal. Misalnya, menurutnya, program Makan Bergizi Gratis (MBG) perlu dikaji ulang jika belum menyentuh tujuan pembangunan jangka pendek.

ALFI juga mengusulkan pemberian stimulus fiskal serta fasilitas pembiayaan untuk sektor-sektor usaha yang terdampak langsung oleh tarif dagang AS.

4. Percepatan Hilirisasi dan Daya Tarik Investasi

Untuk mendongkrak perekonomian dari sisi industri, pemerintah perlu melakukan reformasi struktural agar investasi masuk tidak hanya pada sektor tambang, tetapi juga sektor strategis lainnya seperti perkebunan, kelautan, perikanan, dan kehutanan.

"Kita harus dorong hilirisasi tak hanya di mineral, tapi juga sektor-sektor lain yang punya potensi besar, seperti perikanan dan kehutanan," imbuh Yukki.

5. Menjaga Daya Beli dan Konsumsi Domestik

Poin terakhir yang ditekankan ALFI adalah perlunya stimulus konsumsi domestik untuk mendorong belanja masyarakat kelas menengah. Pemerintah juga didorong untuk menciptakan lapangan kerja baru, khususnya melalui sektor yang memiliki efek pengganda tinggi seperti manufaktur, UMKM, makanan dan minuman, serta teknologi.

Selain itu, subsidi atau insentif pajak penghasilan bagi kelompok masyarakat kelas menengah dapat menjadi salah satu langkah strategis untuk menjaga daya beli.

"Dengan besarnya pasar domestik dan demografi penduduk yang produktif, pemerintah perlu memperkuat konsumsi domestik agar menjaga pertumbuhan nasional tidak tergerus tekanan eksternal," pungkas Yukki.

Inspirasi dari China

Sebagai penutup, Yukki menyoroti langkah strategis China yang kini juga mulai mereorientasikan kebijakan ekonominya ke arah penguatan konsumsi domestik. Menurutnya, Indonesia bisa menjadikan langkah China ini sebagai referensi dalam menyikapi gejolak ekonomi global.

"Kami melihat China juga telah melakukan reorientasi kebijakan ekonomi yang bertumpu kembali pada konsumsi domestik mereka. Ini bisa jadi pelajaran untuk Indonesia," ujarnya.

Mazroh Atul Jannah

Mazroh Atul Jannah

Energika.id adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.

Rekomendasi

Berita Lainnya

Harga BBM Masih Stabil hingga Akhir April 2025, Pertamina hingga Shell Belum Lakukan Penyesuaian

Harga BBM Masih Stabil hingga Akhir April 2025, Pertamina hingga Shell Belum Lakukan Penyesuaian

PLN Diusulkan Kembali Berikan Diskon Tarif Listrik untuk Masyarakat Menengah ke Bawah

PLN Diusulkan Kembali Berikan Diskon Tarif Listrik untuk Masyarakat Menengah ke Bawah

Bank Mandiri Siapkan 3.000 Rumah Murah Lelang Tahun 2025, Harga Mulai Rp 100 Jutaan: Solusi Hunian Terjangkau untuk Rakyat

Bank Mandiri Siapkan 3.000 Rumah Murah Lelang Tahun 2025, Harga Mulai Rp 100 Jutaan: Solusi Hunian Terjangkau untuk Rakyat

Indonesia dan Swiss Tingkatkan Kerja Sama Bilateral melalui Proyek PLTA untuk Mendorong Transisi Energi Berkelanjutan dan Pengurangan Emisi Karbon

Indonesia dan Swiss Tingkatkan Kerja Sama Bilateral melalui Proyek PLTA untuk Mendorong Transisi Energi Berkelanjutan dan Pengurangan Emisi Karbon

Listrik 24 Jam Kini Terang di Pulau Parit Karimun, Pemprov Kepri dan PLN Perkuat Kolaborasi Demi Pemerataan Energi

Listrik 24 Jam Kini Terang di Pulau Parit Karimun, Pemprov Kepri dan PLN Perkuat Kolaborasi Demi Pemerataan Energi