
JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendorong industri Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) atau yang lebih dikenal sebagai peer to peer (P2P) lending untuk memperkuat penerapan manajemen risiko dalam operasionalnya. Langkah ini menjadi strategi utama dalam menekan potensi gagal bayar (non-performing loan/NPL) dan sekaligus melindungi kepentingan para pemberi dana (lender).
Penegasan tersebut disampaikan oleh Plt. Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK, M. Ismail Riyadi. Ia menjelaskan bahwa penguatan manajemen risiko penting dilakukan seiring pesatnya perkembangan industri P2P lending di Indonesia, yang kini semakin diminati masyarakat sebagai salah satu alternatif sumber pendanaan dan investasi.
“Penerapan prinsip kehati-hatian ini sangat penting untuk memastikan keberlanjutan ekosistem Pindar (P2P lending) yang sehat dan melindungi kepentingan masyarakat, baik sebagai pemberi maupun penerima dana,” ujar Ismail.
Baca Juga
Perlu Penguatan Prinsip Kehati-hatian
Lebih lanjut, Ismail menegaskan bahwa penguatan manajemen risiko perlu dilakukan melalui berbagai strategi, salah satunya pengetatan prinsip repayment capacity atau kemampuan membayar debitur, serta penerapan electronic Know Your Customer (e-KYC) secara ketat sebagai dasar utama dalam proses pemberian pendanaan oleh platform fintech lending.
Langkah ini sesuai dengan ketentuan dalam SEOJK Nomor 19/SEOJK.06/2023 tentang Penyelenggaraan Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi. Berdasarkan aturan tersebut, penyelenggara P2P lending diwajibkan melakukan credit scoring secara ketat terhadap calon penerima pinjaman untuk memastikan bahwa jumlah pendanaan yang diberikan sesuai dengan kemampuan membayar debitur.
Selain itu, OJK juga mengatur bahwa penyelenggara P2P lending dilarang memfasilitasi pendanaan kepada peminjam yang telah memperoleh pembiayaan dari tiga penyelenggara lain termasuk dari penyelenggara yang sama. Ketentuan ini diterapkan untuk mencegah praktik pinjaman berlebihan (over financing) yang kerap menjadi penyebab utama kredit macet atau gagal bayar.
“Ini untuk memastikan bahwa platform Pindar tidak menjadi tempat praktik gali lubang tutup lubang,” jelas Ismail.
Industri Fintech Diminta Lebih Bertanggung Jawab
OJK menyadari bahwa kemudahan dalam mengakses pinjaman daring sering kali membuat sebagian masyarakat terjebak dalam utang konsumtif yang berujung gagal bayar. Oleh sebab itu, masyarakat diimbau agar lebih bijak dalam memanfaatkan layanan pendanaan berbasis teknologi.
“Masyarakat perlu mempertimbangkan aspek kebutuhan dan kemampuan bayar secara matang agar tidak terjebak dalam pinjaman online ilegal ataupun praktik gali lubang tutup lubang,” tegas Ismail.
Tak hanya kepada penyelenggara, OJK juga menyerukan kepada masyarakat untuk memahami risiko memanfaatkan layanan fintech lending secara utuh. Dengan pemahaman yang baik, diharapkan pinjaman yang diambil benar-benar digunakan untuk kebutuhan produktif, bukan konsumtif semata.
Kewajiban Lapor ke SLIK Mulai Juli 2025
Sebagai langkah lanjutan memperkuat manajemen risiko, OJK menetapkan bahwa mulai 31 Juli 2025, seluruh penyelenggara fintech P2P lending wajib menjadi pelapor aktif dalam Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK). Hal ini sesuai dengan ketentuan yang tertuang dalam POJK Nomor 11 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan SLIK.
Kehadiran SLIK dinilai akan semakin mendukung transparansi industri fintech, karena seluruh data calon debitur dapat terlacak dengan jelas oleh lembaga jasa keuangan lain. Dengan begitu, platform penyelenggara Pindar memiliki data yang lebih akurat dalam melakukan credit scoring.
“Dengan kebijakan ini, kami berharap industri Pindar dapat berkembang lebih sehat, transparan, dan akuntabel. Ini akan mendukung peningkatan akses pembiayaan yang produktif dan bertanggung jawab bagi masyarakat,” tambah Ismail.
Menurut Ismail, kolaborasi antar lembaga keuangan dengan pemanfaatan SLIK sangat krusial agar industri fintech lending dapat berjalan sesuai prinsip prudensial. Setiap calon debitur yang memiliki riwayat buruk di lembaga keuangan mana pun akan lebih mudah terdeteksi oleh penyelenggara fintech lending.
OJK Perketat Pengawasan dan Penegakan Hukum
OJK juga menegaskan komitmennya untuk terus melakukan pengawasan dan penegakan kepatuhan terhadap setiap pelanggaran yang ditemukan di sektor P2P lending. Lembaga ini berwenang melakukan sanksi administratif bahkan pencabutan izin operasional apabila ditemukan praktik pelanggaran yang membahayakan industri maupun masyarakat sebagai pengguna layanan.
“Pengawasan akan dilakukan secara ketat, dan kami tidak akan ragu untuk memberikan sanksi terhadap penyelenggara yang tidak mematuhi aturan yang berlaku,” kata Ismail.
Sikap tegas OJK ini dilakukan agar praktik layanan keuangan berbasis teknologi di Indonesia dapat berkembang dengan sehat, berkelanjutan, dan memiliki kontribusi positif terhadap perekonomian nasional, terutama dalam mendukung inklusi keuangan.
Akses Pendanaan untuk UMKM
OJK menargetkan industri fintech lending berperan lebih besar dalam mendukung akses pendanaan bagi pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Dengan manajemen risiko yang lebih baik, diharapkan penyelenggara lebih fokus pada penyaluran dana produktif yang berdampak langsung terhadap pertumbuhan ekonomi.
“Jika ekosistem Pindar berjalan sehat dan kredibel, sektor UMKM dapat menjadi penerima manfaat terbesar,” jelas Ismail. Hal ini sejalan dengan arah kebijakan inklusi keuangan nasional yang dicanangkan pemerintah melalui OJK.
Kolaborasi Perluas Akses Keuangan
Sebagai bagian dari strategi penguatan, OJK juga terus menjalin kolaborasi dengan berbagai pihak untuk meningkatkan literasi keuangan masyarakat, termasuk menggandeng Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) di berbagai provinsi dan kabupaten.
Langkah ini ditujukan agar edukasi keuangan bisa menjangkau masyarakat di wilayah-wilayah terpencil. Dengan literasi yang baik, masyarakat akan lebih bijak dan bertanggung jawab dalam memanfaatkan layanan pembiayaan, termasuk melalui fintech lending.
“Upaya kami bukan hanya pengawasan dan pengaturan regulasi, tapi juga mendorong perluasan literasi keuangan agar masyarakat tidak mudah tergiur oleh pinjaman ilegal,” pungkas Ismail.
Dengan sejumlah langkah tersebut, OJK menargetkan ekosistem fintech lending nasional berkembang sehat, berintegritas, dan mampu memberikan kontribusi positif terhadap perekonomian Indonesia ke depan.

Mazroh Atul Jannah
Energika.id adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Pemprov DKI Jakarta Berikan Diskon Pajak Hotel dan Restoran, Ini Rinciannya
- Kamis, 19 Juni 2025
BMKG Imbau Warga Gunakan Masker Akibat Sebaran Abu Erupsi Gunung Lewotobi
- Kamis, 19 Juni 2025
Berita Lainnya
Pemprov DKI Jakarta Berikan Diskon Pajak Hotel dan Restoran, Ini Rinciannya
- Kamis, 19 Juni 2025