
JAKARTA — Polemik rencana penerapan pungutan pajak penghasilan (PPh) 22 bagi pedagang online di berbagai platform e-commerce seperti Tokopedia, Shopee, Lazada, hingga TikTok Shop, terus menjadi sorotan. Pengamat perpajakan yang juga eks Staf Khusus Menteri Keuangan, Yustinus Prastowo, memberikan penjelasan mendetail terkait rencana kebijakan ini yang saat ini sedang difinalisasi pemerintah.
Dalam keterangan resmi yang dikutip dari akun media sosial pribadinya @prastow pada Sabtu, 29 Juni 2025, Prastowo menyebut rencana kebijakan ini sebagai bentuk “pajak merchant” yang sudah sesuai dengan prinsip keadilan. “Esensi pajak adalah gotong royong. Pajak memang beban, tetapi dengan cara itulah hidup bersama menjadi mungkin,” ujarnya menegaskan filosofi penting di balik kebijakan pajak bagi pedagang online.
Tiga Poin Penting Pajak Pedagang Online
Baca Juga
Prastowo memaparkan bahwa setidaknya terdapat tiga poin penting dalam rencana kebijakan pemungutan PPh 22 yang wajib diketahui para pelapak di e-commerce:
Pertama, bagi pedagang atau merchant dengan omzet tahunan sampai Rp500 juta, pemerintah tidak akan mengenakan pajak. Ketentuan ini sesuai dengan Undang-Undang No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang memang memberikan pengecualian bagi pelaku usaha kecil.
Kedua, bagi merchant yang memiliki omzet di atas Rp500 juta hingga Rp4,8 miliar per tahun, pungutan pajak yang dikenakan adalah 0,5 persen dari omzet. Kebijakan ini mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) No. 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu.
Ketiga, untuk merchant dengan omzet di atas Rp4,8 miliar per tahun, marketplace seperti Tokopedia, Shopee, Lazada, dan lainnya akan memungut PPh 0,5 persen dari setiap transaksi. Pajak yang dipungut ini dapat diperhitungkan untuk mengurangi kewajiban pajak pada akhir tahun.
“Ini yang akan diatur. Adil kan? Yang mikro dilindungi. Yang kecil dibantu dengan tarif rendah. Yang menengah difasilitasi dengan pemungutan yang lebih mudah dan tarif rendah,” jelas Prastowo yang saat ini juga menjabat sebagai Staf Khusus Gubernur DKI Jakarta.
Bukan Pajak Baru, Hanya Perubahan Mekanisme
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan sendiri menegaskan bahwa kebijakan ini bukanlah penambahan jenis pajak baru, melainkan hanya perubahan mekanisme pemungutan pajak. Semula, pedagang wajib menyetorkan pajak secara mandiri, namun dengan skema baru ini, marketplace akan ditunjuk pemerintah sebagai pihak yang memungut langsung pajak dari transaksi pedagang yang berjualan di platform mereka.
Kebijakan ini dinilai lebih praktis dan efisien, karena mengurangi potensi pelanggaran administrasi dan meningkatkan kepatuhan pajak pelaku usaha daring. “Mekanisme ini dirancang untuk memberikan kemudahan administrasi, meningkatkan kepatuhan, dan memastikan perlakuan pajak yang setara antar pelaku usaha,” jelas DJP dalam keterangannya sebelumnya.
Tujuan Kebijakan: Kesetaraan dan Keadilan
Prastowo menegaskan bahwa tujuan utama kebijakan ini adalah menciptakan kesetaraan perlakuan antara pedagang online dengan pedagang offline. Dengan aturan baru ini, pemerintah ingin memastikan semua pelaku usaha memenuhi kewajiban pajak mereka sesuai kemampuan ekonomis masing-masing.
“Tidak ada pajak baru, hanya penegakan kewajiban pajak yang sudah ada dengan mekanisme yang lebih praktis,” kata Prastowo.
DJP Lakukan Sosialisasi
Direktorat Jenderal Pajak telah melakukan sosialisasi terbatas kepada sejumlah platform e-commerce terkait rencana kebijakan ini. Sosialisasi tersebut bertujuan memberikan pemahaman kepada para penyedia platform agar mereka siap menjalankan tugas sebagai pemungut pajak yang ditunjuk pemerintah.
Selain itu, DJP sedang menyiapkan aturan turunan yang akan menjadi dasar hukum bagi marketplace untuk memungut PPh Pasal 22 atas transaksi merchant yang berjualan melalui sistem Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE).
Sanksi bagi Marketplace yang Lalai
Rencana kebijakan ini juga mengatur sanksi bagi marketplace yang tidak menjalankan kewajiban pemungutan pajak sesuai ketentuan. Marketplace yang lalai memungut atau terlambat menyetorkan pajak akan dikenai sanksi administratif sesuai peraturan perpajakan yang berlaku.
Kapan Mulai Diterapkan?
Hingga saat ini, regulasi final tentang pungutan pajak pedagang online masih dalam tahap sinkronisasi di internal Kementerian Keuangan dan DJP. Namun, pemerintah menargetkan aturan ini dapat mulai berlaku pada kuartal ketiga 2025.
“Kami memahami pentingnya kejelasan bagi pelaku usaha dan masyarakat. Apabila aturan ini telah resmi ditetapkan, kami akan menyampaikannya secara terbuka,” tegas pernyataan DJP.

Mazroh Atul Jannah
Energika.id adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Kolaborasi ESDM Sulbar dan Sulsel Perkuat Program Sambungan Listrik Gratis
- Sabtu, 28 Juni 2025