Mengenal Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam dan Asal usulnya
- Kamis, 26 Juni 2025

JAKARTA - Sejarah pemikiran ekonomi Islam mencakup berbagai ajaran dan prinsip yang telah berkembang selama lebih dari seribu tahun.
Sebagai agama dengan miliaran pengikut di seluruh dunia, Islam tidak hanya mengatur ibadah, tetapi juga memberikan pedoman hidup dalam berbagai aspek, termasuk ekonomi.
Sistem ekonomi Islam telah ada sejak lama, dan sepanjang waktu, sistem ini terus berkembang dan diadaptasi dalam berbagai model yang berbeda di setiap negara atau masyarakat, disesuaikan dengan konteks zaman dan tempatnya.
Baca JugaLibur Panjang, Penumpang KAI di Stasiun Bojonegoro Membludak
Sejarah pemikiran ekonomi Islam terus memberikan kontribusi penting dalam pembentukan sistem ekonomi yang adil dan berkelanjutan.
Sekilas tentang Ekonomi Islam
Ekonomi Islam mulai diterapkan pada masa Nabi Muhammad SAW dan terus berkembang melalui kontribusi ulama serta intelektual Muslim sepanjang sejarah, mengalami masa kejayaan dan kemunduran.
Nabi Muhammad SAW dikenal sebagai seorang pedagang yang cerdas dan jujur, yang pernah membawa barang dagangan Khadijah dari Mekkah ke Syam.
Ekonomi Islam adalah sistem ekonomi yang berlandaskan pada ajaran agama Islam. Seperti sistem ekonomi lainnya, ekonomi Islam bertujuan untuk meraih keuntungan melalui berbagai aktivitas ekonomi seperti perdagangan, industri, dan lainnya.
Namun, berbeda dengan sistem ekonomi kapitalis atau sosialis, ekonomi Islam tidak hanya berfokus pada pencapaian keuntungan. Sistem ini juga sangat memperhatikan aspek etika bisnis, kebaikan, dan kejujuran.
Di atas semuanya, ekonomi Islam menekankan bahwa setiap aktivitas ekonomi harus bertujuan mencari Ridho Allah SWT, menghindari larangan-Nya, dan menjalankan perintah-Nya dalam segala urusan ekonomi.
Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam
Sejarah pemikiran ekonomi Islam dimulai pada era Nabi Muhammad SAW dan terus berkembang seiring dengan kejayaan peradaban Islam, terutama pada abad ke-6 hingga ke-13 Masehi.
Pada masa tersebut, ekonomi Islam berkembang pesat dan diterapkan di berbagai wilayah di dunia, terutama di bawah kepemimpinan Islam.
Di Nusantara, pemikiran ekonomi Islam mulai berkembang dengan munculnya Sarekat Dagang Islam (SDI) pada tahun 1912.
SDI awalnya didirikan untuk melindungi pedagang Muslim lokal dalam menghadapi persaingan dengan pedagang keturunan Cina, khususnya di industri Batik Jawa Tengah.
Namun, SDI kemudian berubah menjadi Sarekat Islam (SI) pada tahun 1914 yang dipimpin oleh Tjokroaminoto.
SI menjadi lebih politis dengan fokus pada perjuangan melawan penjajahan Belanda, serta memperjuangkan pendidikan pribumi, politik, dan melakukan aksi massa.
1. Fase Penetapan Landasan Ekonomi Islam
Fase awal pembentukan ekonomi Islam dimulai sejak zaman Nabi Muhammad SAW. Beliau, yang dikenal sebagai pedagang yang cakap dan jujur, adalah figur yang pertama kali mempraktikkan sekaligus meletakkan dasar-dasar ekonomi Islam.
Prinsip-prinsip ekonomi ini diajarkan melalui wahyu dari Allah SWT yang tertuang dalam kitab suci Al-Quran. Setelah masa Nabi, dasar-dasar ini terus dikembangkan oleh generasi berikutnya, yaitu ulama dan cendekiawan Muslim.
Ekonomi Islam mencapai puncak kejayaannya pada abad ke-6 hingga ke-13 Masehi, seiring dengan puncak peradaban Islam.
Meskipun pada abad-abad selanjutnya mengalami pasang surut, ilmu dan praktik ekonomi Islam terus dipelajari dan diterapkan di berbagai bagian dunia hingga saat ini.
1.1. Tokoh-Tokoh Pemikir Ekonomi Islam
Di antara tokoh pemikir ekonomi Islam yang terkenal pada tahun 731-798 Masehi adalah Abu Yusuf. Beliau dikenal sebagai tokoh yang pertama kali meletakkan dasar-dasar perpajakan yang diterima luas.
Karya-karyanya dalam bidang perpajakan dianggap sebagai kanon perpajakan yang diakui hingga kini.
Nama lain yang terkenal dalam pemikiran ekonomi Islam adalah Al-Ghazali, yang meskipun lebih dikenal sebagai filsuf dan ahli tasawuf, juga memberikan kontribusi besar dalam bidang ekonomi.
Pemikiran Al-Ghazali memberikan pengaruh besar dalam perkembangan ekonomi Islam di masa depan. Ibnu Taimiyah, yang hidup antara 1263-1328 Masehi, juga dikenal sebagai pemikir penting dalam ekonomi Islam.
Salah satu karya terkenalnya adalah Majmu Fatawa, yang membahas tentang mekanisme pasar dan harga. Selain mereka, masih banyak tokoh lainnya yang berperan besar dalam perkembangan pemikiran ekonomi Islam.
1.2. Kontribusi Fase Pertama
Kontribusi terbesar dalam fase awal pemikiran ekonomi Islam tentu berasal dari Nabi Muhammad SAW.
Beliau memberi teladan langsung dalam praktik ekonomi, khususnya dalam perdagangan, dengan dikenal sebagai pedagang yang jujur, adil, dan mampu menjaga keseimbangan.
Sikap dan prinsip-prinsip beliau menjadi fondasi utama dalam ekonomi Islam yang selanjutnya dikembangkan oleh generasi berikutnya.
Para ulama dan cendekiawan Muslim setelah masa Nabi memberikan kontribusi berupa karya-karya yang sangat berharga dalam ilmu ekonomi, baik dalam konteks ekonomi Islam maupun ekonomi dunia secara umum.
Meskipun karya-karya mereka sering kali tidak secara eksplisit dirujuk oleh intelektual Barat, dampak pemikiran mereka tetap terasa dalam pengembangan ilmu ekonomi hingga kini.
2. Fase Kemandekan Ekonomi Islam
Ekonomi Islam mengalami fase stagnasi atau kemunduran hingga saat ini, yang disebabkan oleh beberapa faktor.
Salah satunya adalah adanya Great Gap, yaitu ketidaktegasan intelektual Barat dalam mengacu pada karya-karya cendekiawan Muslim dalam bidang ekonomi. Selain itu, periode penjajahan juga turut menyebabkan redupnya pemikiran ekonomi Islam.
Pada awal abad ke-19 dan ke-20, banyak negara-negara Muslim menghadapi tantangan politik dan sosial yang sangat berat. Fokus utama perjuangan mereka adalah untuk memperoleh kemerdekaan, bukan pada masalah ekonomi.
Dalam situasi ini, pemikiran yang berkembang lebih terfokus pada cita-cita kemasyarakatan dan ideologi politik.
Tidak ada upaya yang terfokus untuk merumuskan pemikiran ekonomi Islam secara komprehensif pada masa itu, dan pemikiran ekonomi Islam cenderung adaptif serta pragmatis. Ini adalah masa stagnasi bagi ekonomi Islam.
2.1 Kontribusi Fase Kedua
Setelah negara-negara Muslim memperoleh kemerdekaan, babak baru dimulai, dengan negara-negara ini mulai berfokus pada pemulihan ekonomi domestik dan kesejahteraan rakyatnya.
Pada saat ini, cendekiawan Muslim mulai berupaya mengembangkan kembali pemikiran ekonomi Islam yang sempat terpuruk.
Salah satu titik balik penting terjadi pada tahun 1976, saat diadakan Konferensi Internasional Ekonomi Islam di Jeddah.
Tujuan dari konferensi ini adalah untuk menggali kembali nilai-nilai Islam dalam pengembangan ekonomi dunia, yang menjadi tanda kebangkitan pemikiran ekonomi Islam setelah sekian lama tenggelam.
Beberapa faktor yang mendorong perkembangan pemikiran ekonomi Islam pada masa ini antara lain adalah:
- Munculnya kekuatan ekonomi petrodolar, yang berasal dari industri minyak yang sedang berkembang pesat.
- Kesadaran baru tentang kebangkitan Islam pada abad ke-14 Hijriah, yang terjadi pada dekade 1970-an.
- Semakin banyaknya intelektual Muslim generasi baru yang mendapatkan pendidikan modern, baik di negara-negara Barat maupun di negara-negara Islam.
3. Kebangkitan Ekonomi Islam
Meskipun karya-karya intelektual Muslim sempat tenggelam setelah periode kemunduran, sekitar abad ke-14, mulai muncul kembali geliat kebangkitan.
Ekonomi Islam berkembang lagi meskipun dalam beberapa abad selanjutnya mengalami kemunduran.
Namun, kajian pemikiran ekonomi Islam tidak sepenuhnya redup. Hingga kini, terus dilakukan usaha untuk menggali nilai-nilai Islam dalam bidang ekonomi.
Praktik ekonomi Islam masih terus berlangsung di berbagai negara dan komunitas Muslim.
Dalam praktiknya, meskipun ekonomi Islam masih berada di bawah dominasi sistem ekonomi global yang ada saat ini, seperti kapitalisme dan sosialisme, gejala kebangkitan ekonomi Islam mulai terlihat.
Hal ini dapat dilihat dari meningkatnya sistem transaksi atau bisnis yang berbasis syariah, seperti bank syariah, kredit syariah, koperasi bebas riba, wisata halal, kuliner halal, dan lain-lain.
3.1 Kontribusi Fase Ketiga
Pada fase ketiga, pemikiran ekonomi Islam telah menginspirasi terbentuknya sistem ekonomi alternatif di dunia modern.
Banyak intelektual Muslim melakukan berbagai kajian ekonomi Islam yang diterapkan dalam institusi negara atau aktivitas ekonomi. Salah satu bentuknya adalah ekonomi syariah, yang mengikuti aturan ekonomi Islam.
Meskipun penerapannya belum sepenuhnya maksimal, pada fase ini pemikiran ekonomi Islam memperoleh tempat yang signifikan di kalangan pelaku usaha dan intelektual, meskipun berada di tengah dominasi sistem ekonomi kapitalisme dan globalisasi modern.
Hal-hal yang Mendasari Munculnya Ekonomi Islam
Pemikiran ekonomi Islam bermula pada era Nabi Muhammad SAW dan terus berkembang hingga mencapai puncaknya seiring dengan kejayaan peradaban Islam pada beberapa abad yang lalu.
Dasar pemikiran ini muncul dari wahyu Allah SWT yang tertuang dalam Alquran dan hadits Nabi Muhammad SAW.
Pandangan Alquran mengenai harta dan aktivitas ekonomi berangkat dari fitrah manusia, yang memang memiliki kecintaan terhadap harta, kekayaan, ternak, anak-anak, dan sawah ladang (Q.S. 3:14).
Harta atau kekayaan dianggap sebagai kebaikan jika diperoleh dengan cara yang sesuai dengan ketentuan Allah SWT.
Dalam ekonomi Islam, memiliki kekayaan diperbolehkan, namun cara memperoleh kekayaan tersebut haruslah halal dan sesuai dengan ajaran Islam.
Dengan memperoleh kekayaan melalui cara yang benar sesuai dengan syariat Allah, maka harta tersebut akan mendatangkan berkah, yang tidak hanya memberi manfaat bagi diri sendiri, tetapi juga bagi keluarga, saudara, dan masyarakat.
Sebaliknya, meskipun seseorang memiliki banyak kekayaan, jika cara mendapatkannya tidak sesuai dengan aturan Allah, maka kekayaan tersebut tidak akan membawa berkah.
Asal-usul Pemikiran Ekonomi Islam
Ekonomi Islam mulai diterapkan pada masa Nabi Muhammad SAW dan terus berkembang hingga sekarang.
Para ulama dan cendekiawan Muslim telah berusaha untuk menjaga dan mengembangkan nilai-nilai Islam dalam bidang ekonomi sepanjang sejarah.
Tokoh-tokoh besar seperti Al Ghazali, Ibnu Taimiyyah, dan Ibnu Khaldun turut berkontribusi dalam pemikiran ekonomi Islam, meskipun tidak selalu secara langsung mengkhususkan karya mereka pada bidang ini.
Namun, kontribusi mereka sangat berarti, baik bagi dunia ilmu pengetahuan maupun ekonomi.
Al Ghazali, meskipun lebih dikenal sebagai seorang filsuf dan ahli tasawuf, memberikan sumbangsih yang penting dalam pengembangan ekonomi Islam, yang menjadi cikal bakal sistem ekonomi Islam yang kita kenal sekarang.
Begitu pula dengan tokoh-tokoh Muslim lainnya yang turut berperan dalam membentuk pemikiran ekonomi Islam dan pengetahuan ekonomi secara umum.
Mereka selalu berlandaskan pada kitab suci Alquran dan hadits Nabi dalam mengembangkan sistem ekonomi Islam.
Berkat pemikiran dan karya mereka, kita mengenal dan mempraktikkan sistem ekonomi Islam hingga saat ini, meskipun sistem ekonomi kapitalis dan sosialis mendominasi dunia.
Pada puncak kejayaan Islam beberapa abad yang lalu, ekonomi Islam berkembang pesat dan mencapai momentum penting dalam sejarahnya.
Pentingnya Mempelajari Sejarah dari Pemikiran Ekonomi Islam
Mempelajari sejarah dari pemikiran ekonomi Islam sangat penting karena banyak manfaat yang dapat diperoleh, terutama bagi seorang Muslim.
Dengan mempelajarinya, kita dapat menambah pengetahuan dan merasa lebih kagum terhadap ajaran Islam, terutama dalam konteks ekonomi.
Dalam ekonomi Islam, setiap aspek diatur secara sistematis dan tidak hanya terfokus pada mencari keuntungan semata.
Lebih dari itu, ekonomi Islam mengajarkan bahwa selain berbicara tentang keuntungan, juga harus memperhatikan dimensi-dimensi lain seperti keadilan, kerelaan, kejujuran, kebaikan, dan banyak lagi.
Semua ini berlandaskan pada aturan Allah SWT yang tercantum dalam Al-Qur'an dan hadits Nabi.
Pentingnya mempelajari ekonomi Islam adalah agar kita dapat memahami bagaimana mekanisme ekonomi Islam bekerja.
Selain itu, kita juga bisa memperluas wawasan kita tentang ekonomi, melebihi apa yang diajarkan dalam sistem ekonomi modern, baik kapitalis maupun sosialis.
Manfaat lain yang dapat diperoleh dari mempelajari ekonomi Islam adalah kemampuan untuk mengelola aktivitas ekonomi dengan etika yang sesuai.
Dalam Islam, urusan ekonomi tidak hanya terbatas pada berdagang atau mencari keuntungan, tetapi juga mengatur nilai-nilai etika, seperti keadilan dan kejujuran.
Dengan mempelajari sejarah ekonomi Islam, kita akan memahami bahwa berbisnis dalam Islam memiliki kode etik yang harus diikuti.
Kode etik tersebut antara lain adalah: pertama, pelaku bisnis harus memiliki niat yang baik dalam memulai usahanya. Kedua, pelaku bisnis harus fokus pada usahanya dan memenuhi kewajiban lain.
Ketiga, dalam ekonomi Islam, bisnis tidak boleh menghalangi kewajiban terhadap Allah SWT. Keempat, pelaku bisnis harus menghindari tidak hanya hal-hal yang haram, tetapi juga hal-hal yang diragukan (syubhat).
Fatwa ulama dan akal sehat harus digunakan untuk menentukan apakah suatu bisnis sesuai dengan prinsip-prinsip Islam.
Al-Qur'an juga mengisyaratkan bahwa pelaku usaha tidak boleh hanya mengejar keuntungan sebanyak mungkin tanpa memperhatikan kewajiban agama, kewajiban terhadap negara (selama tidak bertentangan dengan aturan agama), serta kewajiban membayar zakat dan sedekah.
Semua hal ini harus diperhatikan dalam ekonomi Islam. Selain itu, mempelajari sejarah ekonomi Islam juga memberi kita pemahaman tentang aspek jual beli yang dihalalkan dan rukun-rukun dalam bisnis menurut Al-Ghazali, yang mencakup: pelaku bisnis, barang yang diperdagangkan, dan akad.
Pelaku usaha harus memenuhi syarat-syarat tertentu, seperti sudah dewasa, bukan anak-anak, bukan orang gila, bukan hamba, dan bukan orang buta. Jika transaksi tidak mengikuti rukun-rukun ini, maka dianggap batal atau tidak sah.
Menurut Al-Ghazali, berbisnis dengan orang kafir diperbolehkan, kecuali jika transaksi tersebut melibatkan peralatan atau barang yang dilarang dalam Islam, seperti mushaf atau barang yang diharamkan.
Barang yang diperdagangkan juga harus memenuhi enam syarat, yaitu: tidak najis, bermanfaat bagi kedua pihak, dimiliki atau disetujui untuk dijual oleh penjual, dapat diserahkan saat transaksi, spesifikasinya jelas (seperti ukuran, berat, kualitas), dan barang tersebut harus ada di tangan penjual saat transaksi dilakukan.
Dengan mempelajari sejarah ekonomi Islam, kita juga akan mengetahui prinsip-prinsip dasar yang mendasari kegiatan ekonomi dalam Islam, antara lain: ekonomi Islam menjunjung tinggi prinsip keadilan dan kebaikan dalam berbisnis, dan ekonomi Islam mendorong keseimbangan dalam kepemilikan.
Prinsip-prinsip ini mendorong efisiensi dalam memperoleh keuntungan dan mencegah pemborosan.
Dalam distribusi, keadilan harus menjadi faktor yang akurat untuk menentukan harga dan kebijakan yang berhubungan dengan faktor produksi, guna mencapai keseimbangan yang adil.
Sebagai penutup, mempelajari sejarah pemikiran ekonomi Islam memberikan wawasan mendalam tentang prinsip-prinsip etika, keadilan, dan keseimbangan dalam kegiatan ekonomi yang berlandaskan syariah.

Mazroh Atul Jannah
Energika.id adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Harga Emas Antam Turun Jadi Rp1,924 Juta per Gram, Buyback Ikut Turun Rp8.000
- Kamis, 26 Juni 2025
Berita Lainnya
Harga Sembako di Kota Tangerang Stabil Jelang Juli, Harga Cabai Mulai Turun
- Kamis, 26 Juni 2025